Selamat Datang di Dunia Neurovaskular & Neurointervensi

idik

idik

Tuesday, 29 August 2017

Neurointervention on Brain AVM : To be Sniper or Bomber ?

Bagi neurointerventionis, BAVM sangat unik, menarik sekaligus menantang. Dengan duduk di pojok ruangan, melakukan analisa angioarsitektur BAVM ternyata cukup membuat kita terlena. Sebelum memulai embolisasi, rekostruksi dapat memerlukan waktu cukup lama. Mulai dengan identifikasi lokasi, feeder, draining vein, tipe AVM secara anatomis (sulcal, gyral, mixed), secara angioarsitektur (plexiform, fistolus, mixed), identifikasi rupture site, kompartemen dan target embolisasi.

Sehingga, embolisasi AVM hampir selalu didahului DSA diagnostik secara terpisah. Hal ini berbeda dengan SAH akibat aneurisma misalnya, dimana dapat dilakukan secara ad hoc, yaitu DSA dapat disusul dengan coiling dalam waktu bersamaan.

Setelah melakukan rekonstruksi, maka akan diputuskan tindakan endovaskuler beserta strategi yang akan digunakan. Adakah menggunakan liquid embolan secara tersendiri atau kombinasi dengan coil pada kasus fistoulous dan high flow. Liquid embolan yang saat ini tersedia di Indonesia adalah Glue (NBCA:Lipiodol) dan Onyx. Kedua liquid embolan ini memiliki karasteristik dan kenyamanan tersendiri bagi masing-masing operator.

Glue, bagi yang biasa menggunakannya, sangat nyaman, aman dan tepat sasaran. Namun, bagi yang baru saja mencoba, dapat merupakan bumerang apabila tidak berhati-hati. Kepekatan, penempatan microcatheter dan kekuatan injeksi merupakan kunci keberhasilan embolisasi menggunakan glue.  Sehingga, seringkali, intervensionis memerlukan waktu lama untuk mencari posisi sebelum melakukan injeksi glue secara tepat dan memuaskan. Serupa dengan SNIPER, sasaran yang ditembak sangat spesifik dengan area kecil (satu atau dua kompartemen saja) dan jika dimaksudkan untuk mematikan area yang cukup luas, maka tidaklah cukup hanya sekali bidik. Dalam kondisi demikian, perlu melakukan beberapa kali tindakan kateterisasi, karena pada penggunaan glue, microchateter yang dipakai tidak dapat digunakan lagi. Begitu arah aliran glue refluks mengenai mikrokateter, maka kateter harus segera ditarik keluar, jika tidak, polimerisasi akan menyebabkan kateter stagnant dalam pembuluh darah, dan apabila ditarik secara paksa akan menyebabkan perdarahan.

Onyx, memiliki waktu polimerisasi yang cukup lama. Bahan ini perlu dipersiapkan dengan shaking minimal 20 menit. Konsentrasi Onyx tidak dapat diatur, konsentrasi telah ditetapkan, misalnya Onyx -18. Sebagai pengganti cairan dextrose yang digunakan untuk flusing pada glue, digunakanlah DMSO, dan ini terdapat satu paket kemasan bersama onyx. Penggunaan onyx juga memerlukan pengalaman spesifik. Karena onyx merupakan embolan yang non- adhesive (tapi kohesive), intervensionis punya banyak waktu untuk melakukan injeksi, kemudian menunggu beberapa saat, dan kemudian melakukan injeksi lagi. Onyx dapat menutup area nidus yang luas dan multikompartemental. Karena area jangkaunya luas, maka ada resiko pembuluh darah kecil yang tak terlihat akan ikut tertutup. Sehingga, meskipun angka embolisasi kuratif cukup tinggi dengan onyx, namun angka komplikasi yang terjadi juga lebih tinggi dari glue. Intervensionalis seolah menghancurkan target dengan bom. Ini juga merupakan alasan substansial mengapa embolisasi pada kasus spinal AVM hampir tidak pernah menggunakan onyx.

Melihat karakteristik yang demikian, maka, tehnik dan pilihan bahan embolisasi berpulang pada operator. Apakah operator akan menjadi sniper atau bomber. Tentu saja onyx dapat digunakan untuk AVM kecil dan cukup aman, namun harga onyx lebih mahal dari glue. Hal ini seperti membidik sasaran tunggal yang sebenarnya dapat dilumpuhkan dengan satu tembakan, namun jika menghancurkannya dengan bom, tentu memiliki resiko dan efek terhadap struktur sekitarnya.

Umumnya masing-masing operator akan cenderung lebih memilih salah satu embolan sebagai kegemarannya. Maka tepatlah ungkapan “There was no dangerous device but there was dangerous operator.”

No comments:

Post a Comment