Hari itu, Rabu, 4 Oktober 2017, ditepian garis pantai yang
penuh pesona, Nice, Perancis. Tampak wajah cerah tiga orang investigator, duduk
menghadap audiens. Hari itu adalah hari terakhir SLICE (Stroke Live Course). Hari itu menjadi semacam “perayaan”, akan
makna sebuah goresan kecil di wajah neurologi. Mereka bertiga berandil dalam
rekonstruksi wajah neurologi. Goresan itu rupanya mampu menutup satu huruf,
dari Neurologi lama yang Sayu menjadi
Neurologi baru yang makin (S)Ayu.
Tiga orang investigator itu adalah R.G. Noguiera, Tudor G. Jovin (DAWN Trial-NEJM Nov 2017) dan G.W Albers (DEFUSE 3 Trial- NEJM Jan 2018).
Yang pertama tentang trombektomi antara 6-24 jam, dan yang kedua trombektomi
6-16 jam pada stroke infark large vessel.
Kedua trial ini dihentikan lebih awal sebelum target subjek penelitian
tercapai, karena efektifitas signifikan pada sisi intervensi. Keduanya
menggunakan advanced imaging untuk
membantu menentukan area penumbra yang masih bisa diselamatkan melebihi 6 jam.
Maka, sudah bisa ditebak, dalam waktu yang tidak terlalu
lama, 24 Januari 2018, Guideline terbaru AHA/ASA dipublikasikan di International Stroke Conference (ISC) di
LA, California. Dan jadilah, guideline ini benar-benar merubah wajah kita, dimana, thrombektomi antara 6-16 jam medapat rekomendasi Class I/Level A, sedangkan antara 6-24 jam dengan rekomendasi Class IIa/Level B-R.
Maka, setidaknya tiga hal utama yang saat ini berubah secara
radikal dalam tatalaksana stroke infark hiperakut, yaitu pertama IV thrombolysis untuk
small vessel sampai 4.5 jam, kedua Thrombectomy untuk large vessel (< 6 jam
dengan time base) dan ketiga Thrombectomy 6-24 jam dengan imaging base. Yang pertama merupakan tanggung jawan
seorang neurologist, sedang yang kedua dan ketiga merupakan tanggung jawab
bersama antara neurologist dan interventional neurologist.
Namun, meskipun wajah neurologi seolah sama, ternyata tetap
tidak serupa. Wajah neurologi di belahan dunia sana (Amerika, Eropa dan
beberapa Negara Asia) memang telah begitu signifikan berubah. Sementara, ada
juga di belahan dunia lain, dimana neurologi masih sering terlalu sibuk
bercermin, masih terlalu sibuk ber-swafoto, sambil sesekali narsis, dan tampak
belum cukup siap memasuki dunia baru yang terbuka di depan mata.
Akhirnya, wajah kita adalah tanggung jawab kita sendiri. Apakah wajah neurologi Indonesia adalah wajah SAYU, ataukah dengan usaha dan kerja keras, kita tanggalkan satu huruf saja, untuk merubahnya menjadi wajah (S)AYU dan mempesona. Diantara usaha dan langkah kongkrit itu adalah meningkatkan jumlah trombolisis di senter masing-masing dan mendukung munculnya intervensionalis baru dari neurolog-neurolog muda dimana kita bekerja di seluruh nusantara. Bergandeng tangan, saling melengkapi agar terlukis wajah baru Neurologi Indonesia, sebagimana yang kita idamkan bersama.
Akhirnya, wajah kita adalah tanggung jawab kita sendiri. Apakah wajah neurologi Indonesia adalah wajah SAYU, ataukah dengan usaha dan kerja keras, kita tanggalkan satu huruf saja, untuk merubahnya menjadi wajah (S)AYU dan mempesona. Diantara usaha dan langkah kongkrit itu adalah meningkatkan jumlah trombolisis di senter masing-masing dan mendukung munculnya intervensionalis baru dari neurolog-neurolog muda dimana kita bekerja di seluruh nusantara. Bergandeng tangan, saling melengkapi agar terlukis wajah baru Neurologi Indonesia, sebagimana yang kita idamkan bersama.