Selamat Datang di Dunia Neurovaskular & Neurointervensi

idik

idik

Friday, 14 April 2017

Redefinisi : Stroke Atau Pre-Stroke ?

Setelah menunjukkan satu contoh kasus tentang oklusi total midbasiler artery, dengan tanda klinis transient dan tanpa bukti adanya kerusakan jaringan, muncul respon dari beberapa dokter dan residen. Salah satu diskusi dengan seorang residen, terangkum dalam beberapa pertanyaan ini :

1. Berdasarkan kasus yang diceritakan tadi, apakah ini berarti stroke bisa didefinisikan hanya dengan adanya stenosis/ oklusi pembuluh darah saja ? Dan apakah ini berarti semua oklusi/stenosis perlu diterapi meskipun tanpa gejala ? (Tapi, bukankah di guideline prevensi primer stroke, CEA & CAS profilaksis belum kuat rekomendasinya ? Apakah cukup terapi dengan antitrombotik saja?)

Fenomena dan fakta menunjukkan bahwa patologi pada pembuluh darah sudah terjadi. Perlu dipikirkan, adanya oklusi pembuluh darah yang tampak secara jelas dengan imejing vaskuler "seharusnya" kedepan adalah termasuk stroke, karena sudah terjadi trombosis. Memang masih menyisakan pertanyaan (dan untuk itulah fenomena ini di share agak terjadi banyak perdebatan), apakah oklusi semua kaliber pembuluh darah atau hanya pembuluh darah besar saja ? karena tentu dampak terhadap hemodinamik intrakranial berbeda. Hanya, yang perlu diiingat, dampak oklusi pembuluh darah otak bukan pada besar kecilnya pembuluh darah, namun pada kaya atau tidaknya kolateral. Contoh oklusi total pada salah satu ostium Vertebral artery mungkin tidak menimbulkan gejala klinis, tapi oklusi pada ostium PICA yang merupakan cabang Vertebral artery mungkin akan menimbulkan gejala klinis.

Adanya stenosis saja bukan termasuk stroke, walaupun sudah terjadi patologi dan proses atherosclerotik. Lalu apa bedanya stenosis berat asimptomatik dengan oklusi total asimptomatik, apakah yang pertama bukan stroke dan yang kedua stroke ?

Diskusi dapat terus berlanjut, apakah stenosis dan oklusi yang asimptomatik bisa disebut PRE STROKE ? mungkin saja akan ada stratifikasi dan grading dikemudian hari. Mungkin akan ada ada istilah Pre-stroke (derajad I, II dan seterusnya), semakin tinggi derajadnya, memiliki dampak potensi kerusakan jaringan yang makin besar. Istilah pre stroke dapat dipakai apabila definisi stroke masih menggunakan tissue base seperti sekarang.

Apakah perlu di terapi ? tentu saja perlu diterapi sebagaimana stroke. Apabila itu suatu emboli, makan berpotensi timbul emboli berikutnya. Dan apabila itu suatu proses atherosclerotik, proses ini pasti sudah terjadi pada pembuluh darah lain, bukan hanya di intracranial tapi juga extracranial.

2. Apakah oklusi yang disertai TIA dapat dianggap asimtomatik ? karena gejalanya hanya sesaat & imaging nya normal.

TIA sudah simptomatik walaupun sesaat. Pre-Stroke (stenosis atau oklusi asimptomatik), dalam definisi kita sendiri, berpotensi menimbulkan gejala klinis yang sesaat (TIA) dan gejela klinis yang menetap (stroke).
3. Apakah oklusi pembuluh darah otak bisa benar-benar asimtomatik & tanpa tanda kerusakan jaringan? Atau mungkin gejala klinisnya yang tidak hebat & akut, tapi perlahan & tidak disadari (misalnya, penurunan kognitif)..?
Atau mungkin dari CT scan & MRI/DWI jaringan otak masih tampak normal, tapi dengan modalitas imaging lainnya bisa tampak area hipoperfusi, hipometabolisme, atau peningkatan oxygen extraction fraction? (Seberapa jauh kita perlu mengevaluasi kondisi jaringan otak untuk menentukan ada/tidaknya infark ? Apakah cukup CT/DWI saja ?)

Fakta saat ini, oklusi total bisa benar-benar asimptomatik. Hal ini sudah kita kerjakan di cathlab. Dalam kondisi kita perlu melakukan tindakan parent vessel sacrifice, misalnya menutup total carotis interna ipsilateral karena CCF, kita mengevaluasi dua hal. Pertama, klinis, pasien sadar dan bisa diajak berkomunikasi. Kedua, angiografis, dengan melihat jeda fase arteri-vena antara hemisfer kanan kiri, antara ipsilateral oklusi dan kontralateral oklusi. Jika lebih dari 2 detik perbedaannya, biasanya pasien simptomatik dan muncul keluhan klinis.

Tentang perubahan metabolik tanpa adanya kerusakan jaringan pada oklusi, mungkin kedepan bisa dievaluasi dengan makin canggihnya neuroimejing, dan secara faktual tampaknya akan bisa dibuktikan kedepan. 


4. Lalu bagaimana kita mendiagnosis adanya oklusi arteri pada populasi yang benar-benar asimtomatik ? Apakah perlu dilakukan skrining ? 

Di luar negeri, skrining sudah banyak dilakukan, terutama pada pasien yang memiliki faktor resiko yang prominen. Salah satu dampaknya adalah, banyak ditemukan juga aneurisma asimptomatik (dan dari sinilah muncul perdebatan baru, aneurisma unrupture yang bagaimana yang harus di terapi)


5. Apakah definisi stroke berupa oklusi pembuluh darah ini juga bisa diterapkan untuk pembuluh darah kecil/perforator? (Kami berpikir perforator ini sulit divisualisasi/ dievaluasi kondisi patensinya)

Benar sekali, perforator sulit dievaluasi, bahkan dengan DSA 3D sekalipun. Namun, kedepan sangat mungkin dilakukan. Saat ini sudah berkembang MRA 4D dan DSA 4D. Mungkin 5-10 tahun lagi akan masuk ke Indonesia.

Diskusi masih akan terus berlanjut, dan mungkin akan semakin tajam, memicu kita untuk kembali berkontemplasi....


No comments:

Post a Comment