Selamat Datang di Dunia Neurovaskular & Neurointervensi

idik

idik

Saturday, 17 February 2018

Wajah (S)Ayu Neurologi Indonesia ?

Hari itu, Rabu, 4 Oktober 2017, ditepian garis pantai yang penuh pesona, Nice, Perancis. Tampak wajah cerah tiga orang investigator, duduk menghadap audiens. Hari itu adalah hari terakhir SLICE (Stroke Live Course). Hari itu menjadi semacam “perayaan”, akan makna sebuah goresan kecil di wajah neurologi. Mereka bertiga berandil dalam rekonstruksi wajah neurologi. Goresan itu rupanya mampu menutup satu huruf, dari  Neurologi lama yang Sayu menjadi Neurologi baru yang makin (S)Ayu.

Tiga orang investigator itu adalah R.G. Noguiera, Tudor G. Jovin (DAWN Trial-NEJM Nov 2017) dan G.W Albers (DEFUSE 3 Trial- NEJM Jan 2018). Yang pertama tentang trombektomi antara 6-24 jam, dan yang kedua trombektomi 6-16 jam pada stroke infark large vessel. Kedua trial ini dihentikan lebih awal sebelum target subjek penelitian tercapai, karena efektifitas signifikan pada sisi intervensi. Keduanya menggunakan advanced imaging untuk membantu menentukan area penumbra yang masih bisa diselamatkan melebihi 6 jam.

Maka, sudah bisa ditebak, dalam waktu yang tidak terlalu lama, 24 Januari 2018, Guideline terbaru AHA/ASA dipublikasikan di International Stroke Conference (ISC) di LA, California. Dan jadilah, guideline ini benar-benar merubah wajah kita, dimana, thrombektomi antara 6-16 jam medapat rekomendasi Class I/Level A, sedangkan antara 6-24 jam dengan rekomendasi Class IIa/Level B-R.

Maka, setidaknya tiga hal utama yang saat ini berubah secara radikal dalam tatalaksana stroke infark hiperakut, yaitu pertama IV thrombolysis untuk small vessel sampai 4.5 jam, kedua Thrombectomy untuk large vessel (< 6 jam dengan time base) dan ketiga Thrombectomy 6-24 jam dengan imaging base. Yang pertama merupakan tanggung jawan seorang neurologist, sedang yang kedua dan ketiga merupakan tanggung jawab bersama antara neurologist dan interventional neurologist.

Namun, meskipun wajah neurologi seolah sama, ternyata tetap tidak serupa. Wajah neurologi di belahan dunia sana (Amerika, Eropa dan beberapa Negara Asia) memang telah begitu signifikan berubah. Sementara, ada juga di belahan dunia lain, dimana neurologi masih sering terlalu sibuk bercermin, masih terlalu sibuk ber-swafoto, sambil sesekali narsis, dan tampak belum cukup siap memasuki dunia baru yang terbuka di depan mata.

Akhirnya, wajah kita adalah tanggung jawab kita sendiri. Apakah wajah neurologi Indonesia adalah wajah SAYU, ataukah dengan usaha dan kerja keras, kita tanggalkan satu huruf saja, untuk merubahnya menjadi wajah (S)AYU dan mempesona. Diantara usaha dan langkah kongkrit itu adalah meningkatkan jumlah trombolisis di senter masing-masing dan mendukung munculnya intervensionalis baru dari neurolog-neurolog muda dimana kita bekerja di seluruh nusantara. Bergandeng tangan, saling melengkapi agar terlukis wajah baru Neurologi Indonesia, sebagimana yang kita idamkan bersama.