Selamat Datang di Dunia Neurovaskular & Neurointervensi

idik

idik

Tuesday, 30 August 2016

Menghampiri Mata Air



Deru pesawat mulai berhenti, terdengar lelah, setelah mengepakkan sayap selama hampir 13 jam, burung besi itu akhirnya hinggap di flughafen Zurich. Dari jendela pesawat tampak perbukitan hijau mengelilingi area bandara. Langkah kaki sesosok pemuda terdengar tak sabar, melangkah cepat menuruni tangga pesawat, setengah berlari menuju stasiun kereta di lantai bawah bandara. Segera, setelah tiket di tangan, disambarnya koper memasuki gerbong. Dia tampak tak hendak mencari tempat duduk, lebih memilih berdiri di pinggiran pintu, sambil memandang tajam keluar. “ Inilah kota itu,” gumannya.

Zürich Hauptbahnhof, tulisan di monitor kereta itu telah berkedip, dan keretapun berhenti. Pemuda itu meloncat mengikuti arus penumpang, menaiki escalator dan menuju arah kanan keluar dari main station Zurich. Sambil terus berjalan, diliriknya Bahnhofstrasse, lokasi belanja dengan barang branded terkemuka tampak di sepanjang mata memandang. Namun, itu semua saat ini tidaklah cukup menarik hatinya.

Kaki itu terus melangkah, menyebrangi jalan menuju jembatan yang menjulur di atas Limmat, sungai yang membelah panjang kota. Dari atas jembatan dilihatnya dari kejauhan minaret Fraumunster church, warna hijaunya menusuk langit, bangunan legendaris yang selalu muncul hampir disemua gambar tentang kota ini. Begitu melewati pemberhentian tram central, tampak Sorell Rutli, berjajar diantara banyak hotel di area old town Zurich. Sekedar memasukkan koper di kamar, segeralah ia berlari menyusuri trotoar, mengikuti arah peta menuju “sumber mata air.” Entahlah, pagi itu rasa dahaga seolah tak tertahankan.

“Mata air” itu ternyata berada di puncak bukit. Kaki yang mulai lelah tak begitu dirasakannya. Setapak demi setapak anak tangga di pijaknya, sesekali terdengar nafas tersengal, namun tak membuatnya berhenti. Sekarang, persis didepannya, institute teknologi, ETH Zurich kokoh berdiri. Tampak dalam bayangnya Albert Einstein muda meliriknya dari teras kubah kampus yang menjulang. Bangunan kokoh dengan aroma dan suasana masa lampau. Inilah “mata air” pertama yang ditemukannya. Tempat dimana inspirator bom nuklir, genius tingkat dunia, pernah mengabiskan waktu sampai jenjang doktoral. Di tempat yang sama, Wilhelm Conrad Rontgen, penemu sinar X, menghabiskan masa studi. Keduanya, seolah sedang duduk berhadapan, tersenyum dan menikmati secangkir kopi menikmati suasana pagi.

Di seberang jalan, dibelakang zoological museum, tampak kubah kedua yang tak kalah indah dengan warna coklat kehijauan, university central Zurich, tidak cukup ramai, namun mulai banyak pecinta ilmu berdatangan memasuki pintu-pintu gerbangnya.

Puncak bukit masih belum dicapainya, kaki itu terus melangkah, kini ia memasuki area university hospital. Area ini tak tampak seperti rumah sakit, lebih mirip taman-taman bunga yang menawan. Konon, rumah sakit ini berusia lebih tua dari usia negara Switzerland sendiri.
Setelah melewati beberapa departemen, kini ia telah memasuki area utama. Inilah “mata air” kedua.

Di jantung university hospital, Mahmut Gazi Yasargil, penerima penghargaan “Neurosurgery’s man of the century 1950-1999,” mendedikasikan hidupnya untuk neuroscience. Buku fenomenal, microneurosurgery setebal 4 jilid, bukan hanya membahas tentang aspek neurosurgical, dimana beliau merupakan pioneer-nya, namun lebih dari itu, Yasargil meletakkan dasar-dasar filosofi clinical neuroscience yang menginspirasi banyak orang. Ditempat ini juga, Anton Valavanis mengembangkan interventional neuroradiology, mengkomunikasikan filosofi Yasargil dengan “bahasa” nya sendiri. Pemikiran dan kolaborasi kedua orang yang berbeda bangsa (Yasargil -Turki, Valavanis -Yunani) benar-benar menjadi sumber air yang mengalir deras ke seluruh dunia, air yang kini kita rasakan kesegarannya.

Menghampiri “mata air,” bukan hanya hendak meneguk air sepuas-puasnya, namun juga merasakan atmosfir, hembusan angin yang menghidupkan, mencari berjuta alasan, bagaimanakah “mata air” ini bisa tercipta.


Dari puncak gedung tertinggi university hospital, kedamaian Zurich amat nyata dalam hela, tempat para pecinta ilmu yang begitu produktif menuliskan karya-karyanya. Inilah satu diantara sekian sumber “mata air,” yang terkadang kita tidak pernah menyadarinya, meskipun setiap saat meneguk kenikmatan dan kesegarannya.

No comments:

Post a Comment