Selamat Datang di Dunia Neurovaskular & Neurointervensi

idik

idik

Friday, 30 December 2022

Bukan Lagi Puisi

Sepagi ini, 
Jiwa menggelora puisi
Namun mengapa tiada kata

Betapa kuat meluap asa,
Tetap bahasa tiada rasa

Sendu fajar subuh hari 
Sungguh berlebur rasa syukur
Saat hamparan semesta
Sujud tak bertara

Mengapa ? 
Lagi-lagi puisi
Dalamnya tak menyentuh hati

Ada puja puji tak tersampaikan
Ada cinta tak terungkapkan
Dalam diam, redam hati resapkan

Bukan kata,
Tapi rasa
Hanya mahabbah di sini
Bukan basa basi puisi

SBY-JKT, 31 Des 2022.

Tuesday, 27 December 2022

Area Neurologi yang "Terabaikan"

Neurologi berkembang sedemikian rupa dan sedemikian cepat. Namun, ditengah banyaknya diferensiasi ilmu tersebut, ada yang kurang medapat perhatian. Area ini berisi pasien-pasien yang "sangat menderita." Sebut saja cerita seorang pasien denga stroke batang otak dan mengalami hiccup berkepanjangan. Atau seorang pasien dengan retensi/inkontinensia urine sepanjang hidup akibat lesi spinal. Ada banyak kasus lain semacam disfagia menetap dengan sonde, spastisitas berat keempat ekstrimitas yang menyakitkan, malignancy neoplasma serebri tanpa harapan, dan banyak gejala dan penyakit neurologi yang seolah tak memiliki jalan keluar. Ada banyak diantara mereka meningggal karena infeksi atau kekurangan nutrisi setelah mengalami rasa sakit tak bertepian.  Kondisi-kondisi tersebut memerlukan perawatan paliatif yang spesial dan unik karena melibatkan sistem saraf.

Palliative bermakna "the value of holistic support for persons facing death from advanced disease." Kondisi ini perlu kepedulian lebih, karena bukan hanya berhubungan dengan kondisi fisik, namun juga emosional dan spiritual. Mereka mengalami penderitaan berkepanjangan termasuk anggota keluarganya. Ada kecemasan hebat selain beban perawatan yang besar.

Saat neurolog menghadapi pasien-pasien ini, mereka tidak memiliki waktu yang banyak. Pasien demikian perlu pemeriksaan seksama dan komprehensif. Padahal mungkin merekalah yang sangat memerlukan perhatian lebih. Neurolog seringkali tak tahu apa yang harus diperbuat. Advis yang diberikan seringkali normatif, harus begini dan harus begitu, terkadang malah membingungkan keluarga pasien. Sampai suatu waktu pasien dan keluarga pasrah menerima "takdir."

Ada yang mungkin lupa tidak diajarkan saat residensi ditengah maraknya konsep curative neurology, yaitu palliative neurology. Ilmu ini rasanya perlu ditumbuhkan, diasah dan diperdalam di senter-senter pendidikan. Palliative Neurology memerlukan ruang khusus dalam residensi, tidak lagi sekedar dibahas sepintas dalam tiap komponen penyakit. Ada hal-hal spesifik yang tidak diketahui jika area ini tidak ditekuni secara khusus. Sekedar contoh adalah adanya pasien lesi batang otak dengan hiccup berkepanjangan, tidak membaik denga obat-obatan standar semacam clorpromazin, haloperidol atau baclofen. Atau pasien disfagia dengan drooling, saliva yang terus menerus keluar karena tak bisa tertelan dan pasien dengan sweating (hiperhidrosis) akibat disautonomia. Adanya pasien dengan advances neurological conditions, maka neurolog perlu mempersiapkan supporting phase, transision phase dan terminal phase

Ditengah tumpang-tindih area kompetensi yang ramai diperebutkan, palliative neurology adalah area yang perlu ditekuni dan diperdalam. Seandainya bukan semata-mata soal kompetensi, maka urgensinya adalah memenuhi kebutuhan dan keputus-asaan pasien dan keluarga. Akhirnya, mungkin perlu direnungkan perkataan seorang  neurolog P.G.McManis (sebelum kematiannya akibat oesophagela cancer),  "One thing I have learned is that the best thing that anyone can do for the dying individual is to show that you care . As neurologists ... we are obviously providing a lot of comfort for our patients just by seeing and talking to them, even in hopeless cases." 

Saturday, 17 December 2022

Intervensionis (INT): Mendefinisikan Tujuan


Seorang intervensionist, sebut saja INT (Neuro, NS, Radiologi) adalah seorang musafir. Menempuh jalan dan arah. INT adalah variable bebas, dia menuju variable tergantung yang merupakan tujuan akhir, dan melalui beberapa variable antara. Apabila seorang INT melakukan prosedur dengan tujuan akhir agar memiliki banyak pasien, maka kita bisa melihat aktivitasnya dari jenis variable antaranya. Demikian pula apabila seorang INT bertujuan akhir mengembangkan keilmuan neurointervensi, maka bisa dilihat pula jenis variabel antaranya. Variabel antara bisa merupakan gabungan dari banyak variabel, namun variable dominan memiliki efek paling signifikan dalam mewujudkan variabel tergantung. 

 

Seorang INT yang memiliki tujuan akhir “memiliki banyak pasien,” akan melakukan aktivitas dengan variabel antara berupa: aktif berpraktek di beberapa rumah sakit, membentuk jejaring dengan dokter lain, “publikasi personal” melalui media sosial, atau melakukan investasi agar pasien tertarik datang. Asalkan semuanya dilakukan secara etis, hal itu tentu boleh dilakukan.

 

Dalam atmosfer pelayan INT di Indonesia, investasi berupa klaim keilmuan mungkin bisa merupakan bentuk variabel antara. Meskipun bisa jadi klaim tersebut bertentangan dengan kaidah keilmuan atau guideline. Variabel antara yang berupa testimoni cukup marak terjadi di Indonesia, meskipun banyak diantara mereka memiliki kaidah ilmiah yang miskin. 

 

Seorang INT yang memiliki tujuan akhir mengembangkan keilmuan, akan melakukan banyak aktivitas seperti koleksi kasus, laporan kasus, menulis buku, membuat acara-acara ilmiah, bahkan membuat senter agar banyak INT yang bisa belajar dan melakukan prosedur. Seorang INT yang demikian, malahan bisa jadi memiliki banyak pasien dan juga berpraktik di banyak rumah sakit. Memiliki banyak pasien mungkin bagi sebagian INT menjadi tujuan akhir, namun bagi INT tertentu merupakan tujuan antara.

 

Variabel tergantung yang merupakan variabel akhir, bisa berubah, bisa didefinisikan kembali di dada masing-masing INT. Adanya prosedur yang di luar indikasi, adanya pasien yang mengeluhkan biaya selangit pada prosedur standar, adanya kegiatan-kegiatan tidak etis, adanya pelanggaran norma dan hubungan kesejawatan, seringkali berhubungan dengan variabel tergantung ini. 

 

Variabel tergantung ini perlu terus didefinisikan ulang. Adanya tujuan akhir yang selaras dengan tujuan kehidupan abadi (husnul khatimah), tentu merupakan cita-cita semua INT yang memiliki iman dan kecintaan kepada Tuhan-nya. Mungkin syair lagu Bimbo ini bisa membantu meredefinisi variabel tergantung, "Yang mencari akhirat mendapat akhirat dan dunia, yang mencari dunia hanya mendapat dunia."

Wednesday, 14 December 2022

Akademisi dan Publikasi: Dulu dan Sekarang

Berjalan di lorong-lorong sekitar Mezquita Cordoba, serasa kembali ke masa lampau. Seolah terdengar lirih alunan bait-bait syair kitab Alfiyah Ibnu Malik. Alfiyah adalah kitab legendaris pesantren tentang tata bahasa arab berlagu 1000 syair, ditulis 1274 M. Mezquita tampak berwarna klasik, kuno dengan aroma masa lalu yang sangat terasa. Ada banyak ilmuwan dan ulama masa itu. Mereka lahir dan menulis karyanya. Bagaimana mungkin kitab yang berasal dari masa lampau itu masih bertahan hingga sekarang? masih di kaji dan didendangkan. 

 

Dari belahan bumi lain, Damaskus, Syiria. Seorang santri dari Indonesia tampak berdoa di zawiyah sisi barat Masjid Umawi. Doa itu dia panjatkan setelah selesai mengkaji kitab legendaris yang juga dikaji diberbagai pesanten di Indonesia, Ihya' Ulumuddin (sekitar 1097 M). Dia mengirimkan doa kepada Al-Ghazali sang penulis. Al-Ghazali menulis puluhan kitab yang sampai saat ini menjadi rujukan dan bahan ajar di pesantren. Selain Ihya' ulumuddin, kitab Bidayatul Hidayah dan Minhajul Abidin merupakan kita pegangan bagi santri-santri di penjuru nusantara, mengkaji tentang akhlaq dan penyucian jiwa. Bagi yang hanya membaca, namun belum pernah berguru dalam mengkajinya, akan merasakan nikmat dan sensasi yang berbeda, tatkala menyelami kata perkata kalimatnya. Bagaimana mungkin, kitab tersebut bisa bertahan demikian lama dan masih memberikan manfaat sampai saat ini ?

 

Ribuan lagi kitab di perpustakaan pesantren, atau saat ini tersimpan dalam file-file komputer dalam bentuk e-book atau maktabah syamilah, berasal dari ratusan tahun lalu dan masih bertahan. Mengapa bisa demikian? Adakah buku-buku, penelitian, ilmu pengetahuan yang saat ini di kaji dan diproduksi oleh akademisi kontemporer, akan mampu bertahan seperti kitab-kitab tersebut? 

 

Mungkin ada banyak diskusi dan sudut pandang, tentang panjangnya usia karya-karya ini. Tapi mari coba di lihat dari satu aspek saja, yaitu motivasi sang akademisi saat karya itu di tulis. Cerita dan motivasi dari pengantar buku atau kitab, biasanya di tulis pada mukaddimah, sebelum konten utama tulisan.

 

Sebelum itu, mari beralih pada suasana akademis di Indonesia. Bagi dosen atau akademisi, saat ini mereka mendapat tuntutan melakukan pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Apa yang mereka kerjakan akan dinilai oleh perguruan tinggi. Bukan hanya berhenti disitu, mereka akan mendapat apresiasi dan reward apabila mampu menghasilkan karya dan penelitian yang dianggap berbobot dan memiliki standar kualifikasi internasioanal tertentu. Sehingga, ada guyonan, mereka akan mendapatkan KUM (angka kredit) dan KAM (bahasa arab berarti 'berapa'), sejumlah apresiasi finansial.

 

Maka, bisa dibilang, apresiasi ini meningkatkan semangat para akademisi untuk mendapatkan dana penelitian, menulis tulisan bereputasi, dan melakukan berbagai upaya akademis (seperti HAKI), yang memiliki nilai KUM dan KAM. Memang dalam beberapa tahun, jumlah publikasi di universitas tertentu naik drastis, rangking universitas juga naik menurut lembaga perangkingan di dalam maupun luar negeri. Namun pertanyaannya, adakah produk akademis tersebut akan bertahan lama? mampu diwariskan dari generasi ke generasi? ataukah hanya memiliki efek sepintas, sebatas habisnya masa KUM dan KAM?

 

Berapa banyak disertasi dan tesis mahasiswa S2 dan S3 teronggok di perpustakaan? Saat seseorang lulus doktor, semua orang mengucapkan selamat, tanpa ingin tahu apa sebenarnya karya dan kontribusinya terhadap ilmu pengetahuan. Apakah waktu, biaya dan tenaga yang dia habiskan memang sebanding dengan gelar dan kebanggaan yang dia dapat.

 

Menimbang dan membandingkan, mungkin tidak selalu sepadan. Bagaimana bisa membandingkan akademisi dunia dengan akademisi Indonesia saat ini. Tapi paling tidak kita bisa merujuk pada niat dan motivasi. Dibelahan dunia sana dan sini, masa lalu dan sekarang, motivasi dapat dibandingkan, karena ia adalah pendorong dihasilkannya suatu karya.

 

Berkaitan dengan motivasi, maka lihatlah Imam Al-Ghazali pada tulisan pengantar bagian awal kitab Minhajul 'Abidin. " Saya memohon taufiq dan bimbingan kepada Allah swt. agar saya mampu menyusun sebuah kitab yang kiranya dapat diterima oleh banyak orang dan dapat memberi manfaat bagi pembacanya. Alllah mengabulkan permohonanku, seperti terpenuhinya permintaan orang yang dalam kesulitan ketika memohon kepada-Nya. Dia mengajariku rahasia penulisan kitab tersebut serta mengilhamiku susunan penulisan yang sangat menakjubkan."

 

Kemudian, dalam muqaddimah Sullamut Taufiq, Syaikh Nawawi Al-Bantani, ulama nusantara yang bermukim di tanah suci, pengarang puluhan kitab, menyampaikan," Aku memohon kepada Allah swt. semoga kitab ini mendapat ridha-Nya. Ia jadikan sebagai amal sholeh yang dapat meraih pahala yang ada di sisi-Nya dan menjadi sebab untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada-Nya serta mendapat tempat di haribaan-Nya kelak." Kitab Sullamut Taufiq merupakan kitab Fiqh dan Akhlaq yang juga banyak di kaji di pesantren hingga saat ini.

 

Para akademisi dan ulama terdahulu dalam menulis suatu karya, tidak memperdulikan KUM dan KAM. Ada tujuan hakiki dari hanya sekedar itu. Imam Az-Zarnuji, penulis kitab Ta'limul Muta'allim, menekankan pada penuntut ilmu akan pentingnya adab sebelum ilmu. Beliau menulis dalam mukaddimah bahwa Kitab Ta'limul Muta'allim ditulis karena gelisah melihat banyak penuntut ilmu yang bersungguh-sungguh, namun tidak mendapatkan yang diinginkan, atau ilmu tersebut tidak menghasilkan buah. Kemudian beliau menulis kitab tersebut setelah beristikharah, memohon petunjuk kepada Allah. Maka, adakah akademisi kontemporer yang menulis karena kegelisahan serupa? yang kemudian menulis karyanya dengan terlebih dahulu beristikharah? 

 

Setidaknya, motivasi para akademisi, ilmuwan dan ulama terdahulu dapat menjadi cermin, bagaimana kitab dan karya yang dihasilkan merasuk dalam hati zaman. Karya mereka tak lekang oleh waktu, tetap menjadi rujukan hingga sekarang. Mereka sesungguhnya tidak sedang menulis suatu karya, meraka sedang menanam niat dan motivasi, untuk di panen pada hari akhir nanti. 

 

Tuesday, 13 December 2022

Apakah DSA Serebral Ada Risikonya?

Demikianlah yang sering ditanyakan oleh pasien saat dokter menganjurkan prosedur serebral DSA (Digital Substraction Angiografi). Tentu saja semua prosedur medis memiliki risiko. Namun, prosedur medis tidak akan dilakukan jika manfaat prosedur tersebut tidak lebih besar dari risikonya. 

 

Serebral DSA adalah prosedur angiografi dengan memasukkan kateter ke dalam pembuluh darah, umum-nya dari pangkal paha (arteri femoralis). Pasien terlebih dahulu dilakukan injeksi anastesi lokal, sehingga saat kateter dimasukkan dalam pembuluh darah, pasien tidak lagi merasa nyeri. Pada beberapa kondisi, insersi kateter dapat menggunakan pembuluh darah pada lengan. Terkadang diperlukan anastesi umum pada pasien yang gelisah, anak-anak, atau pasien dengan penurunan kesadaran.

 

Kateter kemudian dimasukkan dalam pembuluh darah dengan bantuan guide wire. Apabila sudah berada pada pembuluh darah yang sesuai, maka diinjeksikan kontras yang telah dicampur dengan cairan fisiologis NaCl 0.9% dan heparin (umum-nya 500 cc Nacl 0,9 % dengan heparin 3000 IU). Setelah semua pembuluh darah selesai digambar dengan kontras, kateter dikeluarkan dari pembuluh darah pangkal paha, dan semua alat dikeluarkan. Luka tersisa hanya sebesar tusukan jarum. Selama injeksi kontras, pasien akan merasa sensasi hangat dan seolah melihat kerlipan bintang saat kontras masuk ke pembuluh darah mata.

 

Dari anastesi lokal sampai selesai prosedur, memakan waktu sekitar 30-45 menit. Risiko yang mungkin (tidak sering terjadi) adalah lebam ditempat suntikan (hematoma), alergi kontras, terbentuknya bekuan darah karena device yang dimasukkan, diseksi atau robekan arteri, perdarahan, serta efek kontras yang dapat menimbulkan keluhan lain. Semua risiko ini sebesar < 3%,artinya 97% merupakan prosdur yang aman untuk dilakukan. Risiko tersebut mungkin terjadi pada usia tua, hipertensi tidak terkontrol, diabetes mellitus yang tidak teregulasi dan faktor risiko lainnya.

 

Prosedur serebral DSA ini sangat penting untuk mengetahui anatomi pembuluh darah otak. Kepekaannya mendekati 100% jika dibanding dengan CT angiografi atau MR angiografi. Apabila diperlukan, prosedur DSA ini akan dilanjutkan dengan prosedur intervensi yang merupakan prosedur terapi. Prosedur terapi bisa berupa angioplasty, stenting, coiling atau embolisasi.