Egas Moniz adalah orang pertama yang
membangun “stasiun” neurointervensi. Beliau membangun dan mengenalkannya pada
dunia. Namun sayangnya, saat ini stasiun tersebut ditinggalkan oleh para
neurointervensionist. Stasiun tersebut sepi peminat, hanya dikunjungi pada kondisi
tertentu yang darurat. Berikut ini adalah kisahnya.
Catheter yang digunakan untuk prosedur
neurointerevensi harus pergi menuju destinasi yang dimaksudkan. Apakah menuju
neck vessel ataukah intracranial vessel. Catheter seumpama kereta yang harus berangkat
melalui stasiun.
Egas Moniz membangun stasiun pertama di
pembuluh darah leher, yaitu common carotid artery (CCA). Dari CCA inilah
catheter di berangkatkan, mengantar kontras menuju pembuluh darah intra dan
extracranial.
Namun lihatlah, stasiun Egas Moniz ini
ternyata tidak cukup aman dan efektif. Untuk menciptakan suatu gambar pembuluh
darah otak kanan dan kiri, perlu membangun dua stasiun, yaitu di CCA kanan dan
CCA kiri. Sedangkan untuk menuju otak belakang, harus melalui stasiun lainnya, lebih
sulit dan lebih beresiko, yaitu vertebral artery (VA) yang ukurannya cukup
kecil.
Dapat dibayangkan, komplikasi akibat
prosedur neurointervensi generasi pertama memiliki angka yang cukup tinggi.
Selain diseksi pada arteri, juga stroke. Prosedur melalui CCA dilakukan sampai
akhir tahun 1960.
Kemudian, datanglah era modern
neurointervention, awal tahun 1970-an. Era ini ditandai dengan dibangunnya stasiun
baru. Lokasinya di Common Femoral Artery (CFA) dan dalam kondisi darurat pada
Brachial atau Radial artery. Stasiun
baru ini lebih aman dan efektif. Memiliki komplikasi prosedur sangat rendah dan
mudah diakses oleh berbagai macam device.
Berpindahnya carotid approach to femoral
approach diikuti pula secara signifikan oleh berkembangnya device dan tehnik
neurointervensi. Prosedur intervensi yang memerlukan ketelitian tinggi dan
waktu cukup lama dapat diberangkatkan dengan aman melewati stasiun baru.
Sayangnya, pembangunan stasiun baru dan
pemanfaatannya tidak diikuti oleh para neurologist. Setelah era tahun 1970-an
tersebut, prosedur neurointervensi oleh neurologist merupakan “obsolete
practice.” Prosedur neurointevensi berikutnya dikembangkan oleh spesialis
lainnya.
Menyadari telah cukup lama ketinggalan
kereta, para neurologist mulai mengunjungi kembali “stasiun baru” ini. Pada akhir
tahun 1990-an dan awal tahun 2000-an, neurologist dunia mulai masuk kembali ke
area neurointervensi, bersanding kembali dengan spesialis yang lain.
Prosedur pucture femoral merupakan
“craniotomy of neurointervention.” Dari pucture site inilah dilakukan semua
prosedur neurointervensi dan dengan luka hanya sebesar jarum. Saat ini, melaui
stasiun baru, beberapa
studi menunjukkan bahwa prosedur neurointervensi terbukti lebih superior dari
prosedur Neurosurgery dalam beberapa kasus, atau paling tidak merupakan rival
yang sepadan.
Stasiun Balapan, Solo, 7 Februari 2014
No comments:
Post a Comment