Selamat Datang di Dunia Neurovaskular & Neurointervensi

idik

idik

Friday 14 February 2014

Modern Neurointervention : Pindah “Stasiun”

Sudah jamak diketahui, bahwa prosedur pertama neurointerevensi dilakukan oleh seorang neurologist. Kini, nama sang neurologist diabadikan menjadi nama salah satu program pendidikan fellowship di India, Egas Moniz Fellowship.  Beliau mengenalkan prosedur angiografi cerebral untuk pertama kali pada 1926.

Egas Moniz adalah orang pertama yang membangun “stasiun” neurointervensi. Beliau membangun dan mengenalkannya pada dunia. Namun sayangnya, saat ini stasiun tersebut ditinggalkan oleh para neurointervensionist. Stasiun tersebut sepi peminat, hanya dikunjungi pada kondisi tertentu yang darurat. Berikut ini adalah kisahnya.

Catheter yang digunakan untuk prosedur neurointerevensi harus pergi menuju destinasi yang dimaksudkan. Apakah menuju neck vessel ataukah intracranial vessel. Catheter seumpama kereta yang harus berangkat melalui stasiun.

Egas Moniz membangun stasiun pertama di pembuluh darah leher, yaitu common carotid artery (CCA). Dari CCA inilah catheter di berangkatkan, mengantar kontras menuju pembuluh darah intra dan extracranial.
Namun lihatlah, stasiun Egas Moniz ini ternyata tidak cukup aman dan efektif. Untuk menciptakan suatu gambar pembuluh darah otak kanan dan kiri, perlu membangun dua stasiun, yaitu di CCA kanan dan CCA kiri. Sedangkan untuk menuju otak belakang, harus melalui stasiun lainnya, lebih sulit dan lebih beresiko, yaitu vertebral artery (VA) yang ukurannya cukup kecil.

Dapat dibayangkan, komplikasi akibat prosedur neurointervensi generasi pertama memiliki angka yang cukup tinggi. Selain diseksi pada arteri, juga stroke. Prosedur melalui CCA dilakukan sampai akhir tahun 1960.

Kemudian, datanglah era modern neurointervention, awal tahun 1970-an. Era ini ditandai dengan dibangunnya stasiun baru. Lokasinya di Common Femoral Artery (CFA) dan dalam kondisi darurat pada Brachial atau Radial artery.  Stasiun baru ini lebih aman dan efektif. Memiliki komplikasi prosedur sangat rendah dan mudah diakses oleh berbagai macam device.

Berpindahnya carotid approach to femoral approach diikuti pula secara signifikan oleh berkembangnya device dan tehnik neurointervensi. Prosedur intervensi yang memerlukan ketelitian tinggi dan waktu cukup lama dapat diberangkatkan dengan aman melewati stasiun baru.

Sayangnya, pembangunan stasiun baru dan pemanfaatannya tidak diikuti oleh para neurologist. Setelah era tahun 1970-an tersebut, prosedur neurointervensi oleh neurologist merupakan “obsolete practice.” Prosedur neurointevensi berikutnya dikembangkan oleh spesialis lainnya.

Menyadari telah cukup lama ketinggalan kereta, para neurologist mulai mengunjungi kembali “stasiun baru” ini. Pada akhir tahun 1990-an dan awal tahun 2000-an, neurologist dunia mulai masuk kembali ke area neurointervensi, bersanding kembali dengan spesialis yang lain.

Prosedur pucture femoral merupakan “craniotomy of neurointervention.” Dari pucture site inilah dilakukan semua prosedur neurointervensi dan dengan luka hanya sebesar jarum. Saat ini, melaui stasiun baru,  beberapa studi menunjukkan bahwa prosedur neurointervensi terbukti lebih superior dari prosedur Neurosurgery dalam beberapa kasus, atau paling tidak merupakan rival yang sepadan.


Stasiun Balapan, Solo, 7 Februari 2014

No comments:

Post a Comment