Selamat Datang di Dunia Neurovaskular & Neurointervensi

idik

idik

Friday 30 September 2011

STROKE : CUCI OTAK ("Brain Wash"), BENARKAH BERMANFAAT ?

Kalau kita googling dengan password “cuci otak,” maka akan muncul dari majalah Tempo tulisan pada halaman Kesehatan sebagai berikut :

Sehat dengan Cuci Otak. Telah dikembangkan teknik cuci otak berbasis radiologi intervensi. Pasien stroke menahun dan lumpuh bisa kembali jalan.
Jika dibuka artikelnya, ada pengantar sebagai berikut (artikel lengkap tidak bisa diakses) :

Potongan lagu lawas Terlambat Sudah itu dinyanyikan Benny Panjaitan, dengan sedikit modifikasi, di atas ranjang rumah sakit. Suaranya lepas. Wajahnya cerah. Mengenakan kaus-T putih dan celana pendek hitam, vokalis grup zaman baheula, Panbers, itu tak lelah mengumbar senyum.
"Saya bahagia sekali karena sudah bisa mengeluarkan suara yang asli," kata Benny saat ditemui Tempo di Paviliun Kartika, Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta, Selasa pekan lalu. Maklum, sejak dia mengalami stroke-pembuluh darah di otak kanannya pecah-Juni tahun lalu, suaranya tak bisa bebas keluar. "Mau keluarkan suara, tapi tertahan. Kesal," kata pria 64 tahun ini. (Tempo 27 Juni 2011).

Tak ayal, berita ini menyebar secara luas, informasi ini dibaca oleh kalangan awam maupun dokter. Bagi kalangan medis, informasi ini menjadi tanda tanya besar, benarkah pengobatan pasien stroke dengan cuci otak ini begitu hebatnya ? namun mengapa hanya ada di Indonesia dan tidak pernah dirilis dalam jurnal-jurnal ilmiah ? Bagi kalangan awam yang memiliki keluarga dengan stroke, ini merupakan angin segar, mereka segera mencari informasi atau bahkan langsung datang ke tempat bersangkutan.

Berdasarkan informasi yang menyebar dalam beberapa mailing list, dokter yang melakukan prosedur “brain wash” ini menggunakan Heparin dan Integrilin (Eptifibatide) dalam prosedur cerebral DSA. Prosedur DSA dengan menggunakan heparin jamak dilakukan diseluruh belahan dunia, interventionist menggunakan dosis antara 3000-5000 U (40-60 U/kg). Sedangkan Eptifibatide adalah antiplatelet injeksi semacam Abciximab dan Tirofiban, dan memang banyak laporan diberikan untuk kasus stroke akut.
Bagaimana sesungguhnya pengobatan a la “Brain wash” ini dari sudut pandang dunia kedokteran dan neurointervensi ?

Telah disebutkan, bahwa penggunaan heparin dalam dunia neurointervensi merupakan sesuatu yang rutin dilakukan, hal ini dikarenakan saat tindakan dokter menggunakan kateter dan guidewire serte material lainnya (sesuai penyakit pasien) kedalam pembuluh darah. Heparin biasanya diberikan berupa flushing pada awal prosedur diagnostic, dan dapat dilanjutkan dengan continous infusion (heparinized saline) pada prosedur intervensi terapeutik. Sedangkan penggunaannya bersama antiplatelet injeksi secara bersamaan diberikan oleh operator dalam kondisi yang sangat khusus, biasanya pada kasus emergensi, misalnya terjadi komplikasi trombosis berulang saat tindakan dilakukan. Penggunaan kombinasi heparin dan antiplatelet injeksi tidak diberikan secara rutin dalam prosedur neurointervensi. Penggunaan kombinasi kedua obat ini pada prosedur intervensi dilaporkan memiliki komplikasi perdarahan intracranial yang fatal (Qureshi et.al, Journal Stroke 2002). Namun penggunaan masing-masing obat ini tanpa dikombinasi memberikan manfaat pada pasien.

Kutipan dari majalah Tempo diatas perlu dilihat kembali dengan dasar ilmiah yang memadai. Kutipan bahwa dengan “brain wash” pasien stroke menahun dan lumpuh bisa berjalan kembali adalah menyesatkan. Ditambah lagi ungkapan bahwa Benny Panjaitan mengalami stroke berupa pecahnya pembuluh darah otak sebelah kanan. Apabila faktanya memang demikian (karena apa yang sesungguhnya dilakukan pada “brain wash” tidak pernah dipublikasikan secara ilmiah), ada beberapa hal yang perlu diluruskan. Pertama, pemberian heparin dan antiplatelet injeksi tidak dapat mengobati stroke yang sudah lama terjadi, apalagi megembalikan kelumpuhan. Heparin dan antiplatelet bekerja untuk mencegah terjadinya penyumbatan baru, bukan menghancurkan penyumbatan pada pembuluh darah. Jadi sifatnya preventif bukan kuratif. Kedua, penggunaannya pada kasus stroke perdarahan tidak pada tempatnya, kombinasi keduanya malah akan meningkatkan resiko perdaran otak, apa yang terjadi pada Benny Panjaitan mungkin hanyalah tindakan cerebral DSA (digital substraction angiography) rutin yang biasa dilakukan untuk mengetahui kelainan/ penyebab dari perdarahannya.

Namun, apapun, adanya isu ini harus disikapi secara bijak. Memang dalam dunia kedokteran selalu ada inovasi-inovasi yang terus dikembangkan untuk kepentingan perbaikan kualitas hidup, tetapi inovasi itu dilakukan berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan. Tanpa mengikuti kaidah ilmiah, pengobatan baru yang dianggap fenomenal tidak ubahnya seperti pengobatan “alternatif” yang banyak beredar di masyarakat.

Diakui atau tidak, pengobatan stroke masih merupakan tantangan bagi dunia kedokteran. Banyak sekali neuro-intervensionist dunia yang saat ini konsen pada penatalaksanaan penyakit ini. Belum ada satupun laporan (setidaknya sampai saat ini) mengenai efektifitas kombinasi terapi diatas untuk stroke, yang ada justru laporan negatif tentang efek sampingnya.
Tulisan ini setidaknya dapat memberikan tambahan informasi bagi siapapun yang ingin mengetahui bagaimana sesungguhnya “brain wash” yang fenomenal itu, terutama bagi masyarakat, yang awam akan dunia kedokteran.

4 comments:

  1. Maaf, kalo boleh tau, basic pendidikan Anda apa ya? Apakah dari Spesialis Radiologi jg ato bukan? krn tulisan Anda tidak jelas & akurat untuk mendeskriditkan dokter spesialis bidangnya yg menawarkan Terapi yg Anda katakan "Brain Wash", Mohon jika akan mengcounter pilihan masyarakat yg Anda katakan tidak tepat, berikan kami penjelasan yg lugas & tampilkan keprofesionalitasan Anda jika memang Anda ahli medis bidang radiologi, supaya kami (yg awam) dapat menentukan pilihan kami dengan lebih bijak. Terima Kasih

    ReplyDelete
  2. Radiologi Intervensi (diistilahkan brain wash / cuci otak di majalah tempo justru mengakibatkan kebingungan) merupakan sub spesialis dari Radiologi dan bukanlah barang baru di luar negri ( baca : http://en.wikipedia.org/wiki/Interventional_radiology ). Dan bukan hanya berfungsi sbg prosedur diagnostik (diagnostic radiology) namun juga untuk penyembuhan curing (intervention radiology). Curing bisa dng injeksi clot lyesing agent, ballooning, stent, clip maupun semacam spiral tergantung kondisi penyakit pasien. Silakan baca artikel2 berikut : “Cerebral interventional radiology: New options for stroke victims” di http://www.americannursetoday.com/article.aspx?id=7480&fid=7362
    dan juga secara garis besar ttg Intervention Radiology di website Yale School of Medicine di http://www.yalemedicalgroup.org/stw/Page.asp?PageID=STW023892
    atau silakan googling sendiri di internet dengan keyword Intervention Radiology.
    Sayangnya banyak orang awam bahkan rekan sejawat dokter yang tidak sungguh memahami ikut berkomentar shg bukannya makin memperjelas namun justru makin membingungkan. Semoga bermanfaat.

    ReplyDelete
    Replies
    1. komen tersebut di ambil dari komentar J4joe dari
      http://mariwaras.wordpress.com/2012/01/01/brain-wash-untuk-mengobati-stroke/

      Delete
  3. Sangatlah jelas bahwa prosedur Intervensi Neuroradiologi (disebut juga prosedur Neurointervensi/Endovascular Neurosurgery)terdiri dari prosedur DIAGNOSTK dan PROSEDUR TERAPEUTIK. "Brain Wash" pada stroke adalah prosedur DIAGNOSTIK yang di klaim sebagai prosedur TERAPI. "Brain wash" adalah prosedur diagnostik, yang diagung-agungkan sebagai prosedur terapi. Masyarakat perlu mengetahui hal ini. itu saja.

    "Let the time be the Judge."

    ReplyDelete