Melakukan penatalaksanaan stroke ternyata memerlukan bukan hanya pengetahuan yang cukup, namun juga teknologi kedokteran yang memadai. Neurologist yang bekerja di daerah perifer tentu memerlukan “energi ekstra” untuk mendapat diagnose yang tepat bagi pasien-pasiennya. Apalagi jika daerah bersangkutan tidak memiliki CT Scan sekalipun !!!.
Berikut adalah contoh kasus, dimana dengan CT Scan dan MRI-pun, dokter masih sering melewatkan tatalaksana seharusnya bagi pasien.
Seorang wanita, 75 tahun datang dengan keluhan kelemahan tubuh kiri. Dilakukan CT Scan kepala dengan hasil sebagai berikut :
CT Scan diatas menunjukkan adanya stroke pada teritori MCA kanan. Pasien di rawat dengan perawatan medicinal. Pasien membaik dan dipulangkan. Beberapa bulan kemudian pasien datang kembali dengan serangan berulang juga pada sisi kiri. Dilakukan MRI dengan hasil (DWI & FLAIR) sebagai berikut :
Pada gambaran DWI didapatkan gambaran stroke akute pada MCA kanan, namun juga didapatkan gambaran deep watershed infaction pada hemisfer kanan, yang artinya terjadi hipoperfusi, sangat mungkin berasal dari stenosis carotid kanan. Apabila dicermati lagi hasil CT scan pada serangan pertama, sebenarnya sudah ada gambaran deep watershed infarction, artinya saat itu stroke yang terjadi juga merupakan hemodynamic stroke dan hal ini di dapat terlihat pada MRI-FLAIR di atas. Pasien ini kembali dilakukan penatalaksanan medicinal, dan membaik.
Beberapa hari kemudian pasien mengalami gangguan keseimbangan, giddiness dan terjatuh. Akhirnya pasien datang ke sebuah rumah sakit dan dilakukan serebral DSA dengan hasil yang cukup mengejutkan, sebagai berikut :
Tampak terjadi stenosis pada subclavia kanan dengan vascularisasi arteri vertebralis kanan yang hipoplastik. Tampak pula stenosis carotid kanan yang hampir total (>95%), sedangkan carotid kiri juga mengalami stenosis berat. Namun yang lebih mengejutkan adalah gambaran DSA berikut :
Tampak stenosis pada ostium arteri vertebralis kiri sekitar 80%. Dan ini merupakan critical stenosis, mengingat arteri vertebralis inilah satu-satunya yang memberikan vaskularisasi untuk sirkulasi posterior, dimana P.Com bilateral juga tidak memberikan suplai optimal.
Akhirnya, dilakukan stenting pada arteri Carotis kanan dan arteri vertebralis kiri sebagai prevensi skunder. Hasilnya adalah sebagai berikut :
Direncanakan pula stenting pada arteri carotis kiri jika ada keluhan dikemudian hari. Stenting pada carotis kiri belum dilakukan saat ini dengan pertimbangan adanya suplai optimal dari kanan ke kiri melalui A.com pasca stenting.
Kasus ini kembali memberikan gambaran bahwa perawatan pasien stroke memerlukan pengetahuan yang cukup, terutama tentang neurovascular dan dinamikanya, lebih dari itu, juga memerlukan teknologi kedokteran yang memadai. Apabila pasien ini tetap dilakukan perawatan medicinal tanpa prevensi intervensi, dapat diramalkan akan mengalami stroke berat akibat penyumbatan arteri carotis interna kanan dan arteri vertebralis kiri dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Mempelajari neurovaskular hanya dari anatomi dan fisiologi saja, seolah melihat pantai hanya dari lukisan dinding yang indah namun tidak bergerak. Mempelajari neurovaskular dengan melakukan dan memahami angiografi serebral, bukan hanya menikmati keindahannya, namun merasakan hembusan angin laut dan deburan ombak pantai yang dinamis sekaligus menggetarkan.
Selamat Datang di Dunia Neurovaskular & Neurointervensi
idik
Wednesday, 27 July 2011
Friday, 22 July 2011
JANGAN AMBIL JALAN PINTAS
Istilah “Jalan Pintas” dalam kehidupan keseharian memiliki konotasi kurang baik. Istilah tersebut sering dipakai untuk seseorang yang ingin mencapai tujuan namun dengan cara cepat tanpa proses normal. Seseorang yang mengambil jalan ini berorientasi hasil, bukan orientasi proses. Padahal proses itulah yang akan membuat seseorang menjadi kuat dan liat. “Jalan Pintas” semacam ini akan membuat kehidupan menjadi abnormal. Generasi yang akan dihasilkanpun adalah generasi rapuh dan mudah menyerah.
Saat mempelajari neurovaskular akan ditemukan pula abnormalitas akibat “Jalan Pintas”. Vaskularisasi otak maupun medula spinalis akan berjalan baik apabila fase arteri diikuti oleh fase vena secara berurutan. Fase vena akan muncul begitu fase arteri selesai. Namun, adakalanya fase vena muncul sebelum fase arteri berakhir. Ada “Jalan Pintas” yang dilewati oleh aliran darah yang langsung masuk ke sistem vena. Hal ini akan menimbulakan suatu keluhan dan tanda, tentu tergantung di area mana kelainan itu berada.
Ambillah contoh seorang laki-laki,57 tahun yang mengeluh vertigo dan mengalami gangguan keseimbangan saat berjalan. Dia juga mengeluhkan adanya suara di belakang telinga kana-kiri. MRI pada pasien ini normal. Pemeriksaan serebral DSA ditemukan gambaran sebagai berikut :
Pada injeksi dengan kontras arteri vertebralis (gambar atas), tampak fase vena yang muncul sangat dini sebelum fase arteri berakhir. Ini mengakibatkan sebagian aliran darah tidak mencapai target seharusnya. Pada injeksi selektif eksternal carotid, tampak fase vena yang sangat dini muncul melalui arteri occipitalis. “Jalan Pintas” ektracranial ke intracranial ini menimbulakan keluhan “bruit” pada penderita, dan dapat terdengar melalui stetoskop. “Jalan Pintas” ini dikenal dengan Arterio-Venous Fistula (AVF).
AVF juga dapat terjadi pada medulla spinalis. Lihatlah gambar MRI yang terjadi pada laki-laki, 18 tahun di bawah ini :
Pada potongan T2 axial tampak adanya ektasis vena. Dan pada potongan T2 sagital tampak pula lintasan vena yang berjalan dari atas ke bawah. Pada Spinal DSA akan tampak jelas fase arteri-vena, injeksi yang dilakukan selektif pada arteri segmental juga akan menunjukkan pada tingkat mana kelainan itu terjadi. Perhatikan hasil spinal DSA berikut ini :
Modalitas diagnostik dengan DSA ini akan sangat membantu menuntut ke arah terapi. Embolisasi pada AVF masih merupakan pilihan utama. Pasien diatas datang dengan keluhan paraplegia, setelah embolisasi keluhannya berangsur membaik, dan evaluasi motorik terdapat perubahan yang bermakna.
Saat mempelajari neurovaskular akan ditemukan pula abnormalitas akibat “Jalan Pintas”. Vaskularisasi otak maupun medula spinalis akan berjalan baik apabila fase arteri diikuti oleh fase vena secara berurutan. Fase vena akan muncul begitu fase arteri selesai. Namun, adakalanya fase vena muncul sebelum fase arteri berakhir. Ada “Jalan Pintas” yang dilewati oleh aliran darah yang langsung masuk ke sistem vena. Hal ini akan menimbulakan suatu keluhan dan tanda, tentu tergantung di area mana kelainan itu berada.
Ambillah contoh seorang laki-laki,57 tahun yang mengeluh vertigo dan mengalami gangguan keseimbangan saat berjalan. Dia juga mengeluhkan adanya suara di belakang telinga kana-kiri. MRI pada pasien ini normal. Pemeriksaan serebral DSA ditemukan gambaran sebagai berikut :
Pada injeksi dengan kontras arteri vertebralis (gambar atas), tampak fase vena yang muncul sangat dini sebelum fase arteri berakhir. Ini mengakibatkan sebagian aliran darah tidak mencapai target seharusnya. Pada injeksi selektif eksternal carotid, tampak fase vena yang sangat dini muncul melalui arteri occipitalis. “Jalan Pintas” ektracranial ke intracranial ini menimbulakan keluhan “bruit” pada penderita, dan dapat terdengar melalui stetoskop. “Jalan Pintas” ini dikenal dengan Arterio-Venous Fistula (AVF).
AVF juga dapat terjadi pada medulla spinalis. Lihatlah gambar MRI yang terjadi pada laki-laki, 18 tahun di bawah ini :
Pada potongan T2 axial tampak adanya ektasis vena. Dan pada potongan T2 sagital tampak pula lintasan vena yang berjalan dari atas ke bawah. Pada Spinal DSA akan tampak jelas fase arteri-vena, injeksi yang dilakukan selektif pada arteri segmental juga akan menunjukkan pada tingkat mana kelainan itu terjadi. Perhatikan hasil spinal DSA berikut ini :
Modalitas diagnostik dengan DSA ini akan sangat membantu menuntut ke arah terapi. Embolisasi pada AVF masih merupakan pilihan utama. Pasien diatas datang dengan keluhan paraplegia, setelah embolisasi keluhannya berangsur membaik, dan evaluasi motorik terdapat perubahan yang bermakna.
Sunday, 17 July 2011
MEMANDANG DENGAN SEBELAH MATA
Judul diatas bukanlah sebuah peribahasa, namun nyata terjadi pada pasien wanita, 66 tahun. Wanita ini tidak mengeluhkan apapun kecuali bola mata kirinya tidak bisa di gerakkan dan kelopak mata kirinya menutup sama sekali. Praktis pasien hanya memandang dengan sebelah mata.
Keluhan ini merupakan opthalmoplegia yang mengenai N III kiri akibat kompresi dari PCom aneurysma. Keluhan ini bisa merupakan satu-satunya keluhan pasien, namun bisa juga disertai dengan SAH. Opthalmoplegia yang mengenai N III akibat kompresi aneurysma sudah umum di ketahui. Keluhan pasien dapat mendadak ataupun memberat secara gradual akibat efek massa. Berikut adalah Gambaran DSA pasien dengan PCom aneurysma :
Ada kontroversi mengenai tindakan yang akan dilakukan, apakah sebaiknya pembedahan atau coiling ? Recovery setelah tindakan bedah telah banyak dilaporkan pada sebagian besar pasien, namun apakah recovery akan terjadi setelah tindakan coiling ?
Pasien diatas akhirnya dilakukan coiling, perhatikan gambar berikut :
Pasien membaik dan mengalami recovery gradual dalam beberapa minggu. Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa coiling memberikan perbaikan pada sebagian besar pasien, namun ini juga dipengaruhi oleh disfungsi N III saat pasien dilakukan coiling, apakah disfungsinya hanya parsial atau komplit. Perbaikan dilaporkan rata-rata 4-14 hari setelah tindakan. Secara umum, baik setelah pembedahan ataupun coiling,yang pertama kali mengalami recovery fungsional adalah muskulus levator palpebrae, diikuti oleh muskulus rektus medialis, muskulus rektus superior, muskulus konstriktor iris, dan muskulus ciliaris (Hanse MCJ et al.,2008; Am J Neuroradiol 29:988–90).
Pesan yang ingin disampaikan sebenarnya adalah jangan memandang sebelah mata (underestimate) pasien dengan keluhan opthalmoplegia, baik parsial maupun total. Pasien sebaiknya dilakukan pemeriksaan serebral DSA untuk menyingkirkan adanya PCom Aneurysma.
Keluhan ini merupakan opthalmoplegia yang mengenai N III kiri akibat kompresi dari PCom aneurysma. Keluhan ini bisa merupakan satu-satunya keluhan pasien, namun bisa juga disertai dengan SAH. Opthalmoplegia yang mengenai N III akibat kompresi aneurysma sudah umum di ketahui. Keluhan pasien dapat mendadak ataupun memberat secara gradual akibat efek massa. Berikut adalah Gambaran DSA pasien dengan PCom aneurysma :
Ada kontroversi mengenai tindakan yang akan dilakukan, apakah sebaiknya pembedahan atau coiling ? Recovery setelah tindakan bedah telah banyak dilaporkan pada sebagian besar pasien, namun apakah recovery akan terjadi setelah tindakan coiling ?
Pasien diatas akhirnya dilakukan coiling, perhatikan gambar berikut :
Pasien membaik dan mengalami recovery gradual dalam beberapa minggu. Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa coiling memberikan perbaikan pada sebagian besar pasien, namun ini juga dipengaruhi oleh disfungsi N III saat pasien dilakukan coiling, apakah disfungsinya hanya parsial atau komplit. Perbaikan dilaporkan rata-rata 4-14 hari setelah tindakan. Secara umum, baik setelah pembedahan ataupun coiling,yang pertama kali mengalami recovery fungsional adalah muskulus levator palpebrae, diikuti oleh muskulus rektus medialis, muskulus rektus superior, muskulus konstriktor iris, dan muskulus ciliaris (Hanse MCJ et al.,2008; Am J Neuroradiol 29:988–90).
Pesan yang ingin disampaikan sebenarnya adalah jangan memandang sebelah mata (underestimate) pasien dengan keluhan opthalmoplegia, baik parsial maupun total. Pasien sebaiknya dilakukan pemeriksaan serebral DSA untuk menyingkirkan adanya PCom Aneurysma.
MENYAKSIKAN, BUKAN HANYA MEYAKINI
Membaca kehidupan para Sufi, bisa didapatkan dari berbagai kitab klasik pesantren. Kitab klasik ini lebih di kenal dengan nama “kitab kuning”, karena memang kertasnya berwarna kuning dan menjadikan lebih sejuk bagi mata yang membacanya. Dalam kitab tersebut dijelaskan bagaimana para Sufi mencari dan mencintai Tuhan. Tingkatan yang tertinggi dari kecintaan itu adalah tatkala para Sufi bukan hanya meyakini keberadaan Tuhan, namun juga “menyaksikan” keberadaan-Nya. Tingkatan ini disebut tingkatan Ma'rifat.
Dalam praktek klinis neurologis, seringkali dokter berhadapan dengan pasien SAH yang diyakini mengalami vasospasme. Namun dalam banyak kasus, dokter bersangkutan tidak meyaksikan secara langsung bagaimana vasospasme terjadi. Terjadinya vasospasme dapat diketahui melalui kondisi klinis pasien, misalnya terjadi defisit fokal neurologis setelah SAH, karena memang vasospasme akan menyebabkan infark pada area bersangkutan. Atau vasospasme dapat diketahui secara tidak langsung menggunakan Transcranial Doppler (TCD) dengan pengukuran melalui bone window, kemudian didapatkan nilai (Peak, Mean, P.I, R.I) pada ICA, MCA, ACA maupun PCA. Pengukuran dengan TCD sangat tergantung pada operator. Pengalaman klinis membuktikan bahwa dalam beberapa kasus didapatkan pemeriksaan TCD yang normal meskipun didapatkan vasospasme.
Menyaksikan vasospasme yang sesungguhnya hanya mungkin melaui serebral DSA. Akan tampak pembuluh darah yang menyempit (spasme), terutama pada lokasi dengan jumlah darah yang cukup tebal pada rongga subarachnoid sesuai gambaran CT Scan kepala. Apabila terlihat adanya vasospasme yang cukup signifikan, seorang neurointervensionist akan melakukan pemberian intra arterial (IA) nimodipin, atau dengan melakukan ballooning. Perhatikanlah gambaran serebral DSA berikut :
Gambar diatas adalah pasien dengan A.Com aneurysma. Tampak adanya vasospasme yang signifikan pada distal ICA, MCA dan ACA. Lalu bandingkanlah dengan Gambaran DSA berikut yang dilakukan beberapa minggu setelah coiling dilakukan :
Tampak adanya perbedaan yang nyata antara gambaran serebral DSA pertama dan kedua. Gambaran DSA ini juga sesuai dengan klinis pasien. Pasien yang mulanya datang dengan nyeri kepala hebat dan disorientasi,kemudian membaik tanpa keluhan apapun.
Ternyata “menyaksikan” bukan hanya memperteguh “keyakinan,” namun juga memberikan kepuasan dan penghayatan yang demikian dalam.
Dalam praktek klinis neurologis, seringkali dokter berhadapan dengan pasien SAH yang diyakini mengalami vasospasme. Namun dalam banyak kasus, dokter bersangkutan tidak meyaksikan secara langsung bagaimana vasospasme terjadi. Terjadinya vasospasme dapat diketahui melalui kondisi klinis pasien, misalnya terjadi defisit fokal neurologis setelah SAH, karena memang vasospasme akan menyebabkan infark pada area bersangkutan. Atau vasospasme dapat diketahui secara tidak langsung menggunakan Transcranial Doppler (TCD) dengan pengukuran melalui bone window, kemudian didapatkan nilai (Peak, Mean, P.I, R.I) pada ICA, MCA, ACA maupun PCA. Pengukuran dengan TCD sangat tergantung pada operator. Pengalaman klinis membuktikan bahwa dalam beberapa kasus didapatkan pemeriksaan TCD yang normal meskipun didapatkan vasospasme.
Menyaksikan vasospasme yang sesungguhnya hanya mungkin melaui serebral DSA. Akan tampak pembuluh darah yang menyempit (spasme), terutama pada lokasi dengan jumlah darah yang cukup tebal pada rongga subarachnoid sesuai gambaran CT Scan kepala. Apabila terlihat adanya vasospasme yang cukup signifikan, seorang neurointervensionist akan melakukan pemberian intra arterial (IA) nimodipin, atau dengan melakukan ballooning. Perhatikanlah gambaran serebral DSA berikut :
Gambar diatas adalah pasien dengan A.Com aneurysma. Tampak adanya vasospasme yang signifikan pada distal ICA, MCA dan ACA. Lalu bandingkanlah dengan Gambaran DSA berikut yang dilakukan beberapa minggu setelah coiling dilakukan :
Tampak adanya perbedaan yang nyata antara gambaran serebral DSA pertama dan kedua. Gambaran DSA ini juga sesuai dengan klinis pasien. Pasien yang mulanya datang dengan nyeri kepala hebat dan disorientasi,kemudian membaik tanpa keluhan apapun.
Ternyata “menyaksikan” bukan hanya memperteguh “keyakinan,” namun juga memberikan kepuasan dan penghayatan yang demikian dalam.
SAAT MATA TAK DAPAT MELIHAT
Apa yang terlihat oleh mata dhohir memiliki keterbatasan. Apalagi kalau fakta tersebut berhubungan dengan sesuatu yang sifatnya politik praktis, pastilah terdapat banyak tafsir disana. Bagi pemain sepakbola, menendang bola ke arah belakang, samping kanan atau kiri, sebenarnya tujuannya adalah ke arah gawang. Melihat sesuatu hanya dari satu sudut pandang dhohir adalah absurd, namun meninggalkan sama sekali penglihatan dhohir dan hanya berpegang pada kekuatan asumsi dan interpretasi juga sebuah kesalahan.
Dalam melakukan diagnose klinis, seorang neurologist tidak hanya berpegang pada imejing, atau temuan laboratoris. Pengambilan riwayat penyakit dan pemeriksaan klinis memiliki nilai yang tinggi. Melakukan interpretasi terhadap beberapa fakta dan memformulasikannya dalam bentuk diagnosis, kemudian menjadikan interpretasi tersebut sebagai sebuah dasar terapi adalah keterampilan yang perlu terus diasah. Sudah umum dikenal dikalangan klinisi ungkapan “Don’t treat the figure”, dokter tidak boleh memutuskan terapi hanya berdasar CT Scan, EEG, ECG dll tanpa mengkorelasikan dengan data klinis lainnya.
Perhatikanlah hasil CT Scan kepala berikut ini :
Hasil CT Scan diatas menunjukkan suatu gambaran hiperdensitas arteri basilaris, namun MCA sebelah kanan juga menunjukkan hiperdensitas. Adakah ini merupakan thrombosis pada arteri basilaris ? ataukan ini merupakan gambaran “ Hyperdense MCA sign” yang banyak terlihat pada thrombosis cabang MCA pada stroke < 6 jam ? Namun, kedua gambaran ini mungkin saja merupakan sesuatu yang normal. Dan pada pasien ini dokter melihatnya sebagai “normal”. Perhatikanlah CT Scan 24 Jam setelah CT Scan pertama :
Pada CT Scan kedua ini tampak suatu area infark luas. Kalau dianalisa lebih lanjut, infarknya meliputi area PCA dan arteri serebellar. Namun, dimana kira-kira lokasi persis infarknya ? Lokasinya adalah pada arteri basilaris dibawah AICA. Pada CT Scan masih terlihat bagian serebellum inferior yang normal, dan ini mendapat vaskularisasi dari PICA. PICA sendiri merupakan cabang arteri vertebralis intracranial, jika bukan pada arteri basilaris di bawah AICA, tentulah penyumbatan itu pada arteri vertebralis bilateral di atas PICA, kemungkinan ini sangat kecil terjadi.
Andai saja gambaran ini bisa terlihat sebelumnya, masih mungkin dilakukan intra arterial (IA) trombolysis dengan “window period” 12 jam setelah onset. Waktu 12 jam ini berdasarkan pertimbangan bahwa stroke pada sirkulasi posterior mengancam jiwa dan manfaat IA trombolysis lebih besar di banding madharat-nya. Sedang pada sirkulasi anterior, “window period” hanya 6 jam.
Dalam melakukan diagnose klinis, seorang neurologist tidak hanya berpegang pada imejing, atau temuan laboratoris. Pengambilan riwayat penyakit dan pemeriksaan klinis memiliki nilai yang tinggi. Melakukan interpretasi terhadap beberapa fakta dan memformulasikannya dalam bentuk diagnosis, kemudian menjadikan interpretasi tersebut sebagai sebuah dasar terapi adalah keterampilan yang perlu terus diasah. Sudah umum dikenal dikalangan klinisi ungkapan “Don’t treat the figure”, dokter tidak boleh memutuskan terapi hanya berdasar CT Scan, EEG, ECG dll tanpa mengkorelasikan dengan data klinis lainnya.
Perhatikanlah hasil CT Scan kepala berikut ini :
Hasil CT Scan diatas menunjukkan suatu gambaran hiperdensitas arteri basilaris, namun MCA sebelah kanan juga menunjukkan hiperdensitas. Adakah ini merupakan thrombosis pada arteri basilaris ? ataukan ini merupakan gambaran “ Hyperdense MCA sign” yang banyak terlihat pada thrombosis cabang MCA pada stroke < 6 jam ? Namun, kedua gambaran ini mungkin saja merupakan sesuatu yang normal. Dan pada pasien ini dokter melihatnya sebagai “normal”. Perhatikanlah CT Scan 24 Jam setelah CT Scan pertama :
Pada CT Scan kedua ini tampak suatu area infark luas. Kalau dianalisa lebih lanjut, infarknya meliputi area PCA dan arteri serebellar. Namun, dimana kira-kira lokasi persis infarknya ? Lokasinya adalah pada arteri basilaris dibawah AICA. Pada CT Scan masih terlihat bagian serebellum inferior yang normal, dan ini mendapat vaskularisasi dari PICA. PICA sendiri merupakan cabang arteri vertebralis intracranial, jika bukan pada arteri basilaris di bawah AICA, tentulah penyumbatan itu pada arteri vertebralis bilateral di atas PICA, kemungkinan ini sangat kecil terjadi.
Andai saja gambaran ini bisa terlihat sebelumnya, masih mungkin dilakukan intra arterial (IA) trombolysis dengan “window period” 12 jam setelah onset. Waktu 12 jam ini berdasarkan pertimbangan bahwa stroke pada sirkulasi posterior mengancam jiwa dan manfaat IA trombolysis lebih besar di banding madharat-nya. Sedang pada sirkulasi anterior, “window period” hanya 6 jam.
Sunday, 10 July 2011
BUKAN HANYA PILOT YANG BUTUH JAM TERBANG
Dunia neurointervensi tidak hanya memerlukan skill saat prosedur dilakukan, namun juga memerlukan kejelian memahami angiografi dan analisa klinis yang tajam. Seorang neurointervensionist yang mengandalkan skill saja, akan melewatkan suatu temuan yang penting dan sebenarnya merupakan problem klinis pasien bersangkutan. Sebaliknya, tanpa skill memadai, hasil angiografi yang didapat tidak maksimal, dalam beberapa kasus malah menimbulkan komplikasi pasca prosedur. Perhatikanlah gambar berikut, dan kira-kira apa yang sesungguhnya kita lihat ?
Ini merupakan gambar angiografi ICA kiri. Apakah yang terjadi dengan ICA ini ? Apakah ini merupakan vascular diseases ? Ataukah ini suatu stenosis ? Yang sebenarnya terjadi adalah suatu vasospasme akibat manipulasi wire atau kateter. Vasospasme ini hanya terjadi sementara dan akan menghilang dalam beberapa saat dan tidak memerlukan terapi sebagaimana vasospasme pada SAH. Dalam derajad yang lebih berat, akibat mekanik dari tindakan akan menyebabkan dissecting artery. Karena itu diperlukan periode waktu tertentu untuk menjadi seorang neurointervensionist sehingga relatif aman dalam melakukan tindakan.
Untuk gambaran angiografi berikut dibawah ini, apa kira-kira yang kita dapatkan ? Ini adalah Injeksi ICA kiri pada seorang remaja, 17 tahun yang datang dengan perdarahan intraserebral berulang pada hemisfer kiri.
Gambaran angiografi ini tampaknya normal. Namung mengapa bisa terjadi dua kali serangan perdarahan intraserebral ? Apabila kita bisa mengkorelasikan antara temuan pada CT Scan/MRI dan gejala klinis pasien, kita akan melihat satu gambaran AVM yang sangat kecil pada cabang temporo-occipital dari MCA kiri, marilah kita perhatikan dan kita cermati kembali gambar diatas. Nah, kita sudah menemukannya ! Dengan melakukan magnifikasi saat DSA gambaran itu akan semakin jelas terlihat, DSA juga perlu dari beberapa posisi untuk mendapat gambar dengan kualitas maksimal.
Ternyata, bukan hanya Pilot Pesawat yang memerlukan jam terbang, Pilot yang bekerja di Cathlab-pun memerlukannya........
Gambaran angiografi ini tampaknya normal. Namung mengapa bisa terjadi dua kali serangan perdarahan intraserebral ? Apabila kita bisa mengkorelasikan antara temuan pada CT Scan/MRI dan gejala klinis pasien, kita akan melihat satu gambaran AVM yang sangat kecil pada cabang temporo-occipital dari MCA kiri, marilah kita perhatikan dan kita cermati kembali gambar diatas. Nah, kita sudah menemukannya ! Dengan melakukan magnifikasi saat DSA gambaran itu akan semakin jelas terlihat, DSA juga perlu dari beberapa posisi untuk mendapat gambar dengan kualitas maksimal.
Ternyata, bukan hanya Pilot Pesawat yang memerlukan jam terbang, Pilot yang bekerja di Cathlab-pun memerlukannya........
Saturday, 9 July 2011
DARI KERAGUAN MENUJU KEYAKINAN
Dalam praktek klinis sehari-hari sebagai Neurologist, seringkali ada kasus dimana kita ragu dalam menentukan diagnosis hanya dari satu modalitas diagnostik. Kasus berikut mungkin salah satu contohnya. Seorang wanita, 53 tahun dengan Nyeri kepala mendadak dan penurunan kesadaran. Lihatlah hasil CT scan kepala berikut ini :
Kita bisa memastikan ini adalah SAH. Pertanyaan berikutnya, apakah penyebab SAH pada kasus ini ? Sebagian besar kasus SAH (sekitar 80-85%) diakibatkan oleh pecahnya aneurysma. Kalaupun ini merupakan aneurysmal SAH, dimana kira-kira lokasi aneurysma-nya ? Dengan menganalisis CT Scan kepala ini kita bisa memperkirakan lokasi aneurysma berdasar skor Hijdra (Hijdra et. al,1990. Stroke 21: 1156–1161.). Skor ini menganalisa lokasi penyebaran perdarahan pada masing-masing sisterna, sebagaimana berikut :
Kita tidak membahas bagaimana menghitungnya, namun dari skor ini bisa diprediksi dimana lokasi aneurysma berada. Sayangnya, skor ini memiliki nilai prediksi paling tinggi 80%, itupun untuk lokasi aneurysma pada Acom atau ICA bifurcation.
Setelah melihat gambaran CT Scan diatas, kita sebagaian besar akan menebak lokasi aneurysma pada ICA bifurcation kanan, dengan alasan tampak darah mengumpul disebagian besar cisterna sebelah kanan, terdapat bentukan menyerupai aneurysma pada lokasi ICA bifurcation kanan. Namun, benarkah itu aneurysma nya ? Dan benarkah lokasinya disana ?
Sebagai klinisi, kita melangkah dari sesuatu yang masih meragukan menuju keyakinan. Gold standard pada SAH adalah DSA serebral. Beberapa dokter hanya berhenti pada CT Scan, merawat pasien dengan perawatan medical, dan saat pasien membaik dipulangkan. Sesungguhnya, dokter tersebut telah membiarkan bom waktu untuk kembali meledak kedua kalinya, dan tanpa berusaha mengetahui dimana letak aneurysma dan mengatasinya. Yang terjadi kemudian adalah pasien datang kembali dalam waktu beberapa bulan kedepan dengan kondisi klinis yang jauh lebih berat dari serangan pertama.
Baiklah, adakah asumsi kita tentang aneurysma dan lokasinya sudah tepat ? Lihatlah gambaran DSA berikut :
Injeksi kontras pada RICA menunjukkan adanya A1 yang aplastik. Gambaran ini semakin meyakinkan kita adanya aneurysma, mengapa ? Hampir dapat dipastikan teritori ACA kanan mendapat vaskularisasi dari kontralateral melui Acom. Kondisi yang demikian akan mengakibatkan terbentuknya aneurysma pada Acom. Dan pada injeksi kontras LICA tampak gambaran berikut :
Tampak gambaran aneurysma pada Acom sesuai analisa sebelumnya. Maka, saat ini kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa SAH tersebut disebabkan oleh aneurysma. Kesimpulan kedua, lokasi aneurysma bukanlah pada ICA bifurcation kanan sesusai perkiraan pada CT Scan, namun pada Acom. Kesimpulan ini membawa kita pada keputusan klinis penting yaitu bahwa aneurysmal SAH ini perlu dilakukan tindakan. Tindakan tersebut berupa coiling oleh Interventional Neurologist atau clipping oleh Neurosurgeon. Diskusi tentang Coiling Vs Clipping akan menjadi topik yang semakin menarik, dan tentu tidak pada halaman ini.
Tentang KERAGUAN dan KEYAKINAN, mengingatkan kita pada satu kaidah Ushul Fiqh berbahasa arab yang sangat populer dikalangan pesantren : "Al Yaqiinu Laa Yuzaalu Bissyak", Keyakinan tidak bisa dihilangkan dengan adanya Keraguan, meskipun kaidah ini tidak sepenuhnya relevan di aplikasikan pada kasus ini.
Kita bisa memastikan ini adalah SAH. Pertanyaan berikutnya, apakah penyebab SAH pada kasus ini ? Sebagian besar kasus SAH (sekitar 80-85%) diakibatkan oleh pecahnya aneurysma. Kalaupun ini merupakan aneurysmal SAH, dimana kira-kira lokasi aneurysma-nya ? Dengan menganalisis CT Scan kepala ini kita bisa memperkirakan lokasi aneurysma berdasar skor Hijdra (Hijdra et. al,1990. Stroke 21: 1156–1161.). Skor ini menganalisa lokasi penyebaran perdarahan pada masing-masing sisterna, sebagaimana berikut :
A : frontal interhemispheric fissure;
B : sylvian fissure, lateral parts
C : sylvian fissure, basal parts
D : suprasellar cistern
E : ambient cisterns
F : quadrigeminal cistern
Kita tidak membahas bagaimana menghitungnya, namun dari skor ini bisa diprediksi dimana lokasi aneurysma berada. Sayangnya, skor ini memiliki nilai prediksi paling tinggi 80%, itupun untuk lokasi aneurysma pada Acom atau ICA bifurcation.
Setelah melihat gambaran CT Scan diatas, kita sebagaian besar akan menebak lokasi aneurysma pada ICA bifurcation kanan, dengan alasan tampak darah mengumpul disebagian besar cisterna sebelah kanan, terdapat bentukan menyerupai aneurysma pada lokasi ICA bifurcation kanan. Namun, benarkah itu aneurysma nya ? Dan benarkah lokasinya disana ?
Sebagai klinisi, kita melangkah dari sesuatu yang masih meragukan menuju keyakinan. Gold standard pada SAH adalah DSA serebral. Beberapa dokter hanya berhenti pada CT Scan, merawat pasien dengan perawatan medical, dan saat pasien membaik dipulangkan. Sesungguhnya, dokter tersebut telah membiarkan bom waktu untuk kembali meledak kedua kalinya, dan tanpa berusaha mengetahui dimana letak aneurysma dan mengatasinya. Yang terjadi kemudian adalah pasien datang kembali dalam waktu beberapa bulan kedepan dengan kondisi klinis yang jauh lebih berat dari serangan pertama.
Baiklah, adakah asumsi kita tentang aneurysma dan lokasinya sudah tepat ? Lihatlah gambaran DSA berikut :
Injeksi kontras pada RICA menunjukkan adanya A1 yang aplastik. Gambaran ini semakin meyakinkan kita adanya aneurysma, mengapa ? Hampir dapat dipastikan teritori ACA kanan mendapat vaskularisasi dari kontralateral melui Acom. Kondisi yang demikian akan mengakibatkan terbentuknya aneurysma pada Acom. Dan pada injeksi kontras LICA tampak gambaran berikut :
Tampak gambaran aneurysma pada Acom sesuai analisa sebelumnya. Maka, saat ini kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa SAH tersebut disebabkan oleh aneurysma. Kesimpulan kedua, lokasi aneurysma bukanlah pada ICA bifurcation kanan sesusai perkiraan pada CT Scan, namun pada Acom. Kesimpulan ini membawa kita pada keputusan klinis penting yaitu bahwa aneurysmal SAH ini perlu dilakukan tindakan. Tindakan tersebut berupa coiling oleh Interventional Neurologist atau clipping oleh Neurosurgeon. Diskusi tentang Coiling Vs Clipping akan menjadi topik yang semakin menarik, dan tentu tidak pada halaman ini.
Tentang KERAGUAN dan KEYAKINAN, mengingatkan kita pada satu kaidah Ushul Fiqh berbahasa arab yang sangat populer dikalangan pesantren : "Al Yaqiinu Laa Yuzaalu Bissyak", Keyakinan tidak bisa dihilangkan dengan adanya Keraguan, meskipun kaidah ini tidak sepenuhnya relevan di aplikasikan pada kasus ini.
Friday, 8 July 2011
INDAHNYA HIDUP BERTETANGGA
Siapakah yang akan membantu kita saat tiba-tiba saja rumah kita terbakar atau kita jatuh pingsan ? Tentu tetangga terdekat kita. Teman terbaik kita di kantor, saudara, sahabat atau siapapun yang kita anggap spesial mungkin hanya akan datang kemudian. Karena itu berbuat baik terhadap tetangga sangat dianjurkan. Deskripsi ini akan mengantar kita pada satu kasus menarik. Seorang wanita 37 tahun yang mengeluhkan kelemahan tubuh sebelah kanan (hemiparesis) namun membaik sempurna setelah satu minggu.
Hasil MRI kepala (FLAIR) didapatkan lesi kecil pada teritori MCA kiri, perhatikan gambar berikut :
Pada gambaran MRA ditemukan stenosis yang cukup signifikan pada MCA kiri, tepatnya pada M1, namun masih ditemukan cabang anterior temporal MCA kiri, perhatikan gambar berikut :
Membandingkan gambaran MRI dan MRA ini memunculkan suatu pertanyaan, mengapa gambaran stenosis cukup berat pada MRA hanya menimbulkan lesi kecil pada MRI, dan yang lebih penting mengapa gejala klinis yang muncul membaik hampir sempurna ? Jawabannya ternyata jelas setelah dilakukan DSA (Digital Subtraction Angiography) serebral. Injeksi kontras pada LICA tampak suatu anastomose kortiko-kortikal antara MCA-PCA kiri, juga menunjukkan adanya angiomatous change pada perforator (lenticulostriate artery) yang jelas bila dilihat pada posisi AP. Perhatikan gambar berikut :
Vaskularisasi pada MCA kiri juga mendapat bantuan dari P.Com kiri, perhatikan gambar berikut ini dan bandingkan sisi kiri dan kanan :
Akhirnya, injeksi kontras pada LECA menunjukkan gambaran yang sangat indah, yaitu anastomose antara Middle Meningeal Artery (MMA) dengan cabang MCA, tepatnya pada segmen anterior parietal kiri. Perhatikan dua gambar berikut :
Karena memiliki anastomosis yang baik, gejala klinis pada wanita ini menjadi tidak signifikan. Teritori MCA yang hilang mendapat bantuan dari tetangganya, yaitu PCA, perforator, PCom dan bahkan, kasus yang jarang terjadi, dari MMA.
Maka, dari pendekatan neurointervensi, pasien ini tidak memerlukan stenting intracranial meskipun dengan stenosis MCA kiri yang signifikan. Pembuluh darah tetangganya sudah dapat membantu memberikan vaskularisasi pada area yang terganggu. Tindakan medis yang perlu diberikan adalah best medical mangement dan closed evaluation. Stenting intracranial mungkin diperlukan jika manajemen ini gagal.
Ternyata hidup bertetangga demikian indahnya.
Subscribe to:
Posts (Atom)