Selamat Datang di Dunia Neurovaskular & Neurointervensi

idik

idik

Aneurysma

Aneurysma : Coiling atau Clipping ?

Terapi aneurysma dengan microneurosurgery telah cukup lama sebagai gold standard, namun begitu neurointervensi berkembang sangat pesat, terapi neurointervensi menjadi terapi yang cukup dominan, paling tidak merupakan rival yang sepadan dengan tindakan bedah.

Lihatlah laporan di Amerika (Lin N et.,al. 2011), setelah studi ISAT dipublikasikan, pasien rupture aneurysm yang dilakukan coiling sebelum 2002 hanya 9,3%, namun setelah 2002 meningkat menjadi 42,9 %. Sedangkan pasien yang dilakukan clipping sebelum 2002 sebanyak 90,7% dan setelah 2002 turun menjadi 57,1%.  Perubahan angka ini tentu sangat signifikan. Untuk kasus unrupture prosentase pasien yang dilakukan coiling dari 20,6% menjadi 61,7%. Sedangakan clipping turun dari 79,4% menjadi 38,3%.

ISAT merupakan studi yang besar, randomized, multicenter. Kesimpulan dari studi ini adalah pasien dengan aneurisma yang ruptur dimana lesinya dapat diterapi dengan dua modalitas diatas memiliki disabilitas lebih rendah dan survival rate yang lebih baik dalam 1 tahun pertama. Studi ini menunjukkan superioritas dari tehnik neurointervensi.

Apabila kemudian muncul pertanyaan, lalu modalitas apa yang dipakai untuk terapi aneurysma ? jika aneurysma tersebut rupture, maka jelas pilihan pertamanya adalah endovaskuler. Namun, jika unrupture, ISAT tidak memberikan petunjuk modalitas manakah yang lebih superior (Rasmussen PA, 2008) .
Beberapa pertimbangan yang juga dipakai adalah : Lokasi, Morfologi,Usia, adanya trombus dan kalsifikasi serta komorbiditas.

Saat-saat pertama munculnya neurointervensi, aneurisma dengan neck lebar (> 4mm) dan dome to neck rasio <2:1 memberikan kesulitan secara tehnis karena coil dapat keluar pada parent vessel. Namun dengan berkembangnya device dan tehnik saat ini, hampir semua aneurysma dapat dilakukan treatment dengan tehnik endovascular misalnya dengan stent-asisted dan baloon-asisted techniqueas, dikenalkan pula double microcatheher technique untuk aneurysma yang besar/giant.

Adanya trombus dan kalsifikasi juga merupakan pertimbangan untuk terapi aneurysma. Aneurysma dengan kalsifikasi merupakan tantangan untuk clipping, karena cukup sulit melakukan rekonstruksi akurat terhadap parent vessel.Untuk coiling, adanya calsifikasi justru protektif terhadap terjadinya perdarahan.  Sedangkan adanya trombus merupakan tantangan untuk clipping maupun coiling. Pada clipping, manipulasi aneurysma dapat melepas trombus itu kesirkulasi distal dan menyebabkan infark. Pada coiling, adanya trombus berpengaruh terhadap migrasi coil masuk dalam trombus setelah beberapa waktu coiling dilakukan, menyebabkan rekanalisasi. Dengan menggunakan stent asisted coiling, kekawatiran ini dapat datasi dan angka rekanalisasi sangat banyak berkurang.

Bagaimana dengan usia ? Usia tentu saja menjadi pertimbangan penting. Pasien dengan usia >50 tahun pada unrupture aneurysm yang lebih besar dari 12 mm, mortalitas dan morbiditasnya lebih besar pada clipping dibandingkan dengan prosedur endovaskuler. Jika usianya >70 tahun, outcomenya akan 35% lebih buruk tanpa memperdulikan ukuran aneurysma. Ukuran outcome adalah kematian dalam 1 tahun dan dengan rankin skor 3-5, atau gangguan status kognitif. Bagaimana dengan pasien usia muda ? apakah sisa usianya yang masih cukup panjang dapat berpengaruh terhadap rekanalisasi pasca coiling ? Tampaknya pertanyaan ini hanya sesuai untuk aneurisma yang berlokasi pada ICA bifurcation, karena rekanalisasi pada lokasi ini memang cukup besar. Namun, tidak untuk lokasi lainnya.

Bagaimana dengan komorbiditas ? yang dimaksud dengan komorbiditas adalah usia tua, adanya riwayat myocardial infarction (<6 miggu), PPOM, gangguan koagulasi dan insufisiensi renal. Menimbang hal ini, tampaknya endovaskuler lebih memiliki pengaruh minimal terhadap comorbiditas, kecuali untuk kasus insufisiensi renal, karena prosedur endovaskuler menggunakan kontras.