Selamat Datang di Dunia Neurovaskular & Neurointervensi

idik

idik

Thursday 25 February 2021

Stroke, “Harga Otak,” dan Harapan pada Jajaran Direksi Baru BPJS

Stroke merupakan gangguan pembuluh darah yang mengenai susunan saraf pusat, utamanya otak. Stroke menjadi penyebab kecacatan pertama dan menjadi penyebab kematian kedua di dunia. Stroke di Indonesia masih merupakan penyebab kematian utama penyakit tidak menular, berdasarkan riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementrian Kesehatan.

Stroke menjadi momok yang menakutkan, karena pasien stroke seringkali mengalami kecacatan seumur hidupnya. Banyak pasien usia produktif tak mampu kembali bekerja seperti semula. Stroke menyebabkan kematian 2 juta sel otak per menit, dan akan menyebabkan penuaan otak dini 3.6 tahun per jam.

Lalu, benarkah pasien stroke tidak dapat diobati? benarkah pasien stroke tidak dapat pulih kembali? Saat ini, penatalaksanaan stroke telah mengalami kemajuan sangat pesat, “Stroke is Treatable,” demikian bunyi kampanye hari stroke sedunia beberapa tahun lalu. Panduan pengobatan stroke, rutin diperbaharuai setiap waktu. Bukti ilmiah menunjukkan hasil meyakinkan dan tak terbantahkan. Namun, sayangnya, panduan pengobatan stroke yang meyakinkan ini, belum diaplikasikan di Indonesia secara komprehensif. Padahal, Indonesia telah memiliki Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) stroke yang di tandatangani Menteri Kesehatan pada tahun 2019. Seharusnya, PNPK menjadi acuan utama penatalaksanaan stroke di setiap rumah sakit yang melayani pasien stroke. Faktanya, jauh panggang dari api. Tentu ada banyak faktor mengapa demikian. Namun jika diringkas dengan satu kalimat pendek, biang keladi dari semua itu adalah soal pembiayaan. Pembiayaan yang mana? uraian berikut mungkin akan sedikit menjelasakannya.

Stroke penyumbatan merupakan 85% dari semua jenis stroke. Hanya ada dua terapi yang saat ini terbukti efektif dan direkomendasikan di seluruh dunia. Pemberian peluruh bekuan secara intra vena (trombolisis intravena, selanjutnya disebut TIV) dan prosedur pengeluaran bekuan dengan kateter melalui pembuluh darah arteri besar yang disebut trombektomi mekanis (TM). TIV pemberiannya terbatas waktu, yaitu tidak boleh melebihi 4.5 jam, dan hanya efektif untuk sumbatan pada pembuluh darah kecil. Keberhasilannya meluruhkan bekuan darah tidak lebih dari 30% untuk stroke penyumbatan. Sementara TM, memiliki rentang waktu pemberian lebih lama sampai 24 jam. Tetapi, TM memerlukan peralatan khusus, ahli neurointervensi dan tersedianya ruang kateterisasi. TM telah menjadi standar terapi stroke pada penyumbatan pembuluh darah besar sejak tahun 2015.

Bagi rakyat Indonesia, sebagian besar pembiayaan pasien stroke menggunakan kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sebagian kecil menggunakan asuransi swasta atau biaya pribadi. Sayangnya, paket biaya perawatan stroke masih sangat kurang dibandingkan biaya seharusnya. Pasien stroke akut memerlukan biaya rawat inap, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan imejing berupa CT scan atau MRI, dan memerlukan tim multidisiplin apabila memiliki beberapa penyakit dasar, seperti hipertensi, kelainan jantung atau diabetes mellitus. Belum lagi, apabila stroke tersebut memerlukan tindakan bedah, dimana pasien memerlukan juga perawatan dokter bedah, dokter anastesi dan perawatan di ruangan ICU. Biaya perawatan stroke seringkali melebihi paket, terutama untuk stroke sedang sampai berat.

Dua standar terapi yang di sebutkan diatas, yaitu TIV dan TM, memerlukan biaya besar, dan paket perawatan dipastikan tidak mencukupi untuk keduanya. Maka sebagai konsekuensi, TIV dan TM yang merupakan modalitas terapi utama, sulit dilakukan di rumah sakit dengan pembiayaan BPJS. Hanya pasien dengan asuransi swasta tertentu atau pasien mampu saja yang dapat dikerjakan terapi ini. Adanya PNPK stroke dari Kemenkes tidak serta merta dapat diaplikasikan dilapangan, dan BPJS kesehatan belum menaikkan biaya perawatan stroke meskipun sudah ada PNPK tersebut.

Terapi stroke dengan TIV dan TM akan banyak menyelamatkan jutaan rakyat Indonesia dari kematian dan kecacatan akibat stroke. “Harga Otak” rakyat Indonesia, dalam hal ini berkaitan dengan penyelamatan kematian sel otak akibat stroke, masih tidak memadai. Paket perawatan tak mampu menjangkau biaya, apabila terapi TIV dan TM dikerjakan pada semua kasus stroke akut yang memang diindikasikan. Telah banyak upaya yang tampaknya dilakukan, namun problem pembiayaan belum teratasi. Salah satu jalan keluar untuk permasalahan ini adalah dengan memberikan pembiayaan terpisah (top-up) untuk TIV dan TM, sebagai tambahan dari paket yang sudah ada. 

Timbul pertanyaan, benarkah tindakan TIV dan TM pada stroke itu merugikan dan tidak menghemat biaya? Ternyata tidak. Tindakan TIV dan TM menghemat biaya. Namun, penghematan ini tidak bisa dilihat dalam jangka pendek, yaitu selama perawatan fase akut di rumah sakit. Penghematan biaya akan terlihat signifikan dalam satu tahun pertama, dan tahun-tahun berikutnya. Dalam satu tahun pertama, pasien paska stroke memerlukan biaya pengobatan dan rehabilitasi. Terbukti, pasien stroke yang dilakukan TIV dan TM, menghabiskan biaya yang lebih rendah dalam setahun pertama. Data tentang penghematan biaya jangka panjang ini berasal dari semua negara, mulai Eropa, Amerika Serikat, Timur Tengah dan Asia. Data ini ditulis secara detail pada buku putih Misi Trombektomi 2020+ (MT2020+) yang di prakarsai oleh Society of Vascular and Interventional Neurology (SVIN). MT2020+ merupakan aktivitas nirlaba yang mengkampanyekan penatalaksanaan trombektomi mekanis agar dapat dilakukan secara merata di seluruh dunia.

Apa mau dikata? meskipun PNPK stroke sudah ditandatangani, konsensus nasional dari Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf (PERDOSSI) juga sudah tersedia, namun tidak tampak aplikasi di lapangan secara nyata, karena terbentur pada soal pembiayaan. Dokter sesungguhnya mengerti standar terapi ini, khususnya TIV dan TM, namun tak berdaya. Kalau kita sendiri tidak menghargai secara layak “Harga Otak” rakyat Indonesia, lalu siapa lagi? Semoga jajaran direksi baru BPJS periode 2021-2026 dapat memberikan prioritas pada tatalaksana stroke akut, utamanya tindakan pengobatan dengan menggunakan TIV dan TM.