Selamat Datang di Dunia Neurovaskular & Neurointervensi

idik

idik

Wednesday 13 November 2013

Janganlah Terlalu Agresif..........

درؤ المفاسد مقدم على جلب المصالح
 “Dar’ul mafaasid muqaddamun ‘ala jalbil mashaalih”
 Menghindari Kerusakan itu harus diutamakan dibanding mendatangkan Kebaikan
 

Kesimpulan apakah kira-kira yang bisa diambil dari tiga hasil riset neurointervensi terbaru ? Riset tersebut adalah SAMMPRIS, IMS 3 dan ARUBA. Ketiga studi ini membandingkan tindakan neurointervensi (invasif) dan terapi medikamentosa (non invasif). Hasilnya, secara umum dikatakan terapi non-invasif memiliki keluaran lebih baik, yang berarti tindakan neurointervensi lebih inferior.

SAMMPRIS membandingkan prosedur intracranial stenting versus best medical management pada intracranial stenosis.

IMS 3 membandingkan tindakan endovaskuler pada stroke infark akut dengan segala modalitas (IA trombolisis, trombectomy) dibandingkan IV trombolisis.

ARUBA membandingkan tindakan bedah, endovaskuler, radiosurgery pada pasien dengan AVM intracranial dibandingkan terapi konservatif.
 
Meski banyak hal yang perlu diperdebatkan terhadap ketiga hasil riset ini, kesimpulan umumnya adalah bahwa janganlah terlalu agresif. Tindakan intervensi akan memberikan manfaat hanya pada kasus-kasus spesifik, dan tidak pada semua kasus. Apabila tindakan dan prosedur intervensi yang bersifat invasif tersebut ternyata memberikan keluaran yang kurang baik dibandingkan dengan tanpa dilakukan prosedur, maka tentu pilihannya adalah tidak melakukannya. Akan tetapi hal ini tidak berlaku untuk kasus-kasus spesifik. Ambillah contoh pada ARUBA, angka morbiditas (stroke) dan mortalitas pasien dengan unrupture AVM dan tidak dilakukan intervensi adalah sekitar 10% dalam tiga tahun. Artinya, 10 diatara 100 orang yang dilakukan terapi konservatif akan mengalami stroke atau kematian. Apakah berarti terapi konservatif lebih baik ? tentu saja tidak dan masih jauh dari ideal. Ada AVM yang unrupture namun potensi rupturnya sangat besar, nah AVM yang demikianlah yang perlu dilakukan terapi agresif meskipun unruptur, misalnya AVM unrupture dengan intranidal aneurysm atau AVM dengan venous pouch yang besar.

Namun secara umum, dengan mengkesampingkan kasus-kasus spesifik, kaidah diatas dapat digunakan sebagai patokan. Dimana tujuan suatu prosedur adalah mendatangkan kebaikan bagi pasien, dan jika ternyata prosedur itu memiliki potensi komplikasi yang lebih besar, maka menghindari prosedur tersebut agar tidak menimbulkan komplikasi lebih dianjurkan dibanding tetap melakukan prosedur dengan tujuan memperbaiki kondisi pasien. Hal ini sebenarnya sudah dilakukan secara praktis pada pemberian IV rTPA, dimana terdapat kriteria eksklusi. Pasien yang masuk kriteria eksklusi memiliki potensi perdarahan yang besar, maka mengingat potensi perdarahan tersebut, IV rTPA tidak diberikan, meskipun mungkin juga apabila diberikan berpotensi memberikan manfaat.

Kedepan, barangkali perlu dibuat formula berupa kaidah-kaidah neurointervensi, kaidah tersebut merupakan kaidah singkat dan dapat dipakai secara praktis untuk tatalaksana pasien sehari-hari.

Kutipan kaidah diatas sebenarnya merupakan kaidah ushul fiqh. Ushul fiqh merupakan ilmu hukum islam, didalamnya terdapat kaidah-kaidah pengambilan hukum (ijtihad) yang telah disusun dan di formulasikan secara sederhana namun memiliki makna dan cakupan yang luas. Kaidah-kaidah ushul fiqh sangat berguna dan memiliki manfaat praktis sebagai panduan dalam menyikapi masalah-masalah kehidupan keseharian.