Selamat Datang di Dunia Neurovaskular & Neurointervensi

idik

idik

Wednesday, 18 November 2020

Tanda “kefakiran” Seorang Dokter

Adakalanya, seorang dokter membuka kembali referensi-referensi kedokteran. Entah karena lupa akan tatalaksana, patofisologi atau mendapatkan kasus sulit yang tak bisa dipecahkannya. Jika masih belum menemukan jawaban, biasanya akan konsultasi pada sejawat yang lebih senior atau memiliki subspesialisasi di bidangnya.

 

Namun, ternyata ini juga terjadi pada dokter yang sudah subspesialis. Dan, sang dokter konsultan seringkali tidak menemukan panduan klinis pada kasus tersebut. Sehingga, dalam suatu kondisi tertentu, akhirnya dia memberikan tatalaksana berdasar pengetahuan dan pengalaman terbaiknya. Pada saat memberikan tatalaksana yang dia anggap terbaik itu, dia selalu menyisipkan doa, agar terapinya memberikan efek positif pada pasien.

 

Bagi seorang neurointervensionis, ada prosedur-prosedur yang dia kerjakan dan membuatnya tidak bisa tidur. Entah karena lama dan sulitnya kasus, sehingga berpotensi menyebabkan terjadinya komplikasi, atau karena selama prosedur ada kejadian yang tidak diharapakan. Pada saat dan setelah prosedur, dia menyisipkan doa agar pasien baik-baik saja. 

 

Sungguh, adanya keterbatasan pengetahuan, kecemasan dan terpanjatnya doa-doa, sudah cukup menjadi bukti “kefakiran” seorang dokter. “Fakir” dalam arti sang dokter adalah hamba yang membutuhkan, lemah, inferior dan  perlu panduan dari Sang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.

 

Maka, tatkala pasien sembuh, prosedur operasi sukses dan pasien berterimakasih serta menjabat erat tangan dokter, pantaskah seorang “fakir” membanggakan dirinya ?

 

Karena itu, ada seorang dokter, yang selalu melantunkan syair dari ulama terkemuka, Imam Abdullah al Haddad, dalam kesendirian dan keheningan hari-harinya.

 

 









Telah cukup bagiku bahwa Tuhanku Maha Mengetahui, 

Akan permintaanku dan usahaku,

Maka do’a dan permohonanku,

Menunjukkan bukti akan kefakiranku




2 comments: