Selamat Datang di Dunia Neurovaskular & Neurointervensi

idik

idik

Sunday, 8 September 2024

Neurointervensi: Belajar (lagi-lagi) ke Negeri China?

"Sebaiknya jangan melakukan stenting intrakranial," demikian menurut studi SAMPRISS pada 2011. "Best medical management (BMM) lebih baik dan aman." Maka, prosedur stenting intrakranial pasca SAMPRISS menurun drastis di seluruh dunia. 


ICAD (Intra Cranial Atherosclerosis Disease) adalah Asian disease, SAMPRISS bukan kabar baik bagi populasi Asia. Ada banyak kritik dan komentar pedas terkait operator, senter dan definisi BMM pada SAMMPRIS. Tentu evidence tidak bisa disandingkan dengan komentar atau kritik. Lalu, ada beberapa studi setelah SAMMPRIS. Sebut saja VISSIT pada 2015 dan CASSISS pada 2022.  Lagi-lagi menyatakan transluminal angioplasty dan stenting pada ICAD tidak memberikan outcome berbeda dan tak direkomendasikan. Namun, WEAVE pada 2019 dan dilanjutkan WOVEN pada 2020, menyatakan sebaliknya. Studi ini menggunakan self-expandable stent (bukan cardiac stent). Kesimpulannya, prosedur stenting lebih superior dibanding BMM. 

Bukan China kalau tidak memberikan kejutan. Alih-alih melakukan stenting, studi BASIS hanya menggunakan angioplasti untuk ICAD simptomatik, cukup ditiup saja pakai balon (JAMA, September 2024). Pembuluh darah yang masuk dalam studi ini adalah ICA, M1, arteri vertebralis dan basilaris. Memiliki derajad stenosis antara 70-99%. Angioplasti dilakukan dengan dilatasi 50-70% (submaximal). Prosedur dilakukan setelah hari ke-14 dari onset. Kesimpulan dari BASIS adalah angioplasti plus BMM lebih superior dibanding BMM saja. 

Sebagai catatan, operator pada penelitian ini adalah operator dengan jam terbang tinggi, sudah melakukan prosedur angioplasti pada lebih dari 50 pasien per tahun. Sebelum studi dimulai, operator mendapatkan training dari senter pengampu, sehingga memiliki standar yang sama. Menariknya, balon angioplasti yang digunakan salah satunya made in China. Angka periprocedural dissection sebesar 14.5%. Angka ini tidak signifikan mengakibatkan stroke atau kematian dalam 30 hari (primary outcome) dibanding BMM.

Sekali lagi, studi dari China memberikan jawaban atas pertanyaan mendasar akan tatalaksana stroke. Bagi kita di Indonesia, alih-alih memberikan jawaban, mengajukan pertanyaan penelitian saja enggan. Bukan karena kita tidak pintar, maka silahkan tebak, kira-kira karena apa?

No comments:

Post a Comment