Selamat Datang di Dunia Neurovaskular & Neurointervensi

idik

idik

Tuesday, 22 October 2024

Nevi di Negeri Bollywood (1)

Desember 2010, di Delhi. Dingin menusuk kalbu. Suhu 10 derajad celcius. Keluar dari bandara persis tengah malam. Penerbangan dari Kuala Lumpur dengan Air Asia cukup melelahkan. Perjalanan hampir 6 jam. Pesawat ini transit di Kuala Lumpur dari Surabaya lebih dari 8 jam. Saat itu, inilah pesawat kelas ekonomi paling ekonomis. Pilihan tepat bagi seorang dokter spesialis neurologi fresh graduate

 

Di luar bandara, seseorang yang ditunggu belum muncul juga. Dia adalah seorang teman, dokter Bedah Saraf, fellow dari Damaskus, Syiria. Kami belum pernah bertemu, hanya kenal dan berbincang lewat facebook saja. Dia menjanjikan menjemput di bandara. 

 

Telepon genggam berdenting nada SMS, saat itu belum ada WA. Pesan terbaca, teman saya ini tidak bisa menjemput, dia hanya memberikan alamat, dan menganjurkan untuk naik taksi, katanya lokasi berada tak jauh dari Bandara. Saya sampaikan padanya, bahwa saya sudah memesan hotel di dekat rumah sakit. Dia menyarankan agar dibatalkan saja dan menginap bersamanya, bukan di apartemennya, tapi di apartemen temannya. Hmmmm.....

 

Berbekal uang Rupee sekedarnya dari Indonesia, akhirnya saya memesan taksi. Taksi meluncur menuju lokasi. Beberapa lama celingak-celinguk, di tengah sepi dini hari, pada sebuah perumahan yang tampak cukup berkelas. Akhirnya alamat rumah bisa ditemukan, terlihat ada lambaian tangan dari lantai dua. Teman saya ini menyambut hangat, mengajak saya mengobrol sebentar, menawari minum, dan memperkenalkan pada temannya, seorang manajer hotel. Kemudian, mengantar saya ke kamar sambil berkata, " besok pagi-pagi kita pergi ke rumah sakit." Teman baru saya ini ramah, baik dan sudah sangat familier dengan fellow-fellow pendahulu dari Indonesia. Sudah hampir 3 tahun dia di Delhi, namun saat ini masih betah hidup di negeri Bollywood. 

 

Dini hari itu, mata saya tak bisa terpejam, meskipun sangat lelah. Sesekali saya memandang keluar jendela dari lantai dua. Inilah New Delhi, inilah India. Sebuah negeri dengan seribu cerita dan sejuta warna. 

Monday, 14 October 2024

Neurointervensi: Belajar Kearifan dari Palembang



Bulan depan, pada 15 dan 16 November 2024, di Palembang, Rapat Kerja Neurointervensi ke-8. Tak terasa begitu cepat, setelah rapat kerja pertama di Jakarta pada Maret 2012, anggota Pokja 10 orang. Di Palembang, anggota Pokja sejumlah 114 orang. 

 

Gairah dan minat untuk mendalami ilmu ini semakin terasa, delapan senter telah membuka program fellowship. Namun, kemudian banyak yang bertanya, apa motivasi dan niat mereka mendalami keilmuan ini? Tentang niat dan motivasi menuntut ilmu, apapun bentuk ilmu tersebut, rasanya perlu belajar dari seorang tokoh dari Palembang. Tokoh yang mungkin tidak semua orang mengenalnya, namun populer di kalangan pesantren. Beliau adalah Syekh Abdus Shomad al-Palimbani. 

 

Beliau lahir 1704 M, dari seorang ayah, seorang mufti negeri Kedah, ibunya orang Palembang, Radin Ranti. Syekh Abdus Shomad memiliki sumbangan besar dalam perkembangan ilmu tasawuf di Nusantara. Belajar cukup lama di Haramain. Beliau "mendamaikan" dua kutub pemikiran yang saat itu menjadikan banyak perpecahan dikalangan masyarakat, pemikiran dan pemahaman tasawuf Al-Ghazali dan Ibnu Arabi. Beliau menulis beberapa kitab (setidaknya 7 kitab yang tercatat), dua kitab yang cukup dikenal adalah Hidayatus Salikin dan Sairus Salikin. Demikianlah singkat cerita Al-Palimbani. 

 

Dalam kaitan dengan niat dan motivasi menuntut ilmu, al-Palimbani memberikan ulasan dan komentar pada apa yang sudah disampaikan Al-Ghazali. Bahwa setidaknya ada tiga golongan penuntut ilmu:

 

1. Seorang yang menuntut ilmu sebagai bekal kehidupan akhirat, mengharap ridha Allah SWT. Kelompok ini adalah kelompok yang beruntung.

 

2. Seorang yang menuntut ilmu untuk kehidupan dunia, jabatan, dan limpahan harta benda. Apabila dia menyadari bahwa motivasinya keliru dan bertaubat, maka akan menjadi kelompok yang beruntung. Jika tidak menyadari atau tahu tapi tidak bertaubat,  sampai akhir hayat termasuk golongan yang merugi.

 

3. Seorang yang menuntut ilmu untuk harta, jabatan, dan kehormatan, tetapi mereka merasa benar. Mereka mengira dekat dengan Allah. Mereka lupa bahwa perbuatannya buruk. Kendatipun mereka berilmu, inilah sejahat-jahatnya orang yang berilmu, inilah sejahat-jahat ulama.

 

Membaca dan menikmati kisah dan tulisan Al-Palimbani, membawa kita ke masa lalu. Merekam tetes-tetes embun nasihatnya. Membuncahkan semangat perjuangannya. Beliau adalah ulama yang gigih melawan penjajah Belanda. Beliau wafat dalam peperangan melawan Siam pada 1789 M, makamnya berada di Pattani Thailand. 

 

Bulan November, insyaAllah Neurointervensi akan menjejak bumi Palembang. Belajar kembali tentang banyak kearifan. Welcome to Palembang!