Malam itu, laki-laki 32 tahun, diantar ke IGD Rumah Sakit di Surabaya. Mengalami kelemahan tubuh kanan, tak mampu berbicara dan kesadaran mulai menurun. Hasil CT scan kepala menunjukkan adanya stroke penyumbatan yang luas. Setengah bergegas, istri dan dua orang anaknya mengikuti brankar yang didorong menuju ruang perawatan. Pasien adalah driver travel, pekerjaan melelahkan, hanya sedikit waktu tidur. Saat kantuk menyerang, kopi dan dua bungkus rokok perhari menjadi teman setianya.
Wajah sang istri tampak lelah. Dua anaknya terpaksa libur sekolah. Memasuki hari ketujuh, tak tampak ada perbaikan yang berarti pada pasien. Lumpuh, hanya terbaring di tempat tidur. Kebutuhan dasar hidup harus dibantu. Makan, ganti baju dan bahkan kebutuhan hajat kamar mandi. Istri yang sabar ini sudah membayangkan beratnya hidup pada hari-hari mendatang.
Prevalensi stroke diperkirakan berjumlah lebih dari 2 juta orang berdasar data 2018. Stroke adalah penyebab kematian pertama dan penyebab kecacatan utama di Indonesia. Beban keluarga pasien stroke sungguh besar. Orang kaya akan jatuh miskin, dan orang miskin semakin menderita. Begitu banyak keluarga terlantar dan anak putus sekolah karena orang tua terkena stroke.
Apakah stroke tak bisa diobati? Terapi stroke akut terbatas waktu. Obat penghancur bekuan darah hanya bisa diberikan kurang dari 4.5 jam. Jika bekuan darah besar, harus dikeluarkan dengan tidakan kateterisasi, waktu terbatas 24 jam. Sayangnya, tidak semua rumah sakit siap memberikan obat penghancur bekuan, serta tidak semua rumah sakit memiliki fasilitas dan dokter yang mampu melakukan kateterisasi.
Terapi stroke akut mahal, kateterisasi bahkan sangat mahal. Apabila keduanya tidak dilakukan, pilihannya hanya dua, kecacatan atau kematian. Jika beruntung, sedikit pasien dapat sembuh sempurna. Pemerintah mendorong program pengampuan stroke sejak 2023. Semua rumah sakit dengan CT scan dan dokter neurologi diharapkan mampu memberikan dua terapi utama ini. Namun, besarnya biaya yang dikeluarkan, tidak mampu menjangkau banyak pasien stroke di Indonesia.
Stroke bisa mengenai Dokter, Kyai, Guru, Bupati, Gubernur, Anggota DPR dan profesi apa saja. Saat stroke menyerang, dokter tak lagi bisa praktek, Kyai tak lagi bisa lagi membimbing ummat, Dosen akan berhenti mengajar, juga profesi lain. Kalaupun bisa kembali bekerja, kualitas dan kuantitas perkerjaan tidak akan pernah sama seperti semula.
Satu-satunya cara paling mudah dan murah untuk menghadapi stroke adalah prevensi agar stroke tidak terjadi. Apakah stroke bisa dicegah? tentu stroke bisa dicegah. Prevensi stroke meskipun murah, ternyata tidak mudah. Tingginya angka kematian dan kecacatan akibat stroke di Indonesia, merupakan bukti nyata kegagalan prevensi stroke. Stroke dari tahun ke tahun tetap menjadi 'pembunuh' peringkat pertama.
Perlu ada strategi mendasar prevensi stroke. Saat kemenkes dan dinas kesehatan di berbagai daerah tak mampu menurunkan angka kematian dan kejadian stroke dengan berbagai program, adakah kemungkinan strategi lain? Bagaimana jika dimulai dari pesantren? Pesantren terutama di Jawa Timur memiliki peran besar dalam upaya perubahan sosial. Interaksi Kyai dengan masyarakat sangat dekat, bahkan merupakan bagian dari mereka. Bukankah ada kaidah yang sangat populer di pesantren " Dar'ul mafasid muqaddamun 'ala jalbil masholih." Mencegah kerusakan lebih diutamakan dari meraih kebaikan. Dalam konteks stroke, program prevensi stroke harus diutamakan dan didorong lebih luas melebihi program terapi.
Pengetahuan populer tentang faktor risiko stroke, mungkin belum banyak dipahami oleh kalangan pesantren. Pengetahuan ini bisa menjadi materi yang dapat diselipkan dalam forum pengajian dan acara keagamaan di masyarakat. Misalnya, menjelaskan bagaimana cara mudah dan praktis agar stroke tidak terjadi. Bagaimana menghindari empat faktor risiko utama stroke, yaitu hipertensi, kencing manis, merokok dan kadar kolesterol darah yang tinggi. Panduan praktis dan menarik perlu disampaikan dengan bahasa sederhana dan mudah dipahami. Kyai dan santri dapat membincang secara santai tentang materi ini dengan kalangan medis.
Kyai seringkali memiliki tehnik komunikasi yang memukau dan menarik. Disamping pesan-pesan mereka dianggap otoritatif dan layak untuk diikuti. Kyai-kyai kampung apalagi. Beliau begitu dekat dengan masyarakat dan menjadi pendamping mereka dalam keseharian. Mengapa tekanan darah tinggi bisa menyebabkan stroke. Bagaimana rokok akan menjadikan darah lebih pekat dan mudah menggumpal. Bagaimana cara menghindari dan mengelola kencing manis. Makanan apa yang mudah meningkatkan kadar kolesterol darah.
Apabila konsep ini dapat diterima, jangan-jangan nanti ada kitab produk pesantren, "Kitabus Saktati Al-dimaghiyati," Kitab Stroke. Kitab yang menjelaskan tentang gejala dini dan cara praktis mencegah stroke. Siapa tahu?
Lebih baik dan lebih ashlah jika mas dokter fery yg ganteng membuat kitab tersbut 👍
ReplyDelete