Selamat Datang di Dunia Neurovaskular & Neurointervensi

idik

idik

Tuesday, 26 May 2020

Normal baru, yang super abnormal

Pagi itu, disebuah rumah sakit rujukan, antrian mengular. Antrian terhitung mencapai 60 orang. Tampak empat petugas berhazmat melakukan swab PCR covid 19. Bukan masyarakat yang datang, namun dokter, perawat dan petugas kesehatan. Antrian yang sama juga terulang setiap harinya. Bahkan, seorang dokter mengaku telah dilakukan pemeriksaan beberapa kali, untuk prosedur yang sama.

Sebagian besar dari mereka terpapar pasien covid secara tidak sengaja. Pasien masuk diruang perawatan biasa, tanpa gejala, setelah beberapa hari terkonfirmasi positif. Maka bisa dibayangkan, mereka yang setiap hari kontak, tanpa APD standar, menjadi target penularan, sebagai ODP atau PDP. Mereka harus istirahat, isolasi, sampai tes mengatakan hasil sebaliknya. Atau menjadi pasien yang sesungguhnya.

Situasi demikian terus berjalan. Makin banyak tim medis terinfeksi. Bangsal rumah sakit memang makin sepi, jumlah pasien yang dirawat dan dilakukan tindakan operasi menurun drastis. Namun, ruangan-ruangan itu kini menjelma menjadi ruangan perawatan covid. Tak terkira jumlah pasien covid yang menunggu dan transit di IGD. Jika pulang, mereka akan menjadi sumber penularan, sedang untuk masuk rumah sakit, belum lagi tersedia ruangan.

Nyatanya, sampai hari ini, 27 Mei 2020, jumlah kasus belum tampak melandai. Tim medis yang terinfeksi semakin banyak. Makin banyak yang bertumbangan. Barangkali, sudah tidak terhitung pengeluaran dana pribadi untuk APD bagi mereka sendiri. Tidak mungkin semata-mata mengandalkan APD dari donasi.

Sungguh, dalam hilir mudik aktivitas rumah sakit, kita tidak benar-benar tahu siapa saja yang sudah kontak, siapa yang terinfeksi dan pasien mana yang benar benar negatif, kecuali pasien yang menunjukkan gejala yang jelas. Maka, tidak mengherankan jika rumah sakit menjadi sumber penularan baru. Dari pasien ke tim medis, sesama pasien, sesama tim medis, atau keluarga yang mendampingi. Makin hari, pasien makin banyak, makin tak bisa diprediksi. Maka, lihatlah contohnya, seorang perawat, istrinya, serta seorang anaknya positif covid, dalam waktu hampir bersamaan. Sungguh amat menyedihkan.

PSBB tampak tidak menunjukkan hasil yang diharapkan. Aktivitas yang bernama “new normal” mengarah pada ketidakpastian dan kondisi tak menentu di rumah sakit. Normal baru, tampaknya merupakan situasi super abnormal bagi tim medis. Sungguh, malang tak bisa di tolak, dan untung tak dapat diraih. 

Tuesday, 19 May 2020

Coiling tidak lebih superior dibandingkan Clipping ?

ISAT (2002) menyatakan Coiling lebih superior dibandingkan Clipping. Setelah ISAT, ada 2 publikasi pada 2019, di  World Neurosurgery (Acioly MA, et al) dan Neurosurgery (Lindgren A, et al). Dua publikasi ini menyatakan tidak ada perbedaan signifikan pada kedua modalitas intervensi diatas. Pada 2020, di jurnal Neurosurgery (Spletzer RF, et.al), menyatakan luaran klinis jangka panjang (10 tahun) adalah sama pada kedua modalitas. Benarkah ?

Adanya perbedaan kesimpulan antara ISAT dan 3 studi setelahnya, tentu memberikan ketidakpastian bagi klinisi. Publikasi terbaru di Stroke AHA/ASA (Chai CL et.al, 2020), mencoba membuat review sistematik untuk mengurai ketidakpastian ini. 

Kesimpulannya, ternyata pada Coiling lebih sering terjadi rebleeding di banding Clipping. Namun, Coiling memiliki angka komplikasi prosedur yang lebih kecil, ini berhubungan langsung dengan luaran fungsional. Sehingga, manfaat tindakan intervensi harus ditimbang antara kejadian rebleeding terhadap komplikasi prosedur. 

Studi ini menimbang, menganalisa serta menyimpulkan dengan bahasa sederhana. Diperlukan 50 pasien pada Clipping untuk mencegah terjadinya rebleeding. Sebaliknya, diperlukan 17 pasien pada Coiling untuk mengurangi resiko luaran fungsional yang buruk. Ini menunjukkan, insiden rebleeding memiliki efek minimal dibanding luaran fungsional secara statistik, sehingga Coiling masih merupakan pilihan yang lebih baik.

Dalam tataran praktis di Indonesia, tentu saja sangat bergantung dari senter mana dan siapa operatornya. Jumlah dan ragam prosedur menetukan angka komplikasi dan luaran fungsional. Pertanyaan bagi neurointervensionis, berapa prosedur Coiling yang anda lakukan dalam sebulan ? Bagi neurovascular surgeon, berapa tindakan Clipping yang anda lakukan dalam sebulan ? jika jumlah dan ragam prosedur cukup adekuat, maka deskripsi studi diatas setidaknya dapat diadopsi sebagai panduan dalam praktis klinis keseharian.

Thursday, 7 May 2020

Isu Stroke terbaru di tengah Pandemi : MeVO & DIRECT-MT

Ditengah pandemi covid-19, diskusi tentang stroke tetap hangat dan menggairahkan. Tercatat dua isu utama awal Mei 2020, sebagai berikut :

Hyperacute ischemic stroke selama ini terbagi dalam dikotomi small vessel occlusion (SVO) dan large vessel occlusion (LVO). Berdasar guideline, SVO merupakan kandidat IVT (intravenous thrombolysis), sedangkan LVO merupakan kandidat IVT + EVT atau EVT (endovascular thrombectomy) saja. MeVO (medium vessel occlusion), istilah yang baru muncul, selama ini belum memiliki petunjuk tatalaksana yang cukup jelas. Yang termasuk MeVO adalah (M2/3, A2/3, dan P2/3). 


Namun, menariknya, berdasarkan survei pada 184 Neurointervensionist, mereka memiliki tatalaksana yang berbeda terhadap MeVO. Apabila pasien datang < 4.5 jam, hanya 40% yang menawarkan EVT, jika oklusi pada A2/P2. Dan hanya 18% yang menawarkan EVT, jika oklusi pada M3. Namun apabila > 4.5 jam, dimana IVT sudah tidak boleh diberikan, maka EVT diakukan pada A2 (78%), P2 (76%) dan M3 (59%).


MeVO merupakan bagian fenomena dimana Clinical practice often precedes guideline recommendations”, maka tampaknya, dalam waktu dekat, akan muncul banyak publikasi, dan akan disusul rekomendasi terbaru apabila evidence sudah cukup meyakinkan.  Implikasi yang kemungkinan dapat diperkirakan adalah, semua pasien stroke infark hiperakut harus dilakukan neurovaskuler imejing. Maka stroke hiperakut harus di rujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas ini (Goyal M, et alJ NeuroIntervent Surg, 2020).


DIRECT-MT, adalah sebuah studi terbaru dari China yang membandingkan IVT+EVT pada LVO dibandingkan dengan EVT saja. Ternyata, EVT secara langsung tanpa didahului IVT, memiliki outcome fungsional yang non-inferior. Efek studi ini sungguh luar biasa, karena apabila EVT dilakukan secara langsung tanpa didahului IVT, maka waktu akan terpangkas, dan biaya akan lebih murah. Pada studi ini, terbukti angka kematian dan perdarahan tidak berbeda signifikan. Kita sedang menunggu laporan beberapa studi lain serupa ini. Tampaknya tinggal menunggu waktu, untuk menjadikan EVT (tanpa IVT) pada hiperakut LVO dalam 4.5 jam, menjadi salah satu poin guideline stroke berikutnya (NEJM, May 6, 2020; DOI: 10.1056/NEJMoa2001123).