Di setiap sela pertemuan ilmiah Neurologi, mungkin bagian paling dinanti oleh para peserta adalah mojok di warung kopi. Ngopi informal dengan teman seangkatan, sesama alumni dan dengan para senior, membuat suasana cair, gayeng, dengan tawa lepas. Seolah oase, diantara penatnya tugas sehari-hari yang tak berkesudahan. Kopi tak perlu mahal ala tongkrongan anak muda di sudut mall berkelas, warung kopi tradisional makin mengenangkan susah-senang saat sekolah atau semasa kuliah. Suasana temaram malam, makin lama makin mengasyikkan. Ada banyak hal yang bisa diselesaikan di warung kopi. Hubungan beku dapat cair seketika. Masalah pelik dapat terurai sempurna. Dunia yang penuh persoalan seolah sirna sementara, lupakan saja, dan saat kembali, otak sudah dipenuhi dengan berbagai alternatif solusi.
Namun, warung kopi kita belakangan tampaknya sudah berubah. Warung kopi ramai di saat acara ilmiah masih berlangsung. Cukup datang registrasi saat awal acara, membuat janji dengan dengan teman-teman lama, pergi ngopi dan kembali diakhir sesi untuk menjemput sertifikat ber-SKP.
Mengapa bisa demikian ? teman saya bilang mulai jenuh dengan acara ilmiah neurologi….........lho ??? Katanya begini “ topik-topik yang ditampilkan banyak membahas produk farmasi, sudah sering disampaikan dan diulang-ulang lagi.” Beliau bilang “ saya mengalami neurological fatique,” lelah mengikuti acara ilmiah yang seperti itu. Saya menimpali,”bukankah topik dengan konten produk farmasi hanya sebagian saja dari presentasi ?” Teman saya menyahut ” Apakah tidak bisa panitia mendatangkan pakar dibidangnya, pembicara asing yang tajam dan qualified tanpa embel-embel farmasi, ataukah panitia tidak mampu mendatangkannya karena biaya ? acara ilmiah ini milik siapa ? milik kami yang yang membayar registrasi ataukah milik produk farmasi ?” Teman saya berbicara panjang soal topik ilmiah, dan contoh seminar di luar negeri.
Mendengarkan semua keluh-kesah teman saya ini, saya terdiam, saya mengerti, walaupun tidak semuanya dapat diterima. Penyelenggaraan acara ilmiah yang high cost, menuntut panitia bekerja keras mencari sponsor, dan tentu saja berkompromi dalam topik-topiknya. Di akhir diskusi teman saya berkata “ sebenarnya panitia bisa mendatangkan pembicara pakar luar negeri yang qualified dan tajam, seandainya tidak terlalu takut keuntungan dari kepanitian berkurang, bukankah kami telah membayar dari registrasi ?” Nah….yang terakhir ini saya tak lagi dapat berkomentar……..dalam hati saya berkata,” bukankah registrasi peserta sebagian besar juga mungkin dibayar oleh farmasi….?”Kita butuh acara ilmiah berkualitas, namun kita juga perlu support sponsorship, namun menuurut teman saya ini, sponsor adalah kendaraan saja, bukan tujuan penyelenggaraan acara ilmiah. Saya manggut-manggut saja, seolah mengerti.
Ah….memang warung kopi kita kini tak lagi sama…..barangkali kopinya haruslah nasgitel (panas, legi lan kenthel). Ayo ngopi….
No comments:
Post a Comment