Selamat Datang di Dunia Neurovaskular & Neurointervensi

idik

idik

Saturday 17 October 2015

Embolisasi Kuratif pada Brain AVM


" Yesterday I was clever, so I want to change the world
   Today I am wise, so I am changing myself."
   
  (Jalaluddin Rumi)


Dengan wajah kawatir, seorang ibu masuk ke ruang poli Neurointervensi, diikuti oleh lelaki belasan tahun yang tak lain adalah putranya. Ibu ini langsung saja bercerita bahwa anaknya pernah mengalami perdarahan otak dan dilakukan operasi. Penyebab perdarahannya adalah AVM intrakranial, baru diketahui beberapa hari dari CT angiografi pasca operasi evakuasi hematoma. Sang dokter bedah menyampaikan bahwa AVM tidak akan dapat sembuh dengan sempurna jika tidak dilakukan reseksi dengan open surgery. Modalitas terapi lain seperti embolisasi tidak akan dapat menyembuhkan AVM sampai ke akar-akarnya. Pertanyaan sang ibu, benarkah demikian dokter ?

Sang dokter tersenyum, di dalam benaknya, masih basah teringat beberapa pasien dengan AVM dan dilakukan operasi, dan ketika dilakukan evaluasi DSA (angiografi) AVM tersebut tetap ada, dan mungkin hanya sebagian kecil yang terambil. Kasus lain yang masih berkaitan dengan open surgery, ternyata bukan hanya AVM yang dilakukan reseksi, tetapi juga ikut terambil sebagian jarigan otak (partial lobectomy ? ), sehingga menimbulkan defisit neurologis baru.

Tentu saja ini bukan soal tindakan open surgery atau neurointervensi pada AVM itu sendiri, namun terletak pada jam terbang, pengetahuan dan seberapa terampil skill sang operator. Jika kita berkecimpung sekian lama dengan kasus-kasus AVM, maka kita akan banyak mendapatkan kasus yang bukan hanya selesai dan bersih dengan open surgery, namun juga bersih dan sukses dengan embolisasi (kuratif embolisasi).

Ketika dikatakan bahwa AVM dengan Spetzler Martin grade I dan II memiliki potensi kesuksesan tinggi dengan reseksi open surgery, ini tentu ditangan neurosurgeon sekelas Spetzler, bukan di tangan neurosurgeon yang baru saja belajar beberapa bulan dengan kasus minimal. Begitu juga jika dikatakan oleh Anton Valavanis bahwa angka kuratif embolisasi mencapai 40% dari semua kasus yang ia kerjakan, baik dengan single step maupun staged embolization, tentu ini di tangan Valavanis yang memang master puluhan tahun dalam AVM. Pertanyaannya, berapakah volume kasus AVM yang ditangani neurosurgeon per tahun hingga dikatakan adekuat dan bisa dikatakan memiliki jam terbang tinggi ?

Ambil saja M.G Yasargil dari Zurich, master dan world class neurovascular surgeon, dalam bukunya Microneurosurgery, beliau rata-rata mengerjakan 22 kasus reseksi AVM per tahun, artinya 1.8 kasus perbulan, sekitar 1 kasus per 2 minggu. Nah, bagi neurovascular surgeon di Indonesia, sudahkah mencapai angka ini ? mengingat AVM adalah lesi dengan prevalensi jarang sekitar 0,2% dari populasi, sepersepuluh dari prevalensi aneurysma intracranial.

Dalam bidang endovaskuler, dengan perkembangan prosedur dan device neurointervensi, kuratif embolisasi pada AVM merupakan keniscayaan. Semakin banyak kita melakukan embolisasi, semakin tinggi angka kuratif embolisasi tercapai, terutama pada AVM dengan single atau double nidus/kompartemen.

Dunia yang berubah demikian cepat telah menempatkan teknologi minimally invasive surgery sebagai rival sepadan atau bahkan menggantikan peran open surgery dalam banyak kasus.

Setelah berbincang sekian lama, sang ibu akhirnya cukup mengerti dengan penjelasan dan contoh kasus yang di sampaikan dokter. Sang dokter juga menunjukkan beberapa kasus pasien yang telah ditanganinya dengan kuratif embolisasi. Akan cukup bijaksana jika kita menjelaskan semua modalitas terapi secara seimbang, untung dan ruginya, baik open surgery, embolisasi maupun radiosurgery.

No comments:

Post a Comment