Selamat Datang di Dunia Neurovaskular & Neurointervensi

idik

idik

Sunday 10 March 2019

Aksi Neurologi, Tiada Henti…….

Maret 2019 ini, coba lihatlah laporan studi terbaru, namanya WEAVE trial, yang menghidupkan stenting intracranial yang sudah hampir mati. Ingatkah kita, kala itu, studi SAMMPRIS pada 2011 menyimpulkan bahwa intracranial stenting memiliki keluaran lebih buruk dibanding medikamentosa, dan sebaiknya tidak dikerjakan. Namun, SAMMPRIS rupanya bukanlah racun yang sungguh membunuh, ia adalah pupuk, yang menumbuhkan studi-studi berikutnya dengan desain yang lebih tajam. Belajar dari SAMMPRIS, tentang proper patients selection, dan experienced interventionalis, WEAVE studi membuktikan bahwa intracranial stenting kini hidup kembali dan memang layak dikerjakan.

Maret 2019 ini, ada juga kabar terbaru tentang Trombektomi. Sebelumnya, batas ASPECTS score 6 dipercaya merupakan titik potong, untuk baik atau tidaknya keluaran pasien yang dilakukan trombektomi. Kini, ASPECTS score 0-5, yang merupakan gambaran severe stroke secara imejing, ternyata, tak terbukti sebagai kontraindikasi. Trombectomi pada skor ini memberikan favorable outcome, functional independence maupun reduce mortality yang lebih baik.

Maret 2019 ini. Pemakaian dual antiplatelet kembali memberi bukti akan efek positif. Setelah CHANCE study, kini studi dari Jerman menunjukkan bahwa pemberian dual antiplatelet bermanfaat untuk progressive lacunar stroke. Mampu memperbaiki outcome secara signifikan. Bahkan, telah sejak lama, pada kasus intracranial stenosis selepas SAMMPRIS, dual antiplatelet telah banyak diberikan dalam praktek klinis.

Maret 2019 ini, setelah era trombektomi, pemberian intra arterial (IA) rTPA seolah ditinggalkan. Namun kini, mata kita mulai terbuka kembali. Pada banyak kasus yang gagal dengan trombektomi, IA rTPA dikombinasi dengan trombektomi, memiliki angka rekanalisasi lebih tinggi, memiliki jumlah pasien dengan autcome fungsional baik yang lebih tinggi. Meskipun tidak signifikan secara statistik. Ini mungkin akan serupa dengan trial lain, tinggal menunggu waktu mencapai nilai signifikan dengan memperbaiki seleksi pasien dan desain studi.

Akan ada banyak lagi studi, yang mungkin mencengangkan dunia neurologi. Sayangnya, kita neurolog Indonesia, dalam tataran akademis hanyalah penikmat perubahan saja. Jangankan menciptakan perubahan dengan membuat studi yang mampu bersuara, berusaha menerapkan studi yang sudah ada saja jatuh bangun setengan mati. Maunya berakrobat lepas, namun fasilitas dan kemampuan terbatas. Maka biarlah menjadi penikmat saja, menyenangkan pemain akrobat tingkat dunia. Bukankah mereka memang butuh ditonton aksinya dan perlu diberikan applause akan usahanya. Kalau bukan kita yang menonton, lalu siapa...

No comments:

Post a Comment