Gaduh dan heboh soal "cuci otak" telah masuk kedalam percakapan publik dan awam. "Cuci otak" yang sebenarnya adalah prosedur angiografi serebral melalui kateter yang dimasukkan dalam pembuluh darah (umumnya dari pangkal paha), menjadi hangat diperbincangkan. Prosedur ini sesungguhnya, sudah sangat lama dikerjakan, dimulai sekitar tahun enampuluhan.
Angiografi serebral kemudian disebut DSA (digital subtraction angiografi), karena teknologi mampu menghilangkan komponen selain pembuluh darah dalam tampilan gambarnya, sehingga, hanya pembuluh darah otak saja yang terlihat.
Adakah resiko prosedur DSA ? tentu saja semua prosedur medis memiliki resiko. Namun, dengan indikasi yang jelas, dan pada pasien yang tepat (bukan pada semua pasien, apalagi orang sehat), prosedur ini dapat dipertimbangkan untuk dilakukan. Yaitu, saat manfaat prosedur lebih besar dari kemungkinan efek sampingnya.
Apakah efek samping yang mungkin terjadi pada tindakan DSA ?
*1. Groin hematoma* : mungkin bisa terjadi lebam di tempat suntikan, di tempat kateter dimasukkan. Biasanya pada orang yang gemuk dan akses vaskuler yang sulit.
*2. Alergi kontras*. Meskipun secara umum agen kontras yang diinjeksikan untuk melihat pembuluh darah otak cukup aman, ada beberapa pasien yang alergi terhadap agen ini.
*3. Timbulnya trombus atau bekuan darah*. Hal ini karena ada benda asing yang dimasukkan dalam pembuluh darah yaitu kateter dan wire. Untuk mencegahnya digunakan heparin, sebagai obat yg berfungsi mencegah timbulnya bekuan. Jadi heparin sifatnya untuk prevensi timbulnya bekuan.
*4. Diseksi arteri*. Ini adalah cedera pada dinding pembuluh darah akibat efek mekanis dari kateter atau wire yang dimasukkan dalam pembuluh darah.
*5. Perdarahan*. Pada pasien yang saat dilakukan prosedur tekanan darahnya tinggi dan tidak terkontrol.
Yang namanya resiko tentu tidak selalu terjadi. Seperti seseorang yang berkendara, beresiko mengalamai kecelakaan di jalan. Secara keseluruhan, resiko prosedur ini kurang dari 3%, dan di tangan dokter yang memiliki jam terbang tinggi, resiko bisa kurang dari 1%.
Namun, karena prosedur ini memiliki resiko, maka harus dilakukan pada pasien yang tepat dengan indikasi tepat. Tidak boleh dilakukan pada semua orang, apalagi orang sehat, atau orang sakit yang tidak berhubungan dengan kelainan pembuluh darah otak.
Ada persoalan yang saat ini menjadi konsen MKEK IDI. Namun, meluasnya indikasi dari diagnostik menjadi prevensi dan terapi juga ikut membuat gaduh. Maka, soal etika dan profesi biarlah IDI dan organisasi profesi yang menyelesaikannya. Itu ranah dan domain mereka. Semoga dunia kedokteran indonesia makin maju, namun dengan tetap bertumpu pada keilmuan yang kuat dengan tetap memegang teguh etika kedokteran Indonesia.
No comments:
Post a Comment