Selamat Datang di Dunia Neurovaskular & Neurointervensi

idik

idik

Tuesday 23 January 2018

Tahapan Training Neurointervensi Indonesia


Prosedur neurointervensi dapat berupa prosedur diagnostik dan intervensi. Prosedur diagnostik secara praktis sering disebut sebagai “cerebral DSA” saja. Untuk melakukan prosedur intervensi, seorang spesialis memerlukan suatu training yang adekuat. Training yang direkomendasikan adalah minimal 1 tahun dengan jumlah dan jenis kasus yang juga adekuat. Tanpa training adekuat, hanya akan menyebabkan prosedur yang tidak aman dan menimbulkan banyak komplikasi.

Tahapan-tahapan prosedur ini dimulai dari observer, asisten 2, asisten 1 dan operator mandiri dengan supervisi. Dalam tahap-tahap tersebut, ada kompetensi yang harus dikuasai. Pada tahap observer misalnya, seorang fellow yang mengikuti training harus mampu membaca cerebral/spinal angiografi normal dengan segala variasinya, serta mampu mengidentifikasi dan mendeskripsikan patologi yang ditemukan. Tahap berikutnya harus mengetahui indikasi dan kontraindikasi prosedur, persiapan pasien, pengenalan alat, tehnik dan tahapan prosedur, dan akhirnya mampu melakukan prosedur secara mandiri. Bagian yang juga penting dalam training ini adalah mengenali komplikasi dan mengatasi komplikasi yang potensial terjadi.

Prinsip prosedur neurointervensi adalah KISS (keep it simple stupid), dimana, semakin cepat prosedur, semakin simpel dan sedikit device yang kita pakai, maka akan semakin aman prosedur tersebut. Prosedur yang kompleks memerlukan keahlian dan jam terbang yang tinggi agar dapat berlangsung dengan aman dan sukses.

Sebagian besar neurointervensionis bekerja dalam cathlab yang sama dengan sejawat cardiointervensi. Sebagian besar asisten perawat merupakan perawat yang terlatih untuk prosedur cardiointervensi, namun bukan prosedur neurointervensi. Mengingat terdapat perbedaan mendasar tentang filosofi, tehnik , dan device antara cardiointervensi dan neurointervensi, maka diperlukan training khusus juga untuk perawat neurointervensi. Hal ini penting, karena faktor asisten juga berhubungan dengan outcome dan kesuksesan prosedur itu sendiri.

Kedepan, dedicated neurocathlab sangat diperlukan untuk penatalaksanaan paripurna penyakit neurovascular dan stroke. Saat ini, beberapa senter di Indonesia telah memiliki dedicated neurocathlab, dan diharapakan dalam beberapa tahun lagi model ini akan diadopsi oleh senter-senter neurologi di seluruh nusantara.

Adanya perkembangan neurointervensi yang sangat signifikan berpengaruh pada tehnik dan industri device. Namun, filosofi dasar seorang neurointervensionis tidak boleh ditinggalkan. Keputusan klinis tidak boleh didasarkan pada ketersediaan device. Keputusan harus tetap didasarkan pada klinis pasien, semiologi neuroimejing-angioarsitektur, dan natural history of disease. Evidence terbaru dalam bidang neurointervensi semakin banyak, hal ini sangat membantu para klinisi untuk mengambil keputusan klinis yang tepat.

Adanya suatu algoritme bukanlah hal yang rigid. Algoritme akan berubah sejalan dengan munculnya evidence base terbaru. Prosedur yang tidak berdasarkan evidence base seharusnya dihindari oleh para klinisi. Karena hal ini akan berdampak pada outcome dan aspek legal prosedur itu sendiri.