Berkunjung ke rumah sakit terkemuka di China, Anda akan selalu diajak melihat sejarah, prestasi dokter dan keunggulan rumah sakit. Semua dikemas dalam ruangan museum yang elegan dan interaktif. Anda tidak bisa mengakses Google dengan segela produknya, Yahoo dan WhatsApp. Ada restriksi akses internet dan mereka menyediakan alternatif dari produk tersebut. Rekam medis menggunakan bahasa setempat. Dokter terbata-bata dalam berbahasa inggris, kecuali yang pernah mengenyam pendidikan di luar negeri. Namun menariknya, limitasi akses internet dan bahasa, tidak menghalangi mereka untuk berkembang pesat dan mandiri.
Di museum rumah sakit, tepajang berbagai inovasi, termasuk produk implan dan device yang di produksi serta didistribusikan secara komersial, seperti produk implan cardio-cerebrovaskuler. Publikasi internasional di jurnal Top Tier semacam NEJM, Nature, JAMA dan Lancet terpampang di dinding museum. Perkembangan ilmu pengetahuan didorong maju, hal ini tampak dari banyaknya dokter yang studi ke Amerika atau Eropa. Jangan ditanya pula soal riset kolaborasi dengan dunia barat, baik sebagai peneliti utama maupun kolaborator, mereka diantara yang terdepan di Dunia.
Stroke yang menjadi salah satu fokus program Kemenkes, dengan segala lebih kurangnya, perlu berkaca pada China. Bukan hanya karena jumlah kasus yang melimpah, tetapi juga sistem yang tertata, produk device medis lokal, serta kolaborasi dengan korporasi. Banyak alat-alat simulator medis untuk pendidikan kedokteran adalah hasil kerjasama dengan produk korporasi. Rumah sakit mereka menjadi tempat program fellowship Internasional yang tersertifikasi, seperti dari American Heart Association. Lebih dari itu, beberapa jurnal terkemuka telah memilki pilihan edisi bahasa Mandarin, disamping jurnal internasioanl sendiri yang berafiliasi dengan China.
Trombolisis dan trombektomi untuk stroke hiperakut terimplementasi dengan baik di sini. Namun, luasnya wilayah dan banyaknya penduduk, tetap merupakan hambatan akses trombektomi. Terapi trombolisis adalah terapi yang paling bisa diandalkan untuk kondisi demikian, sayangnya Alteplase hanya bisa diberikan kurang dari 4.5 jam. Maka studi di China yang baru saja dipublikasikan di NEJM, tentang penggunaan trombolisis 4.5 sampai 24 jam pada stroke large vessel occlusion (LVO) memberikah hasil mencengangkan. Tenecteplase digunakan sebagi pengganti Alteplase. Pasien LVO akan mendapatkan trombolisis apabila tidak memungkinkan dilakukan trombektomi. Pasien yang diberikan tenecteplase 4.5 sampai 24 jam memiliki lebih banyak disabilitas rendah (mRS 0 dan 1) di banding terapi medis standar (33.0% vs. 24.2%; P=0.03). Studi ini tentu saja di sambut gembira dan relevan untuk low-middle income country.
Angin segar juga akan berhembus ke Indonesia. Luasnya wilayah dan banyaknya jumlah penduduk, tentu saja membatasi akses trombektomi. Pemberian tenecteplase sampai 24 jam, memungkinkan terapi pilihan selain trombektomi untuk LVO.
Ternyata, melindungi Identitas Nasional dari hegemoni dunia luar, tidak selalu menghambat kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Identitas Nasional suatu bangsa adalah sesuatu yang harus ada, karena inilah yang membuat suatu bangsa unik dan berbeda dengan bangsa-bangsa lain. Identitas Nasional bisa saja kabur dan luntur, tergerus hegemoni sosiopolitik dan budaya global. Nah, bagaimana dengan Indonesia?
No comments:
Post a Comment