Selamat Datang di Dunia Neurovaskular & Neurointervensi

idik

idik

Monday, 22 April 2024

Stroke: Era Antiplatelet Injeksi Telah Tiba

Trombolisis intravena (IVT) memiliki jendela waktu sangat terbatas (<4.5 jam). Terapi standar stroke trombotik akut tanpa IVT adalah pemberian dual antiplatelet. Mulanya, antiplatelet dimaksudkan untuk prevensi sekunder. Namun, perburukan pasien stroke akut ternyata juga dipengaruhi oleh jenis pemberian antiplatelet (Oral vs Injeksi).

 

Antiplatelet injeksi (penyekat GP IIb/IIIa) sering digunakan oleh neurointervensionist saat prosedur. Pemasangan stent intrakranial yang mengalami thrombosis durante prosedur, diberikan antiplatelet intravena, dan memberikan efek rekanalisasi yang langsung bisa terlihat. Dia bukan fibrinolitik, tetapi bekerja melepas agregasi thrombosit yang baru saja terjadi, dikenal dengan dethrombosis.

 

Studi terbaru di JAMA Neurology (Zhao et al,2024) memberikan harapan pada pasien-pasien stroke hyperacute yang tidak dilakukan IVT. Tirofiban dengan bolus dalam 30 menit dan infus kontinyu selama hampir 72 jam (71,5 jam), ternyata mencegah perburukan pasien stroke (peningkatan NIHSS >4), jika dibandingkan dengan pemberian oral aspirin (4,2% vs 13,2 %). Kejadian perdarahan pada kedua kelompok tidak berbeda. Ini adalah suatu RCT yang memberikan harapan baru bagi pasien stroke. Penelitian ini menggunakan Tirofiban. Adapun antiplatelet injeksi yang sering dipakai di Indonesia adalah Eptifibatide, dan generasi yang lebih awal adalah Abciximab.

Bantal Terlalu Tinggi, menyebabkan Stroke?

Revolusi tatalaksana stroke (thrombolysis (IVT) & thrombectomy-EVT), diiringi dengan tatalaksana stroke yang presisi berdasarkan stroke subtype. Tanpa CT scan, tak akan ada IVT dan pemberian antiplatelet. Tanpa vascular imejing, tak akan ada EVT.

 

Jika IVT dan EVT adalah Class I Level A (wajib diberikan kecuali kontra indikasi), maka modalitas pendukung tatalaksana tersebut itu juga wajib ada. Hal ini sesuai kaidah “suatu kewajiban tidak akan sempurna, kecuali dengan adanya sesuatu, maka sesuatu tersebut menjadi wajib. Dalam Bahasa Arab kaidah tersebut berbunyi ” Ma laa yatimmu al-waajib illa bihi, fa huwal waajib.

 

Selain tatalaksana itu, tatalaksana berdasar penyebab stroke sangat penting. Salah satu penyebab stroke adalah diseksi (robekan) pada arteri. Baik robekan spontan maupun traumatik. Menariknya, studi di Jepang mencatat, bahwa penggunaan bantal yang terlalu tinggi, berhubungan dengan diseksi arteri vertebralis spontan sebesar 9.4% - 11.3%. Seberapa tinggi? Bantal yang dianggap tinggi pada penelitian ini adalah >12 cm dan >15 cm (Egashira et.al, 2024)

 

Dengan precision medicine, penyebab stroke makin dapat diidentifikasi, hal ini tentu berhubungan dengan tatalaksana fase akut maupun prevensi sekunder.