Selamat Datang di Dunia Neurovaskular & Neurointervensi

idik

idik

Tuesday 11 August 2020

“Prosedur Kosmetik” dalam Neurointervensi

Dalam suatu presentasi di Delhi Course beberapa tahun silam, Prof. Anton Valavanis mengungkapkan tentang istilah “Cosmetic Embolization” pada Brain AVM (BAVM). “Cosmetic Embolization” merujuk pada pengertian bahwa prosedur embolisasi BAVM yang dilakukan, hanya sekedar terlihat bagus secara angiografi. Namun, tujuan embolisasi, yaitu oklusi nidus tidak tercapai. Maka dalam waktu yang tidak terlalu lama, BAVM seperti ini akan recurrent dan kembali muncul saat angiografi evaluasi. BAVM seperti ini juga memiliki angioarsitektur yang jauh lebih sulit, apabila dilakukan embolisasi ulang. Hal ini karena semua feeder yang sebelumnya indirect menjadi dilatasi dan lebih prominen. Sedang feeder direct telah tertutup oleh “cosmetic embolization.”

 

"Prosedur Kosmetik" dapat dimaknai secara substantif, yaitu semua prosedur yang seolah-olah memberikan manfaat, namun sebenarnya tidak.


Prosedur Kosmetik” juga dapat ditemui dalam beberapa kasus neurointervensi lainnya. Misalnya stenting carotis pada stenosis yang sebenarnya tidak berat. Atau stenting pada pembuluh darah yang berkelok-kelok tanpa proses aterosklerosis. Keduanya dilakukan pada pasien tanpa gejala dan tanpa indikasi klinis yang jelas.

 

“Prosedur Kosmetik” juga ditemui pada aneurysma yang dilakukan coiling dengan packing yang longgar dan tidak adekuat karena alasan biaya, sedang kemungkinan ini sudah dapat diprediksi sebelumnya. 

 

Termasuk dalam kategori “Prosedur Kosmetik” adalah melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang disepakati konsensus ilmiah. Misalnya embolisasi incidental finding unruptured BAVM. Atau coiling unruptur aneurysma yang sebenarnya tidak diperlukan, karena memiliki resiko ruptur sangat rendah, setara dengan perjalanan alamiahnya. Sehingga, jika ditimbang resiko ruptur tanpa intervensi versus resiko terjadinya komplikasi akibat tindakan, adalah sama atau lebih tinggi resiko tindakan.

 

Pada kasus yang ekstrim, yaitu tatkala saat seorang neurointervensionis mengkampanyekan prosedur diagnostik sebagai terapi. Dia secara terbuka memberikan harapan pada pasien dan masyarakat dengan fondasi ilmiah yang rapuh. Ini adalah puncak dan contoh nyata dari suatu kecenderungan “Prosedur Kosmetik” dalam neurointervensi.

 

Mengapa seorang neurointerventionis melakukan “Prosedur Kosmetik ?“ Pertanyaan ini setidaknya dapat dirunut dari niat dan motivasi sang operator. Apakah motivasinya membantu pasien ataukah untuk keuntungan kapital dirinya sendiri.


Hubungan dokter pasien adalah hubungan professional saling menguntungkan. Kepercayaan pasien pada dokter diimbangi dengan keahlian dan profesionalitas tinggi, termasuk dalam memutuskan suatu prosedur medis. Semua prosedur medis yang dilakukan, haruslah memiliki manfaat bagi pasien, atau dalam kondisi dilema medis, harus memiliki manfaat lebih besar dibandingkan resikonya. 

 

Namun, dalam dunia yang penuh agenda kapital ini, hal tersebut tidak selalu terjadi. Sehingga, ada prosedur medis yang menguntungkan pasien, sekaligus menguntungkan dokter. Dokter mendapat imbalan atas profesionalitasnya. Ada pula prosedur yang tidak memberikan banyak manfaat bagi pasien, namun pasien harus membayar tindakan dokter yang “terkesan profesional.” Mungkin “Prosedur Kosmetik” yang “disengaja” termasuk kelompok ini. Apakah ada “Prosedur Kosmetik” yang tidak disengaja ? tentu saja ada. Ini adalah bagian dari resiko prosedur, dimana tujuan awal suatu prosedur tak dapat tercapai karena suatu hal. Misalnya dalam prosedur embolisasi BAVM dengan tujuan oklusi nidus, ternyata yang terjadi saat prosedur adalah tertutupnya feeding artery secara dini, namun ini terjadi secara tidak sengaja.

 

Kategori terakhir adalah tatkala prosedur medis itu hanya menguntungkan dokter. Pasien diminta membayar upah pada dokter atau rumah sakit, sedangkan prosedur yang didapatnya sama sekali tidak menguntungkannya. Jika ini terjadi, sungguh sang dokter tersebut telah melanggar kode etik dan sumpah dokter secara terang-terangan. Maka, bersiaplah sang dokter menerima balasan setimpal, dari masyarakat berupa sanksi sosial dan hukum, maupun dari Allah yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.

No comments:

Post a Comment