Anak-anak berlarian tanpa tujuan, sang Ibu terkulai lumpuh di pembaringan. Seorang ayah yang segar bugar, disambut isak tangis anak istrinya di kamar jenazah. Pemuda gagah, terdiam tak berdaya, tak lagi bekerja, menjadi beban keluarga sepanjang hidupnya.
Obrolan tentang anak berhenti sekolah, kisah ekonomi keluarga yang goyah, dapat didengar di ruangan poliklinik atau bangsal neurologi yang dipenuhi pasien stroke. Ada duka, kecewa dan depresi di wajah mereka.
Cerita ini ada, cerita ini nyata. Pada hari kemerdekaan, pekik merdeka tersendat, teriak terdengar serak. Kematian akibat tanam paksa, penderitaan akibat romusha, bisa jadi setara dengan kematian dan penderitaan akibat stroke.
Satu dekade terakhir, rakyat Indonesia mungkin tak menyadari, stroke telah menjadi pembunuh pertama dan penyebab kecacatan utama di negeri ini.
Adakah pendar cahaya? Adakah harapan di hari merdeka? Pendar itu mulai tampak, cahaya mulai menyeruak. Semua terlihat bergerak melawan stroke. Jangan pernah berhenti, sampai pekik merdeka tak terdengar serak, sampai kepal tangan tak lagi tertahan.
No comments:
Post a Comment