Awalan
Neurointervensi merupakan salah satu bidang kajian dalam neurologi.
Area neurointervensi meliputi prosedur diagnostik dan intervensi. Prosedur ini
dilakukan pada pasien dengan kelainan pembuluh darah otak dan medula spinalis.
Prosedur dilakukan dengan insersi kateter dalam pembuluh darah (endovaskuler).
Bidang neurointervensi berkembang sangat pesat. Perkembangan ini sejalan dengan pesatnya perkembangan neuroimejing. Keduanya membantu neurolog dalam melakukan tatalaksana penyakit neurologis dalam praktek sehari-hari.
Dengan semakin banyaknya pilihan modalitas diagnostik dan
prosedur neurointervensi, dan dengan adanya sistem jaminan kesehatan (BPJS)
dengan segala kurang lebihnya, maka klinisi di tuntun kreatif dan efektif dalam
memilih modalitas imejing sebagai dasar terapi selanjutnya.
Prosedur neurointervensi terdiri dari modalitas diagnostik (neurovaskuler) dan terapi. Peran neurointervensi sebagai modalitas diagnostik telah banyak digantikan oleh neuroimejing non-invasive yang saat ini semakin canggih dan memiliki sensitivitas dan spesifitas tinggi. Sehingga, prosedur intervensi dapat dilakukan dengan hanya berdasarkan pada modalitas neuroimejing non-invasive. Namun, prosedur neurointervensi diagnostik (DSA) tetap tidak tergantikan untuk beberapa penyakit neurovaskuler seperti pada kasus AVM dan Dural AVF.
Prosedur neurointervensi terdiri dari modalitas diagnostik (neurovaskuler) dan terapi. Peran neurointervensi sebagai modalitas diagnostik telah banyak digantikan oleh neuroimejing non-invasive yang saat ini semakin canggih dan memiliki sensitivitas dan spesifitas tinggi. Sehingga, prosedur intervensi dapat dilakukan dengan hanya berdasarkan pada modalitas neuroimejing non-invasive. Namun, prosedur neurointervensi diagnostik (DSA) tetap tidak tergantikan untuk beberapa penyakit neurovaskuler seperti pada kasus AVM dan Dural AVF.
Anatomi
Neurovaskuler : Target Prosedur Neurointervensi
Target prosedur neurointervensi adalah restorasi anatomi
neurovaskuler yang patologis, baik berupa tindakan embolisasi (dengan liquid
embolan, coil, balon) maupun tindakan revaskularisasi (thrombectomy,
angioplasty, stenting). Untuk tujuan tersebut hal pertama yang harus dilakukan
adalah menegakkan adanya kelainan anatomis pembuluh darah (head and neck)
pasien yang bersangkutan. Kelainan pada anatomi pembuluh darah hanya bisa
diketahui dengan pemeriksaan neurovaskuler pada head, neck maupun spinal
(gambar).
Gambar. Kelainan anatomis neurovaskuler sebagai target prosedur
neurointervensi
Dalam klinis praktis, neurolog seringkali berhenti pada
pemeriksaan CT scan kepala dan MRI. Pada banyak kasus stroke, membedakan adanya
stroke perdarahan atau iskemik saja tidaklah cukup, lebih dari itu, perlu
dicari etiologi yang mendasari terjadinya stroke. Ditemukannya etiologi stroke sangat
penting dalam strategi penatalaksanaan dan prevensi sekunder setelah fase akut.
Dalam mencari etiologi, hal yang perlu dilakukan adalah melakukan pemeriksaan neurovaskuler imejing. Modalitas diagnostic neurovaskuler yang ada, dimulai dari yang kurang ke paling sensitive adalah TCD, MRA, CTA dan DSA. Modalitas ini dapat dilakukan sesuai dengan kondisi di daerah masing-masing. Apabila diyakini ada suatu penyakit neurovaskuler, dan pada modalitas imejing yang telah dilakukan tidak ditemukan adanya kelainan, maka pemeriksaan dilanjutkan dengan modalitas diagnostik yang memiliki sensitivitas paling tinggi sebagai baku emas.
Apabila kelainan vaskuler telah teridentifikasi dengan modalitas diagnostik diatas, maka prosedur neurointervensi dapat dipertimbangkan untuk dilakukan pada kelainan tersebut (dengan berdasar evidence base dan manfaat).
Pada prinsipnya, hanya ada 2 prosedur neurointervensi yaitu menutup pembuluh darah patologis (embolisasi) atau membuka /memperlancar aliran darah (revaskularisasi). Embolisasi bisa menggunakan berbagai device mulai dari bahan liquid embolan, coil maupun balon. Sedangkan revaskularisasi dapat berupa trombektomi, trombolisis, angioplasty, stenting dan pemberian obat semacam spasmolysis pada kasus vasospasme.
Dalam mencari etiologi, hal yang perlu dilakukan adalah melakukan pemeriksaan neurovaskuler imejing. Modalitas diagnostic neurovaskuler yang ada, dimulai dari yang kurang ke paling sensitive adalah TCD, MRA, CTA dan DSA. Modalitas ini dapat dilakukan sesuai dengan kondisi di daerah masing-masing. Apabila diyakini ada suatu penyakit neurovaskuler, dan pada modalitas imejing yang telah dilakukan tidak ditemukan adanya kelainan, maka pemeriksaan dilanjutkan dengan modalitas diagnostik yang memiliki sensitivitas paling tinggi sebagai baku emas.
Apabila kelainan vaskuler telah teridentifikasi dengan modalitas diagnostik diatas, maka prosedur neurointervensi dapat dipertimbangkan untuk dilakukan pada kelainan tersebut (dengan berdasar evidence base dan manfaat).
Pada prinsipnya, hanya ada 2 prosedur neurointervensi yaitu menutup pembuluh darah patologis (embolisasi) atau membuka /memperlancar aliran darah (revaskularisasi). Embolisasi bisa menggunakan berbagai device mulai dari bahan liquid embolan, coil maupun balon. Sedangkan revaskularisasi dapat berupa trombektomi, trombolisis, angioplasty, stenting dan pemberian obat semacam spasmolysis pada kasus vasospasme.
Pertanyaan
tersering berkenaan dengan neurointervensi
Neurointervensi merupakan ranah neurosains yang relatif baru.
Perkembangan neurointervensi sangat signifikan dan banyak hal yang berkaitan
dengan diagnose maupun terapi dalam praktis sehari-hari yang memerlukan
jawaban. Berikut beberapa hal yang sering menjadi pertanyaan para klinisi :
Pertanyaan berkaitan dengan diagnostik neurovaskuler :
Manakah yang lebih baik CTA atau MRA ?
Manakah yang lebih baik CTA atau MRA ?
Apabila
sudah ada CTA, perlukah dilakukan Carotid Doppler dan TCD ?
Apabila sudah dilakukan CTA, masih perlukan MRA (dan sebaliknya) ?
Apakah DSA perlu dilakukan pada pasien saya ini (case by case) ?
Apabila sudah dilakukan CTA, masih perlukan MRA (dan sebaliknya) ?
Apakah DSA perlu dilakukan pada pasien saya ini (case by case) ?
Pertanyaan berkaitan dengan terapi intervensi :
Apakah semua AVM dilakukan terapi ?
Apakah semua AVM dilakukan terapi ?
Apakan
aneurisma unrupture perlu di lakukan coiling ?
Kapankah Intracranial steting dilakukan, apakah bermanfaat ?
Kapan carotid stenosis dilakukan terapi ?
Kapan pasien SAH sebaiknya dirujuk ?
Apakah AVM yang rupture harus segera dilakukan embolisasi ?
Kapankah Intracranial steting dilakukan, apakah bermanfaat ?
Kapan carotid stenosis dilakukan terapi ?
Kapan pasien SAH sebaiknya dirujuk ?
Apakah AVM yang rupture harus segera dilakukan embolisasi ?
Akhiran
Prosedur neurointervensi pada dasarnya adalah restorasi
anatomis pada kelainan yang ditemukan pada neurovaskuler imejing. Sehingga,
menemukan kelainan tersebut dengan modalitas neurovaskuler imejing yang
tersedia merupakan langkah pertama yang penting. Namun, keputusan terapi
intervensi bukan hanya didasarkan pada temuan kelainan anatomi semata, tetapi juga
didasarkan pada perjalanan alamiah penyakit dan mempertimbangkan risk and benefit . Dengan kata lain,
ditemukannya kelaian anatomi tidak serta merta harus dilakukan tindakan
intervensi. Evidence base dan manfaat
klinis bagi pasien merupakan pertimbangan utama bagi setiap prosedur yang akan dilakukan.
(Topik diskusi, Banyuwangi, 17 Desember 2016)
No comments:
Post a Comment