Selamat Datang di Dunia Neurovaskular & Neurointervensi

idik

idik

Thursday 7 April 2022

“Brain Charging,” Metode Baru Terapi Epilepsi dan Stroke

Dokter muda dari Surabaya ini begitu percaya diri dengan temuan barunya. Bagaimana tidak, beberapa pasien epilepsi yang telah ditanganinya, menyatakan bahwa badannya lebih nyaman dan kejangnya mengalami perbaikan. Dia yakin, temuannya ini akan menjadi berita fenomenal, dan pasti akan mendapat respons positif dari rakyat Indonesia. Bangsa ini merindukan inovasi baru dari dokter-dokter cerdas. Temuan itu dia namakan metode “Brain Charging.”

 

“Brain Charging,” merupakan metode terapi dengan menggunakan elektrode yang ditempel di permukaan kepala. Penempatan elektrode tersebut diukur dengan seksama sehingga sesuai dengan lokasi tertentu dan menjangkau area otak yang luas. Elektrode tersebut dihubungkan dengan monitor. Dari monitor tersebut tampak gelombang dari setiap area otak. Supaya hasil lebih optimal, pasien diminta tidur selama prosedur 30 menit ini. Makin dalam tidurnya, maka makin baik efeknya. “Brain Charging” mampu menyerap gelombang otak yang abnormal, dan akhirnya otak hanya akan memelihara gelombang yang normal saja. 

 

Agar metode ini dikenal luas, dia sudah berencana untuk mengaplikasikannya pada public figure yang memiliki pengaruh luas. Kemungkinan, media massa akan meliputnya dengan headline besar. Ternyata, cukup sulit mencari public figure yang mau berterus terang bahwa dia menderita epilepsi. 

 

Setelah melakukan pengkajian ulang, ternyata, temuannya ini dapat diaplikasikan pada pasien stroke. Pasien stroke juga mengalami kelainan pada gelombang otak. Gelombang otak yang abnormal pada pasien stroke akan di serap oleh elektrode dan dialihkan ke monitor. Bukankah banyak public figure, pejabat, pengusaha dan orang-orang berada yang menderita stroke? Atau metode ini bisa juga diaplikasikan pada pasien yang takut dirinya menjadi stroke, metode ini bisa sebagai prevensi stroke, tampaknya akan makin banyak yang berminat jika berhubungan dengan stroke.

 

Dia sangat menyadari, semua temuan dan inovasi baru pasti kontroversial. Apalagi di Indonesia. Apabila ada akademisi yang melawan dengan argumen ilmiah dan mengkritik habis temuan barunya ini, dia sudah siap. Makin kuat penolakan kalangan profesional medis, akan makin deras dukungan untuk penemuan ini, baik dari para khalayak maupun netizen dunia maya. Dia sangat yakin argumen ilmiah yang dibangunnya rasional, memiliki dasar teori kuat dan akan menjadi terapi masa depan.

 

Untuk menguji argumen ilmiahnya, dia berdiskusi dengan seorang neurolog. Dengan membawa data beberapa pasien, dia mempresentasikan temuannya ini. Neurolog ini kemudian menyampaikan bahwa temuannya itu bukan barang baru. Itu adalah prosedur EEG (Electro-Enchephalograpy) yang biasa dipakai untuk merekan gelombang otak, untuk mencari gelombang kejang, hanya untuk diagnostik saja. Bagaimana mungkin bisa menjadi prosedur terapi dan menyembuhkan kejang serta stroke? 

 

Alih-alih menjawab dan menerima argumen neurolog tersebut, dia kemudian memutuskan berdiskusi dengan wartawan senior, dan menyampaikan bahwa temuannya ini baru dan inovasi anak bangsa. Entah mengapa ditentang banyak kalangan medis. Wartawan tersebut memang sangat tertarik dengan hal-hal baru yang fenomenal. Wartawan tersebut terkagum-kagum, kemudian menulis dengan bahasa awam seputar temuan ini. Tulisan wartawan tersebut berdampak luas, metode “Brain Charging” kemudian meledak, mendapat dukungan masyarakat, pejabat, sampai anggota DPR, dan metode ini benar-benar menjadi terapi alternatif untuk stroke dan epilepsi. Metode tersebut booming tepat di tahun 2022 Hijriah.