Dalam oxford
dictionaries, to contemplate berarti think deeply and at lenght, atau berarti
pula look thougtfully for a long time. Kontemplasi mengandung makna berpikir
mendalam dalam waktu beberapa lama. Kontemplasi dalam bahasa agama adalah bertafakkur.
Dalam kehidupan
keseharian seorang dokter dan professional, terutama di Indonesia,
berkontemplasi atau bertafakkur merupakan 'barang' langka. Waktu mereka habis dengan kegiatan keseharian yang bersifat praktis dan tekhnis. Contoh
sederhana adalah seorang nevist yang berkutat dengan prosedur
setiap hari. Rutinitas prosedur tersebut seolah tanpa makna, menjadikannya seolah mesin. Sehingga, seorang sahabat nevist dari Jepang, yang baru
saja mengikuti expert lecture, berguman “ I am
an endovascular machine.” Dia baru menyadari, bahwa gambaran angiografi dan
klinis pasien, bagi sang pakar, merupakan sumber ilmu dan filosofi yang berlimpah.
Seorang sejawat
nevist juga mengeluh tak punya banyak waktu, bahkan untuk sekedar
me-review kembali prosedur-prosedur yang telah banyak dia kerjakan.
Waktunya siang-malam habis untuk prosedur, praktek dan visite. Sungguh,
baginya, duduk beberapa saat dan melakukan kontemplasi merupakan hal mewah.
Melakukan kontemplasi
dan bertafakkur merupakan pijakan untuk melakukan suatu tindakan. Mengutip Kang
Jalal, “Tafakkur memang mengajak orang naik ke abstraksi yang tinggi, supaya ia
turun ke bumi dengan petunjuk yang kongkret.” Sehingga, tindakan yang tidak
didahului tafakkur sama jeleknya dengan tafakkur yang tidak disusul dengan
tindakan.”
Melakukan kontemplasi
dan tafakkur, bagi seorang nevist, dapat dilakukan secara formal
maupun informal. Fellowship yang telah dilaluinya selama beberapa lama dengan
ratusan contoh kasus merupakan wahana dan kesempatan untuk bertafakkur.
Ditambah lagi dengan partisipasinya dalam berbagai kegiatan dan acara ilmiah
bersama para pakar. Secara informal, yaitu saat ia meluangkan waktu untuk
mengkaji prosedur-prosedur yang telah ia kerjakan, memformulasikannya dalam
sebuah kerangka ilmiah, mengambil kesimpulan dan memetik pelajaran dari setiap
prosedur yang telah ia kerjakan.
Neurovaskuler
Kontemplatif sebagai nama dari Blog ini juga awalnya bertujuan demikian.
Mencoba menyederhanakan kesimpulan yang diambil dari interaksi dengan prosedur
intervensi neurovaskuler, dan belakangan juga bersinggungan dengan isu-isu
serta tema yang lebih sosial dalam neurosains.
Mungkin konten dari
blog ini tidak se-ideal namanya, itu sangat disadari. Tulisan-tulisan disini
sesungguhnya bukanlah hasil kontemplasi ‘sungguhan’, ia hanyalah kontemplasi instan,
kontemplasi sesaat, merupakan usaha ditengah hiruk-pikuknya aktivitas dan usaha
untuk selalu ‘mencoba memahami Hakekat dibalik Realitas’.
Tulisan-tulisan disini
juga dimaksudnya sebagai sebuah catatan harian tentang pernak-pernik
neurovaskuler, agar ‘kisah-kisah indah’ yang terekam dalam benak tidak terbang
terhembus angin. Meskipun apa yang terkesan ‘indah’ bisa menjadi tidak indah
bagi orang lain.
Kontemplasi dalam tulisan-tulisan ini
diharapkan menjadi bagian dari yang disebut ‘tafakkur’ sebenarnya,
meskipun mungkin masih sangat jauh dari itu. Diharapkan, termasuk yang disebut dalam
sabda Baginda Nabi Muhammad SAW “ Bertafakkur satu saat lebih baik dari ibadah
satu tahun.”
Apabila di kemudian
hari tampak kekurangtepatan tulisan-tulisan ini, biarlah ia menjadi catatan
akan kebodohan dan kekurangsempurnaan manusia. Kadangkala, kita banyak belajar
dari kesalahan yang telah kita lakukan, untuk tidak mengulanginya lagi. Bukan
hanya dalam soal tulisan, dalam prosedur-prosedur neurointervensi juga
demikian. Bukankan seorang pakar neurointervensi dunia menjadi pakar justru
karena banyak belajar dari ribuan prosedur sulit dan beberapa kegagalan yang
telah dilakukannya.
Akhirnya, hanya kepada
Allah kami menyembah, dan hanya kepada-Nya kami memohon pertolongan.