Selamat Datang di Dunia Neurovaskular & Neurointervensi

idik

idik

Saturday, 21 December 2019

Ibu, mana lagi cubitmu itu...

Ibu, aku rindu kecilku...
Kala cubitmu datang tiba tiba, 
saat aku lalai waktu sholatku...

Ibu, aku rindu kecilku...
Kala marahmu terus ku hafal,
Karena aduan adik-adikku,
Yang ku-usili sepanjang waktu..

Ibu, aku rindu kecilku...
Saat kau dudukkan aku dengan nasehat panjang,
Kala kurang hormat, pada guru dan tamu....

Ibu, aku rindu kecilku....
Kala aku diam-diam menyelinap...
Menghindari omelan panjangmu, 
Saat bermain seharian tak ingat waktu..

Ibu, takkan ku lupa masa kecilku..
Saat sunyi....diam-diam....
Selalu ku dengar doa lirihmu.....
Pada setiap penghujung sholatmu...

"Jadikanlah anak-anakku....orang yang berilmu pengetahuan, yang berbuat kebaikan, dan yang memiliki ketaqwaan"

Doa yang terus kau ulang-ulang...
Untuk kami kecil....
Yang melelahkan-mu sepanjang waktu....

Ibu......mana lagi cubitmu itu...
Aku telah lama tak merasakannya....
Cubitlah sedikit lagi....
Agar aku dapat memenuhi doa dan sisa harapamu.....

Ibu....
Allah senantiasa menyayangimu....
Sebagaimana sayangmu yang tak pernah berujung..
Pada kami anak-anakmu.....

Desember 21, 2019

Thursday, 14 November 2019

Syair ini relevan dengan Neurovascular Diseases

Silent Stroke

Kalau yang sunyi engkau anggap tiada,
Maka bersiaplah terbangun mendadak dari tidurmu
Oleh ledakannya

Unrupture Aneurysm

Kalau yang diam engkau remehkan,
Bikinlah perahu,
Agar di dalam banjir nanti engkau tidak tenggelam

Small Brain AVM

Kalau yang tak terlihat oleh pandanganmu engkau tiadakan,
Bersiaplah jatuh
Tertabrak olehnya

Dan kalau yang kecil engkau sepelekan,
Bersiaplah, menikmati kekerdilanmu
Dalam genggaman kebesarannya

(Emha Ainun Najib)

Sunday, 27 October 2019

Stroke dan wajah Neurolog ?

Menjelang hari Stroke sedunia…..
Betapa semarak, …
Banyak acara di mana-mana
Pekik “Stroke” menggema..
Di radio, di televisi, di koran-koran.. 
Ratusan poster terpampang, sangat mudah terbaca…..

Ada gerakan senam otak gembira….
Ada juga Stroke Run ceria….
Namun, tergambar risau wajah neurolog
Antara harapan pasti dan ketakutan tersembunyi

Beginilah bunyi kampanye…..
Stroke, angka mortalitasnya tertinggi….!
Stroke penyebab kecacatan utama……!
Maka cepatlah datang bila ada gejala..
Carilah neurolog dimanapun berada…..

Evidence Base meyakinan luar biasa..
Ada trombolisis intravena…
Trombektomi mekanis juga tersedia ….
Semuanya tercatat tebal dalam PNPK….
MENKES telah menyetujuinya……

Tibalah tengah malam telpon berdering……
Saatnya Neurolog galau merinding……
Semoga pasien yang datang, 
Bukanlah kandidat trombolisis…..
Semoga pasien yang datang,
Bukanlah kandidat trombektomi….

Ada apa dengan gumam mereka ini…….
Berlawanan dengan pekik kampanye siang hari,
Sungguh,…..kata mereka….
Tuntutan PNPK yang membumbung tinggi….
Bertekuk lutut pada BPJS tak terperi…..

Sudahlah kawan, jangan peduli…..
Pekik dan teriakkan saja…. 
“Stroke, Don’t be The One……”
Adapun yang lain, urusan belakangan…..

Selamat Hari Stroke, 29 Oktober

Monday, 30 September 2019

Neuro Zaman Now.......

Deru ambulan memecah riuhnya kota. Lalu lintasnya yang padat sedikit terbelah. Terlihat ambulan memasuki jalan sempit, kemudian keluar dengan seorang pasien didalamnya. Ambulan berjalan tak jauh, hanya beberapa ratus meter, lalu berhenti di stasiun pengisian bahan bakar. Ambulan tidak hendak mengisi bensin, namun memindahkan pasien menuju mobil yang lebih besar, mobil ini tak bisa memasuki gang sempit, tempat dimana pasien tinggal. Mobil ini bertuliskan Mobile Stroke Unit (MSU). Di depan MSU, tampak 4 orang siap menunggu, seorang dokter, perawat, radiografer dan seorang driver. CT scan kepala dilakukan dalam waktu singkat, hasilnya terkirim ke tiga tujuan, Emergency Room (ER) - Radiology, tim neurologi, dan tim neurointervensi. Evaluasi CT scan menyimpulkan tidak didapatkan perdarahan. Maka, IV rtPA segera diberikan.

MSU meluncur menuju ER. Begitu turun, persis diseberang pintu ER,  brankar di dorong ke sebuah ruangan, muncullah angka pada monitor, menunjukkan  berat badan pasien, selanjutnya pasien dipindahkan ke brankar yang telah lengkap dengan monitor vital sign, dan stopwatch. Kemudian stopwatch berukuran besar tersebut diaktifkan, evaluasi klinis dilakukan oleh Residen neurologi.

Dari ASPECS score pada CT scan dan gambaran klinis neurologis, dicurigai adanya large vessel occlusion (LVO), segera pasien didorong menuju ruangan radiologi, multiphase CT Angiografi dilakukan, butuh waktu hanya 10 menit. Maka, head dan neck vessel serta skor kolateral dapat dievaluasi. Pasien mengalami oklusi pada pangkal middle cerebral artery, dan terhitung memiliki skor kolateral 4. Pasien kemudian didorong menuju cathlab, karena indikasi kuat untuk dilakukan trombektomi. 

Karena pasien sadar dan kooperatif, tim Neurointervensi melakukan DSA dan trombektomi hanya dengan lokal anastesi. Clot dapat dikeluarkan dalam waktu 40 menit. Pasien membaik signifikan sejak turun dari meja cathlab. Kemudian pasien di transfer ke stroke unit untuk observasi. Hari kelima, pasien poliklinis dan tidak didapatkan defisit neurologis.

Narasi diatas bukan di Amerika atau Eropa. Ini terjadi di negara tetangga kita, di Siriraj Hospital Thailand. Padatnya kota Bangkok tidak menghalangi response time penanganan pasien stroke. MSU yang tersedia sejak Mei tahun lalu, ternyata meningkatkan jumlah pemberian IV rtPA dan jumlah trombektomi secara signifikan.

MSU hanya satu saja diantara sekian strategi untuk memangkas waktu. Lebih penting dari itu adalah kemauan sungguh-sungguh untuk membentuk sistem dan teamwork yang berkomitmen tinggi. Ujung tombak pelayanan sejak dari MSU sampai stroke unit adalah Residen. Konsultan memantau, mengevaluasi dan meyakinkan bahwa flow berjalan baik.

Adakah kita sudah melakukannya di senter kita masing-masing ? Sejatinya, kita sendiri sudah bisa menjawabnya, tidak perlu menunggu jawaban dari rumput tetangga yang sedang bergoyang. 
Bukankah  semua   bermula   dari   diri   kita   sendiri ,  seperti  kata Rumi, "Yesterday I was clever, I want to change the world. Today I am wise, so I want to change myself."

Tuesday, 3 September 2019

History of Vessel : “Siapakah Saya ?”

Tak terasa, adik-adik saya sudah besar. Mereka telah mandiri. Mereka telah mampu memberikan manfaat pada lingkungan sekitarnya. Sebagai anak sulung, memang tugas saya sekedar mengantar mereka. Saat ini, saya mengawasi mereka dari jauh saja, dari dalam rumah yang nyaman dan dingin.

Semenjak mereka tumbuh besar, tidak banyak lagi orang yang mengenal saya, kecuali sedikit saja dari mereka. Biasanya mereka akan mengingat saya lagi, jika ada suatu masalah yang muncul. Masalah disekitar kamar, tempat saya tinggal. Maka, saat itu, nama saya akan disebut-sebut kembali. 

Tugas saya sekarang hanya merawat beberapa bagian kecil saja, tidak seperti sebelumnya, yang merawat hampir seisi rumah. Meskipun tugas itu kini tidak banyak, namun tugas ini rasanya cukup penting. 

Apabila ditanya apa peran penting saya saat ini, agak sulit menjawabnya. Namun, peran saya baru bisa dikenali apabila saya sudah tidak mampu bertugas. Bukankan ada ungkapan yang mengatakan, “menilai seseorang bermanfaat bagi sekitarnya atau tidak, lihatlah saat ia tiada. Jika semua orang mencari dan menyesali kepergiannya, dia adalah orang yang bermanfaat bagi lingkungannya. Jika tidak ada yang meributkan kepergian-nya, maka sesungguhnya dia selama ini ada, namun seolah tiada”

Jika saya meninggalkan tugas saya, maka seorang individu akan mengalami gejala kelumpuhan separo tubuh, gangguan lapang penglihatan, gangguan perasa. Pada beberapa kasus, akan muncul gejala gangguan kognitif, atau gejala “typical pure vascular parkinsonism.” Gejala parkinsonism yang sesungguhnya.

Saat saya tak mampu bertugas, masih ada yang akan berusaha mengambil peran saya, saudara kembar saya, yang berasal dari kamar belakang, menjulurkan tangan, berusaha membantu agar peran saya tidak hilang. Ukuran saya bisa pendek (short and dysplastic) atau panjang (long and hyperplastic).

Apabila bersama saya ada aneurisma, maka aneurisma ini umumnya kecil saja, sering tak tampak pada CT angiografi, namun jika pecah, gambaran perdarahan tampak diffuse pada CT scan. Kalau bersama saya ada AVM, maka lokasi AVM-nya dalam (deep), sulit dijangkau oleh tindakan bedah, dan seringkali berada disekitar ventrikel. Kalau saya bersama tumor, maka tumor itu adalah choroid papilloma, lebih jarang meningioma dan glioma.

Pernah satu ketika saya diabaikan. Pada seorang pasien dengan aneurisma pada P.com (posterior communicating artery). Aneurisma yang cukup besar ini menutupi tubuh saya yang mungil. Saat dokter bedah melakukan clipping pada aneurisma, saya ikut mati terjepit, uh…betapa sakitnya..! Maka, pasien yang mulanya tanpa defisit sebelum operasi, hanya nyeri kepala saja, sontak setelah operasi menjadi hemiplegi, hemianiopsia, dan hipestesia, ditambah gangguan kognitif signifikan.…….

Maka, please…., ingat-ingatlah, “Siapakah Saya…..?”

Wednesday, 24 July 2019

Saat Fellow Berkemas Pulang……..

Desember 2010, saat musim dingin di Delhi. Kaki melangkah keluar IGI airport, terhiruplah aroma dan suasana India kali pertama. Tak terpikir mengapa harus pergi, namun yang terbayang, pasti nanti akan pulang.

Langkah-langkah kaki, setiap pagi, menyeberang jalan raya Hauz Rani, menuju Hospital. Terkadang juga melangkah, di tengah malam, dan pulang larut malam. Hanya satu yang ada di benak, membawa sebanyak mungkin bekal untuk pulang. Apa saja dilakukan. Bagai penggembala pencari rumput, mencari rumput terbaik sebagai bekal. Bukan penggembala yang sepanjang hari meniup seruling, namun penuh sesal kemudian, saat ternaknya mati kelaparan.

Desember 2010, cahaya neurointervensi di Indonesia masih tampak temaram dan redup. Banyak yang bertanya, mengapa harus pergi jauh, jika nanti pulang dengan wajah lelah-kusam, hanya berteman temaram ?

Desember 2010. Saat itu, hanya satu prosedur intervensi dapat dilakukan di Indonesia, Carotid Stenting. Jangankan coiling aneurisma, sedang ujung coil saja tak mau mengenal kita. Jangankan embolisasi, sedang ujung catheter saja, tak tahu kemana bentuknya.

Desember 2010. Satu-satunya niat pergi adalah untuk pulang. Alih-alih memikirkan temaram, seluruh hari disibukkan dengan mengais sejumput cahaya-cahaya kecil, merekatkannya, mengemasnya hati-hati agar bisa dibawa pulang. Tak ada keinginan apapun, cita-cita, ataupun harapan tinggi saat melewatinya. Satu-satunya do’a, semoga saat pulang, tak tersesat meniti jalan, ada kemungkinan jatuh dan lebam, karena berjalan sepanjang temaram.

Itulah Kita. Kita semua adalah fellow. Bagai musafir. Sungguh kita ini bepergian. Maka berhitunglah berapa lama kita telah berjalan. Tiga puluh tahun ? Empat puluh tahun atau Tujuh puluh tahun ? 
Adalah Imam Syafi’i, setelah mencapai umur 40 tahun, selalu berjalan dengan sebatang tongkat. Ketika ditanya sebabnya, beliau berkata, “ supaya aku senantiasa ingat bahwa aku adalah seorang musafir yang sedang berjalan menuju akhirat.”

Maka, ingatkah kita, akan sebuah sya’ir  :

Jika usia renta menjadi penyakit Kita, 
Tiada Tabib yang mampu mengobati kecuali pulang (kematian)

Apabila orang bepergian selama berpuluh tahun,
Pastilah dekat masanya ia akan kembali


Mari berkemas, pilih bekal terbaik, waktu magrib telah menjelang, bukankah sebentar lagi kita akan Pulang ?

Saturday, 20 July 2019

Dokter kebanyakan kerja, beresiko stroke ?

Sebagai dokter, berapa jam Anda bekerja dalam sehari ? berapa tempat praktek atau tindakan operasi yang Anda lakukan ? Banyak dokter di Indonesia berpraktek sesuai jumlah Surat Ijin Praktek (SIP), yaitu di 3 tempat, sehingga bisa dihitung jam prakteknya dalam 24 jam. Nah, apabila Anda bukan hanya berpraktek, namun juga mengerjakan pekerjaan seperti mengajar, meneliti, menjadi pejabat struktural, atau pekerjaan lain yang menyita waktu, maka bisa dihitung berapa jam Anda bekerja dalam sehari. Apakah > 10 jam sehari ? Laporan dari Jepang menyebutkan, pada 60% kasus kematian akibat over-work diakibatkan oleh stroke.

Pada sebuah studi terbaru, Juli 2019 oleh Marc Fadel dkk, dari Perancis, memperkuat fakta ini (Stroke, 2019 ; 50 :1879-1882). Apabila jam kerja >10 jam perhari dan sedikitnya 50 hari pertahun, maka sudah dianggap sebagai Long Working Hours (LWH). Pada individu dengan LWH, beresiko stroke 1.29 kali lebih besar, dan apabila telah bekerja 10 tahun atau lebih, resiko stroke meningkat menjadi 1.45 kali lebih besar.

Maka, mari kita hitung, berapa jam kita berpraktek dan bekerja dalam sehari ?


Tuesday, 9 July 2019

Siapakah Kita Ini....

Pandai mengingatkan agar menjauhi perbuatan buruk,
diri sendiri tidak meninggalkannya
Berlebihan menasihati kebaikan, 
diri sendiri tak mengerjakannya

Siapakah kita ini…
Banyak ucapannya, sedikit amal baiknya...
Bersaing berebut yang fana, melepaskan yang baka...

Siapakah kita ini…
Yang selalu ingin menang atas orang lain, 
Namun tak pernah mengalah demi orang lain...
Yang selalu mendorong menuju cahaya,
Namun membiarkan diri dalam gulita

Siapakah kita ini.... 
Mengharap sorga dengan angan-angan, 
Mengharap berjuta ampunan,
dengan abaikan tuntunan Tuhan....

Bukan, itu bukanlah kita.......

Sunday, 30 June 2019

Derita Seorang Nevi..

Seorang Nevi yang telah menyelesaikan fellowshipnya, telah bekerja dan pindah ke banyak rumah sakit. 

Seorang sejawatnya bertanya, " Rumah sakit manakah yang paling menyenangkan bagimu ?" Sang Nevi menjawab, " Rumah sakit dimana aku bisa melakukan prosedur intervensi." 

Sejawatnya menimpali " Tapi bukankah ada rumah sakit lain, meskipun kau tak bisa melakukan prosedur intervensi, memberimu lebih banyak gaji dan fasilitas ? "  Sang Nevi menjawab, " Diamlah saja....karena kau bukan Nevi ! 😤." 
Kemudian dia mengutip satu kuplet syair matsnawi "Jika kau merasa terusik dari setiap gesekan kain pembersih, bagaimana kau akan menjadi cermin yang mengkilap ?"  Bukankah karena cinta, keping tembaga menjadi emas, pasak menjadi singgasana, dan duka adalah bahagia. ❤

Wednesday, 1 May 2019

Menuai Pendar di Tegal Besar

Saat rembulan rindu menjelang, tak ada yang lebih indah untuk dikenang, membayangkan kembali bagaimana menuai pendar.
Dari bilik-bilik kamar semua berlarian, menjawab lantunan burdah dari lubuk masjid idaman, pusat segala aktivitas harian. Semua datang, duduk bersila, menyambut guru mulia, mengharap percik cahaya.
Hamburan mutiara hikmah penuh berkah, mengisi detik demi detik, ruang demi ruang, sepanjang rembulan rindu.

Cahaya rembulan rindu makin terasa,  menjelang saat-saat berbuka. Tampaklah duduk berderet rapi, mengharap berkah gelas-gelas kecil yang dihidangkan, tidak seberapa, sangat sederhana, namun betapa nikmat luar biasa.

Menuai pendar di Tegal Besar, betapa kini kami rindukan. Kami tampung tetes-tetes ilmu sang guru, selepas subuh, dhuha, ashar, isya, tarawih, dan menutup malam dengan hikmah, maka dada ini, lapanglah sudah....

Ditengah hiruk pikuk kepenatan, ditengah perangkap rutinitas tak berkesudahan. Betapa rindu menuai pendar, mengikis ragu galau membiru. Menanam lagi harapan, meninggalkan angan-angan profan tak bertepian. Oh...betapa rindu....

Wahai Rembulan.....
Selamat datang menjelang...
Marhaban....Marhaban.....

GA 307, Surabaya - Jakarta, 1 Mei 2019.

Friday, 26 April 2019

Rembulan Rinduku....

Pendar apakah ini...
Belum tiba, namun semerbak aroma
Cahyanya mengisi sunyi
Menyemai harapan layu
Yang nyaris mati ditelan waktu...

Maafkan Aku....
Tak akan lagi Aku ulangi...
Menyelesihi hadirmu tahun lalu
Dan begitu saja engkau berlalu

Wahai Rembulan rinduku
Kusambut kau kini sepenuh hati
Kan kuabaikan mereka
Fatamorgana dunia fana

Akulah debu diujung waktu
Sebentar terbang,...sebentar hilang
Betapa ingin rasa melekat
Mengikutimu kemana pergi
Bersimpuh, menyerah diri
Pantaskan hati menuju Sang Maha Tinggi

Wahai Rembulan rindu
Detik tiap detik usiamu
Tak tersia-sia bagi siapa
Yang mendekapmu sepenuh Asa
Marhaban...
Marhaban....

Sriwijaya Air, Sby-JKT, 26/04/2019

Thursday, 21 March 2019

Mata Air Neurointervensi...

Malam itu, gala dinner the 14th Delhi course 2019. Ada yang berbeda dari gala dinner tahun-tahun sebelumnya. Madam Zehra, seseorang yang termasuk generasi awal neurosurgeon wanita, membuka acara, mengundang Prof. Shakir menyampaikan misi perjalanan SNIF, dimana beliau adalah aktor utamanya. Yang sangat patut di catat dari apa yang disampaikan adalah, bahwa neurointervensi harus dikembangkan dengan membebaskan diri dari segala intervensi "company" (baca kompeni 😁), mengikuti jalan para founding father Neurointervensi, Prof. Lasjaunias dan Prof. Valavanis.

Malam itu, apresiasi tinggi diberikan kepada George Rodesch, past president WFITN, successor Prof. Lasjaunias, dan seorang guru yang sangat kompeten. Lecture yang disampaikannya begitu indah, menarik, dan seolah mengikuti kisah panjang yang mengasyikkan. Sudah beberapa kali tercatat beliau hadir di Delhi, dan ini yang ketiga. Pencapaiannya di bidang akademis di ceritakan oleh Prof. Michihiro Tanaka, current general secretary WFITN. 

Bagi masyarakat Rajastan, memberikan penghargaan pada seseorang yang sangat dihormati adalah dengan memberikan tutup kepala merah, semacam mahkota para raja di sana. Malam itu, beliau mendapatkannya. Prof. Shakir yang memakaikannya.

Saat sambutan, Rodesch menyampaikan, bahwa beliau sangat terharu, karena apa yang diceritakan dan pujian tentang beliau lebih banyak bohong-nya, .....dan tawa hadirin-pun menggema.... Sungguh suatu sikap rendah hati yang patut diteladani. Lebih lanjut,  beliau menyampaikan, apa yang dicapai hanya karena beliau beruntung dikelilingi orang-orang hebat yang mendukung dan memberikan apresiasi padanya. Bagi kami, adalah suatu kehormatan saat beliau menyampaikan sertifikat fellow bagi yang telah menyelesaikan program dan memberikan penghargaan pemenang poster.

Malam itu, kami menyadari, menjadi neurointervensionis tidak cukup hanya dengan melakukan banyak prosedur, banyak intervensi. Lebih dari itu, kami harus meneladani semangat mengajar para guru yang penuh energi, tak pernah terlihat lelah, dan lebih penting lagi adalah rasa rendah hati, tak merasa lebih tinggi dibanding yang lebih baru datang memasuki dunia neurointervensi. Mereka menyayangi para peserta dan menyayangi kami dengan sepenuh hati. 

Catatan Gala Dinner, the 14th Delhi Course 2019.

Sunday, 10 March 2019

Aksi Neurologi, Tiada Henti…….

Maret 2019 ini, coba lihatlah laporan studi terbaru, namanya WEAVE trial, yang menghidupkan stenting intracranial yang sudah hampir mati. Ingatkah kita, kala itu, studi SAMMPRIS pada 2011 menyimpulkan bahwa intracranial stenting memiliki keluaran lebih buruk dibanding medikamentosa, dan sebaiknya tidak dikerjakan. Namun, SAMMPRIS rupanya bukanlah racun yang sungguh membunuh, ia adalah pupuk, yang menumbuhkan studi-studi berikutnya dengan desain yang lebih tajam. Belajar dari SAMMPRIS, tentang proper patients selection, dan experienced interventionalis, WEAVE studi membuktikan bahwa intracranial stenting kini hidup kembali dan memang layak dikerjakan.

Maret 2019 ini, ada juga kabar terbaru tentang Trombektomi. Sebelumnya, batas ASPECTS score 6 dipercaya merupakan titik potong, untuk baik atau tidaknya keluaran pasien yang dilakukan trombektomi. Kini, ASPECTS score 0-5, yang merupakan gambaran severe stroke secara imejing, ternyata, tak terbukti sebagai kontraindikasi. Trombectomi pada skor ini memberikan favorable outcome, functional independence maupun reduce mortality yang lebih baik.

Maret 2019 ini. Pemakaian dual antiplatelet kembali memberi bukti akan efek positif. Setelah CHANCE study, kini studi dari Jerman menunjukkan bahwa pemberian dual antiplatelet bermanfaat untuk progressive lacunar stroke. Mampu memperbaiki outcome secara signifikan. Bahkan, telah sejak lama, pada kasus intracranial stenosis selepas SAMMPRIS, dual antiplatelet telah banyak diberikan dalam praktek klinis.

Maret 2019 ini, setelah era trombektomi, pemberian intra arterial (IA) rTPA seolah ditinggalkan. Namun kini, mata kita mulai terbuka kembali. Pada banyak kasus yang gagal dengan trombektomi, IA rTPA dikombinasi dengan trombektomi, memiliki angka rekanalisasi lebih tinggi, memiliki jumlah pasien dengan autcome fungsional baik yang lebih tinggi. Meskipun tidak signifikan secara statistik. Ini mungkin akan serupa dengan trial lain, tinggal menunggu waktu mencapai nilai signifikan dengan memperbaiki seleksi pasien dan desain studi.

Akan ada banyak lagi studi, yang mungkin mencengangkan dunia neurologi. Sayangnya, kita neurolog Indonesia, dalam tataran akademis hanyalah penikmat perubahan saja. Jangankan menciptakan perubahan dengan membuat studi yang mampu bersuara, berusaha menerapkan studi yang sudah ada saja jatuh bangun setengan mati. Maunya berakrobat lepas, namun fasilitas dan kemampuan terbatas. Maka biarlah menjadi penikmat saja, menyenangkan pemain akrobat tingkat dunia. Bukankah mereka memang butuh ditonton aksinya dan perlu diberikan applause akan usahanya. Kalau bukan kita yang menonton, lalu siapa...

Saturday, 9 March 2019

Lagi-Lagi Delhi...

Bukan...
Bukanlah Qutab Minar yang memanggilmu kembali....
Bukan pula Lotus Temple yang menarikmu datang lagi...

Bukankah kau pernah berkata ?
Sudah cukuplah mengunjungi India
Tak ada ruang dan waktu lagi untuk Delhi...
Sudah kenyang rasa, saat terakhir meninggalkannya..
Tak mungkin aku datang lagi,
Tak ada lagi yang perlu di gali,
Tak ada lagi yang perlu di kaji.....

Aku duduk terpaku di Hauz Rani....
Memandang lalu lalang manusia tak bertepi
Tak habis pikir mengapa disini lagi....
Sampai pikiran habispun...tetap juga tak mengerti

Maka, ...jika tetap saja tak mengerti....
Pertanda itu masih ada.....
Tahun depan kau pasti akan kembali lagi dan lagi....
Kau hanya akan berhenti ....
Sampai kau temukan jawaban atas tanyamu...
Sampai kau temukan jawaban atas heranmu...

Maka,....
Carilah sekarang jawaban itu....,
Carilah segera penangkalnya.....,
Atau....
Sihir dan Magis Delhi akan terus memanggilmu kembali...
Tanpa pernah berhenti.....:-)


Friday, 8 February 2019

Sir...

Sir, demikian kami memanggilnya. Sosok yang belum berubah, meskipun bertahun-tahun kami mengenalnya. Kemarin, baru saja kami bersua. Tetap terlihat cerdas, tegap dan gesit. Rambutnya memang rata memutih.  Namun, gaya bicara runtut, argumentatif dan berisi, selalu menarik untuk di simak. Ide-idenya acak tak mudah di tebak. Pemikirannya meloncat jauh ke depan, memaparkan arah dan kemungkinan peluang masa mendatang.

Sir, demikian kami memanggilnya, sosok penuh perhatian, selalu menanyakan kabar muridnya, satu-persatu, tak pernah ada yang terlupa. Raut bahagia terpancar, tatkala kabar baik menyapa. Senantiasa mendengar tiap cerita dan begitu kuat mengingatnya.

Sir, demikian kami memanggilnya, sosok yang tak mudah kami pahami. Sosok guru fenomenal yang melampaui zaman. Berbicara pada kami, selalu berapi-api, membakar semangat, melecut impian. Awal mula, idenya seperti mimpi, namun apa yang disampaikan bertahun lalu, yang seolah maya, saat ini menjadi nyata.

Sir, demikian kami memanggilnya. Sungguh bersyukur masih dapat menjabat tangannya. Tangan yang mengajari kami, melakukan gerakan-gerakan terampil di kamar operasi. Sungguh bersyukur masih bisa mendengar petuah-petuahnya. Petuah yang menjadikan kami tegak berdiri. Sungguh bersyukur masih bisa melihat beliau beraksi, berdiri disamping beliau untuk asistensi operasi. Gerakan, gesture, aksi, sungguh masih belum berubah, malah makin matang dan terukur. Refleks dalam menganalisa setiap temuan selama operasi, sungguh refleks grand master kelas dunia.

Sir, sosok kontroversial. Pecintanya mungkin sebanyak pencelanya. Kawannya mungkin sebanyak oposannya. Namun, teman saya berkata, itulah tanda sosok genius. Senantiasa membuat sekitarnya menjadi terkutub dua. Ada yang pro dan kontra. Jika Anda merasa genius, namun tidak demikian adanya, maka Anda bukanlah genius yang sesungguhnya.

Sir, bukan guru biasa, guru yang menginspirasi, guru yang membuat tanah hitam yang kami genggam menjadi emas. Kami coba cari dan teliti, apakah yang menjadi kunci ? salah satu kunci terbesar kesuksesannya adalah rasa hormat dan cintanya pada Sang guru.  Dan sungguh, Sang gurupun mencintainya. Betapa keliru jika kami tidak mengikuti jejaknya.

Sir…….., dimanapun Engkau, do’a kami semua senantiasa menyertai. Semoga Allah mencintaimu sebagaimana Engkau mencintai kami, para muridmu.

Monday, 28 January 2019

Kisah Dua Pasang Tanduk Rusa

Saat usia kehamilan baru 3 minggu, proses vaskulogenesis dimulai, yaitu proses pembentukan tabung-tabung pembuluh darah, berlokasi di mesoderm, lapisan antara ectoderm (sususan saraf pusat masa mendatang) dan endoderm (organ dalam masa mendatang - berupa yolk sac). 



(Sumber : Netter's Atlas of Embriology)


Tabung-tabung itu dibentuk oleh angioblast, yang bersama sel hematopoetic, merupakan derivasi dari hemangioblast. Hemangioblast sendiri berasal dari sel precursor mesodermal.


(Sumber : Neurographics 2018; 8(6);463-495)

Pada hari ke-24, tampak dua bentukan tabung pembuluh darah menyerupai dua huruf “V” yang terletak sejajar depan belakang, yang depan tampak lebih kecil. Bentukan “V” depan kecil, bagian dasar yang lancip akan menjadi awal mula jantung dimasa mendatang. Sedangkan bentukan “V” belakang yang lebih besar, dasar yang lancip akan menjadi iliac artery dan menjadi aorta yang sebenarnya (aorta abdominal dan thoracal). 

“V” kecil disebut ventral aorta, “V” besar disebut dorsal aorta. Kedua huruf “V” yang saling membelakangi ini terhubung oleh arteri yang berkelok dari depan ke belakang (arkus), yang muncul pertama disebut 1staortic arch artery. Di bawah arkus pertama ini selanjutnya, pada setiap 2 hari,  akan muncul arkus-2 sampai arkus-6, sesuai dengan usia kehamilan.  

Karena suatu proses hemodinamik, sangat menarik menyaksikan bahwa, arkus-1 akan menarik diri (regresi) saat arkus-2 muncul. Dan pada saat arkus-3 dan arkus-4 muncul (kedua arkus ini merupakan dwi tunggal), arkus-2 menarik diri (regresi). Berikutnya muncul arkus-5 dan kemudian pada hari ke-29, hanya selisih satu hari, muncul arkus-6 yang diikuti regresi arkus-5. Arkus-3 dan arkus-4 tetap ada. Dipersiapkan untuk mengambil peran dan memimpin. Keduanya tidak regresi, namun justru bergabung, menjadi satu pembuluh darah yang prominen. Arkus-3 menjadi common carotid dan arkus-4 menjadi arkus aorta yang sebenarnya. Sedang arkus-6 beradaptasi menjadi arteri pulmonalis.


(Sumber : Practical Neuroangiography, Pearse Morris)


Kedua bentukan huruf “V” memiliki tanduk masing-masing. Bagian belakang, dorsal aorta memiliki tanduk menjulang, yang merupakan internal carotid dimasa mendatang, terletak di lateral. Sedangkan pada ventral aorta akan muncul tanduk baru, terlihat setelah terbentuknya arkus-3, terletak di medial. Tanduk medial ini akan makin berkembang dengan berjalannya waktu, merupakan external carotis artery dikemudian hari. Kedua tanduk lateral dan medial ini, kemudian bersatu dan bergabung menyerupai tanduk rusa. Tanduk yang cantik, menjulang indah. Terbentuk karena proses hemodinamik, menyerupai dinamika ombak dan gelombang di tepi pantai, menghasilkan suara desiran pasir. Tanduk-tanduk ini akan mencukupi nutrisi dan kebutuhan metabolik head and neck sejak masa kelahiran sampai ajal datang menjelang.



(Sumber : pixabay.com)

Wednesday, 23 January 2019

Aku Sepenuh Dada

Katanya…..
Kita ini sesungguhnya baik,
Mencintai prasangka baik,
Namun mengapa, 
Prasangka baik, untuk kita saja
Prasangka buruk, untuk mereka 
Hanya karena selisih pandang semata-mata

Kita diajarkan rendah hati,
Mencintai orang yang rendah hati
Namun mengapa,
Masih bersemayam takabbur abadi
Padahal ilmu dan amal tidak seberapa, 
Hanya segelintir ala kadarnya 

Kita sungguh mencintai keadilan,
Kita damba keadilan dari mereka
Namun,  
Hanyut sudah nurani dalam diri
Betapa mendamba mereka berbuat adil, 
Dengan cara lalim dan kerdil

Berprasangka baik, rendah hati dan berbuat adil
Mendatangkan cinta Allah dan semua manusia
Tampaknya kita kini, 
Tak membutuhkannya lagi
Sungguh tak tersisa secuil ruang hati
Karena penuh, “Aku saja,” dan “Aku lagi”