Selamat Datang di Dunia Neurovaskular & Neurointervensi

idik

idik

Wednesday 14 December 2022

Akademisi dan Publikasi: Dulu dan Sekarang

Berjalan di lorong-lorong sekitar Mezquita Cordoba, serasa kembali ke masa lampau. Seolah terdengar lirih alunan bait-bait syair kitab Alfiyah Ibnu Malik. Alfiyah adalah kitab legendaris pesantren tentang tata bahasa arab berlagu 1000 syair, ditulis 1274 M. Mezquita tampak berwarna klasik, kuno dengan aroma masa lalu yang sangat terasa. Ada banyak ilmuwan dan ulama masa itu. Mereka lahir dan menulis karyanya. Bagaimana mungkin kitab yang berasal dari masa lampau itu masih bertahan hingga sekarang? masih di kaji dan didendangkan. 

 

Dari belahan bumi lain, Damaskus, Syiria. Seorang santri dari Indonesia tampak berdoa di zawiyah sisi barat Masjid Umawi. Doa itu dia panjatkan setelah selesai mengkaji kitab legendaris yang juga dikaji diberbagai pesanten di Indonesia, Ihya' Ulumuddin (sekitar 1097 M). Dia mengirimkan doa kepada Al-Ghazali sang penulis. Al-Ghazali menulis puluhan kitab yang sampai saat ini menjadi rujukan dan bahan ajar di pesantren. Selain Ihya' ulumuddin, kitab Bidayatul Hidayah dan Minhajul Abidin merupakan kita pegangan bagi santri-santri di penjuru nusantara, mengkaji tentang akhlaq dan penyucian jiwa. Bagi yang hanya membaca, namun belum pernah berguru dalam mengkajinya, akan merasakan nikmat dan sensasi yang berbeda, tatkala menyelami kata perkata kalimatnya. Bagaimana mungkin, kitab tersebut bisa bertahan demikian lama dan masih memberikan manfaat sampai saat ini ?

 

Ribuan lagi kitab di perpustakaan pesantren, atau saat ini tersimpan dalam file-file komputer dalam bentuk e-book atau maktabah syamilah, berasal dari ratusan tahun lalu dan masih bertahan. Mengapa bisa demikian? Adakah buku-buku, penelitian, ilmu pengetahuan yang saat ini di kaji dan diproduksi oleh akademisi kontemporer, akan mampu bertahan seperti kitab-kitab tersebut? 

 

Mungkin ada banyak diskusi dan sudut pandang, tentang panjangnya usia karya-karya ini. Tapi mari coba di lihat dari satu aspek saja, yaitu motivasi sang akademisi saat karya itu di tulis. Cerita dan motivasi dari pengantar buku atau kitab, biasanya di tulis pada mukaddimah, sebelum konten utama tulisan.

 

Sebelum itu, mari beralih pada suasana akademis di Indonesia. Bagi dosen atau akademisi, saat ini mereka mendapat tuntutan melakukan pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Apa yang mereka kerjakan akan dinilai oleh perguruan tinggi. Bukan hanya berhenti disitu, mereka akan mendapat apresiasi dan reward apabila mampu menghasilkan karya dan penelitian yang dianggap berbobot dan memiliki standar kualifikasi internasioanal tertentu. Sehingga, ada guyonan, mereka akan mendapatkan KUM (angka kredit) dan KAM (bahasa arab berarti 'berapa'), sejumlah apresiasi finansial.

 

Maka, bisa dibilang, apresiasi ini meningkatkan semangat para akademisi untuk mendapatkan dana penelitian, menulis tulisan bereputasi, dan melakukan berbagai upaya akademis (seperti HAKI), yang memiliki nilai KUM dan KAM. Memang dalam beberapa tahun, jumlah publikasi di universitas tertentu naik drastis, rangking universitas juga naik menurut lembaga perangkingan di dalam maupun luar negeri. Namun pertanyaannya, adakah produk akademis tersebut akan bertahan lama? mampu diwariskan dari generasi ke generasi? ataukah hanya memiliki efek sepintas, sebatas habisnya masa KUM dan KAM?

 

Berapa banyak disertasi dan tesis mahasiswa S2 dan S3 teronggok di perpustakaan? Saat seseorang lulus doktor, semua orang mengucapkan selamat, tanpa ingin tahu apa sebenarnya karya dan kontribusinya terhadap ilmu pengetahuan. Apakah waktu, biaya dan tenaga yang dia habiskan memang sebanding dengan gelar dan kebanggaan yang dia dapat.

 

Menimbang dan membandingkan, mungkin tidak selalu sepadan. Bagaimana bisa membandingkan akademisi dunia dengan akademisi Indonesia saat ini. Tapi paling tidak kita bisa merujuk pada niat dan motivasi. Dibelahan dunia sana dan sini, masa lalu dan sekarang, motivasi dapat dibandingkan, karena ia adalah pendorong dihasilkannya suatu karya.

 

Berkaitan dengan motivasi, maka lihatlah Imam Al-Ghazali pada tulisan pengantar bagian awal kitab Minhajul 'Abidin. " Saya memohon taufiq dan bimbingan kepada Allah swt. agar saya mampu menyusun sebuah kitab yang kiranya dapat diterima oleh banyak orang dan dapat memberi manfaat bagi pembacanya. Alllah mengabulkan permohonanku, seperti terpenuhinya permintaan orang yang dalam kesulitan ketika memohon kepada-Nya. Dia mengajariku rahasia penulisan kitab tersebut serta mengilhamiku susunan penulisan yang sangat menakjubkan."

 

Kemudian, dalam muqaddimah Sullamut Taufiq, Syaikh Nawawi Al-Bantani, ulama nusantara yang bermukim di tanah suci, pengarang puluhan kitab, menyampaikan," Aku memohon kepada Allah swt. semoga kitab ini mendapat ridha-Nya. Ia jadikan sebagai amal sholeh yang dapat meraih pahala yang ada di sisi-Nya dan menjadi sebab untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada-Nya serta mendapat tempat di haribaan-Nya kelak." Kitab Sullamut Taufiq merupakan kitab Fiqh dan Akhlaq yang juga banyak di kaji di pesantren hingga saat ini.

 

Para akademisi dan ulama terdahulu dalam menulis suatu karya, tidak memperdulikan KUM dan KAM. Ada tujuan hakiki dari hanya sekedar itu. Imam Az-Zarnuji, penulis kitab Ta'limul Muta'allim, menekankan pada penuntut ilmu akan pentingnya adab sebelum ilmu. Beliau menulis dalam mukaddimah bahwa Kitab Ta'limul Muta'allim ditulis karena gelisah melihat banyak penuntut ilmu yang bersungguh-sungguh, namun tidak mendapatkan yang diinginkan, atau ilmu tersebut tidak menghasilkan buah. Kemudian beliau menulis kitab tersebut setelah beristikharah, memohon petunjuk kepada Allah. Maka, adakah akademisi kontemporer yang menulis karena kegelisahan serupa? yang kemudian menulis karyanya dengan terlebih dahulu beristikharah? 

 

Setidaknya, motivasi para akademisi, ilmuwan dan ulama terdahulu dapat menjadi cermin, bagaimana kitab dan karya yang dihasilkan merasuk dalam hati zaman. Karya mereka tak lekang oleh waktu, tetap menjadi rujukan hingga sekarang. Mereka sesungguhnya tidak sedang menulis suatu karya, meraka sedang menanam niat dan motivasi, untuk di panen pada hari akhir nanti. 

 

No comments:

Post a Comment