Indonesia, tahun 1860, buah kopi memerah di pucuk-pucuk pohonnya. Pada tahun ini pula, novel Max Havelaar diterbitkan, menceritakan Lelang Kopi Perusahaan di Hindia Belanda. Penulisnya adalah Douwes Dekker, nama pena-nya Multatuli. Novel ini ditulis dalam waktu sebulan, di sebuah losmen di Belgia. Novel ini meledak, novel yang meceritakan bagaimana tanam paksa membuat rakyat Lebak, Banten, mengalami penderitaan.
Disekitar tahun yang sama, 1868, di Perancis, Charcot, seorang neurolog, bersama muridnya Bouchard, melakukan autopsi pada pasien dengan perdarahan spontan pada otak. Mereka menemukan bahwa perdarah disebabkan oleh gelembung kecil pada pembuluh darah yang memberikan vaskularisasi pada otak bagian dalam, kemudian dikenal dengan micro-aneurysma Charcot-Bouchard. Aneurisma dari cabang kecil pembuluh darah ini di deskripsikan melalui gambar, mirip biji kopi merah yang tumbuh di Lebak, Banten.
Hari ini, 1 November 2023, di tengah panas kota Surabaya, gambaran aneurysma Charcot-Bouchard itu teridentifikasi dari 3D serebral angiografi di cathlab, pada pasien stroke perdarahan subcortical.
Sejarah mengungkapkan, betapa rakyat Indonesia tertinggal jauh dalam pendidikan dan ilmu pengetahuan akibat penjajahan.
Tanam paksa di masa Belanda, kerja paksa (romusha) di masa Jepang, mengakibatkan melayangnya banyak nyawa. Namun, di masa kemerdekaan, banyaknya nyawa melayang bukan lagi karena penjajah, namun karena Stroke. Salah satu penyebab stroke adalah "biji kopi merah" di otak akibat hipertensi kronis. Stroke saat ini menjadi pembunuh pertama di Indonesia. Stroke menyebabkan kaum miskin menjadi makin miskin, membuat kaum kaya menjadi tak berdaya. Stroke sungguh adalah "penjajah" tak kasat mata, sekejam romusha dan tanam paksa.
No comments:
Post a Comment