Selamat Datang di Dunia Neurovaskular & Neurointervensi

idik

idik

Saturday 30 January 2021

Hormesis Kultural & Neurointervensi

" Hidup yang terus menerus senang bukanlah hidup yang baik,

kebahagiaan hakiki kadang tumbuh dari lahan ketidaksenangan."



Hormesis merupakan istilah dalam toksikologi, dimana jika suatu bahan toksik yang diberikan dalam dosis kecil akan memberikan efek yang bermanfaat, sedangkan jika diberikan dalam dosis besar akan mengakibatkan kerusakan atau toksisitas.

 

Hormesis banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan adaptasi tubuh. Sesuatu yang jika banyak akan merusak, namun jika ringan (mild stress) akan menguntungkan. Kelaparan memiliki efek merugikan, namun “lapar” dalam kadar tertentu, ternyata memberikan banyak kemanfaatan, misalnya puasa. Kelelahan akan merugikan, namun “lelah” dalam kadar tertentu juga akan memberikan kemanfaatan, misalnya olah raga. Maka kemudian banyak intervensi medis yang memiliki nilai positif berawal dari konsep hormesis ini.

 

Dalam dunia neurointervensi, operator akan terkena radiasi setiap hari. Namun, apabila dalam kadar ringan “konon” memiliki efek positif. Kerusakan akibat radiasi pada sel akan menjadikan sel beradaptasi den melakukan repair DNA. Hipotesa adanya manfaat pada radiasi dosis kecil, didasarkan penelitian pada hewan seperti serangga, mamalia, dan juga tumbuhan. Manfaat sesungguhnya pada manusia mungkin saat ini masih menjadi perdebatan. Pada senter neurointervensi yang baik, setiap paparan radiasi akan direkam dan diukur, agar operator tidak terpapar radiasi melebihi dosis semestinya.

 

Dalam fenomena keseharian, banyak dokter spesialis yang secara status sosial atau ekonomi sudah cukup mapan, seringkali mencari stressor lain. Misalnya dengan mengambil pelatihan yang lama atau sekolah lagi ke jenjang akademis yang lebih tinggi. Selama stressor itu bukan stressor besar, tentu tidak mengakibatkan distress. Stressor tersebut akan memberikan efek yang positif. 

 

Dalam pendidikan, anak diberikan stressor ringan, agar berkembang dan terpacu untuk belajar. “Marah” dalam kadar tertentu mungkin dibutuhkan untuk mereka. Namun, terus menerus memarahi mereka, akan menjadikan mereka kehilangan kepercayaan diri. Memberikan target tertentu, akan mengajarkan mereka belajar mencapai tujuan, namun terlalu banyak target, malah akan membebani dan menghambat proses belajar.

 

Dalam sudut pandang agama, sebenarnya konsep hormesis ini merupakan bagian integral dari ajaran agama itu sendiri. Puasa adalah bentuk hormesis, zakat dan sedekah adalah bentuk hormesis, mengurangi tidur untuk beribadah adalah bentuk hormesis. Konsep hormesis yang dikemukakan Paracelcus (1493-1541), dokter dan bapak toksikologi dari Switzerland, jika ditransformasi menjadi hormesis kultural, sebenarnya telah menjadi bagian integral ajaran agama samawi. 

Saturday 23 January 2021

Dokter Sukses

Dalam suatu pertemuan, reuni atau acara ilmiah kedokteran, umumnya akan menjadi tempat silaturrahim sekaligus melepas kangen para kolega. Mereka akan saling bertanya, tentang pekerjaan, apa spesialisasinya, apa jabatannya, sampai pertanyaan spesifik tentang keluarga.

 

Kemudian, secara tak sengaja, mereka saling menilai, ada “dokter sukses” dengan perspektif masing-masing. Mungkin dianggap sukses karena memiliki jabatan tinggi, karena pasiennya banyak, karena berprestasi secara akademis, karena menjadi pengusaha kaya, atau sukses karena berhasil menyekolahkan anak-anaknya ke luar negeri . Ada beberapa ukuran sukses yang kemudian muncul dalam benak kebanyakan orang. Secara umum, mereka yang dianggap sukses karena memiliki kelebihan dibanding yang lain, baik secara jabatan struktural, prestasi akademis maupun finansial. Namun, betulkah itu ukuran kesuksesan ?

 

Siapakah manusia sukses ? siapakah sebaik-baik manusia ? jika menggunakan ukuran agama, maka sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain. Maka bisa jadi seorang dokter umum yang bekerja di perifer adalah dokter sukses, karena dia memberikan banyak manfaat bagi penduduk disekitarnya, dimana disana tidak ada dokter yang berkenan datang, karena jauh dari berbagi macam fasilitas. Bisa jadi seorang dokter sepuh yang tekun mengajar dan membimbing merupakan dokter yang sukses, dibanding dokter muda yang punya banyak sekali publikasi ilmiah namun hanya sibuk menulis dan membesarkan dirinya sendiri. 

 

Maka tanyakanlah pada diri sendiri. Saat menjadi dokter, apakah kita bermanfaat untuk diri kita sendiri, bermanfaat untuk orang lain, atau bermanfaat untuk keduanya ? atau jangan-jangan selama ini, seolah-olah kita bermanfaat untuk orang lain, padahal sebenarnya kita hanya mengambil manfaat dari orang lain.

 

Ukuran seseorang bermanfaat bagi orang lain dapat dinilai tatkala beliau tiada. Beliau dikenang kebaikannya oleh banyak orang. Ada perasaan kehilangan dan pilu bagi yang ditinggalkan. Bukankah sering, kita mendengar wafatnya seorang kolega, namun perasaan kita biasa-biasa saja. Dan di saat kolega lain wafat, ada rasa kehilangan luar biasa, meskipun mungkin secara pribadi kita tidak pernah mengenalnya.

 

Maka, pada akhirnya, apabila kita memang tidak mampu memberikan manfaat pada orang lain, maka, minimal tidak menjadi madharat dan tidak hanya pandai mengambil manfaat dari orang lain. 

Tuesday 12 January 2021

Neurointervensi dan Dunia Sufi : Meruntuhkan Batu Bata

Di sebuah kampung gersang, seorang pemuda merindukan air. Dia mendapat kabar, bahwa di tepian kampung terdapat tembok tinggi, yang dibaliknya ada air mengalir dalam telaga jernih. Penduduk kampung ini, hanya bisa mendengar gemericik air, namun tak pernah melihat dan merasakan kesegaran airnya. 

 

Suara air yang terdengar, menjadikan sang pemuda ini ingin menghampirinya. Tak seorangpun pernah mencoba mendatanginya. Karena mereka merasa tak akan mampu melewatinya. 

 

Pemuda ini seorang perindu. Meskipun hanya mendengar suara air dari balik tembok, tak menyurutkan niatnya untuk berkunjung setiap hari. Suatu saat, karena kerinduan yang besar, sang pemuda mendekatkan telinganya, makin mendekat, makin keras bunyi aliran air, makin besar keinginannya untuk mencapainya.

 

Sang pemuda tahu, tak mungkin dia meruntuhkan tembok tebal ini. Maka, dia hanya mencoba meruntuhkan satu batu bata tembok yang paling atas. Saat batu bata itu jatuh di balik tembok, jatuh ke dalam telaga, terdengar suara air yang makin nyaring. Pemuda ini makin bersemangat menjatuhkan batu bata berikutnya. Makin banyak batu bata terjatuh, makin keras suara air terdengar, mengobati kerinduannya.

 

Suatu hari, semua batu bata itu akhirnya runtuh. Dengan mata berbinar ia menghambur menuju telaga. Kini, bukan hanya mendengar suaranya, ia meneguk dalam-dalam air telaga itu. Kesegarannya melebihi kesegaran air yang selama ini pernah diminumnya. Kesegaran yang terasa berlipat-lipat.

 

Demikianlah. Neurointervensi adalah kisah sebuah telaga. Telaga yang kala itu hanya terdengar cerita dan suaranya saja. Untuk mencapainya, ada tembok tebal menghalanginya. Namun, dengan kesungguhan dan keinginan kuat, tembok itu sudah dapat diruntuhkan. Kini, semua penduduk kampung dapat menikmatinya.

 

Dalam dunia sufi, indahnya kecintaan pada Tuhan telah disampaikan dalam kitab suci. Para Nabi dan ulama mengajarkannya. Namun, ada banyak manusia masih tidak merasakan indah dan nikmatnya cinta, walaupun mereka telah mendengar gemericik air cinta itu. Mereka enggan meruntuhkan tembok tebal, mereka enggan bersusah payah. Tembok tebal itu adalah gambaran nafsu pada diri manusia. Apabila satu persatu batu nafsu dijatuhkan, satu persatu keinginan duniawi dan profan dirobohkan, niscaya manusia akan dapat menghampiri Tuhan dan merasakan indahnya cinta dan manisnya keimanan. Demikianlah para sufi mengibaratkan.